Hari Guru Nasional biasa diisi dengan lagu Hymne Guru ciptaan Sartono. Berikut ini ulasan singkat mengenai Sartono.
Hari Guru Nasional diperingati setiap tanggal 25 November. Menjelang peringatan tahun ini, ada banyak yang bisa detikers lakukan.
Salah satunya dengan menggali sejarah terkait Hari Guru. Termasuk mengenal Sartono, sosok di balik lagu Hymne Guru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sartono merupakan pencipta lagu kelahiran Madiun, 29 Mei 1963. Ia mantan guru seni musik yayasan swasta di Kota Madiun.
Karier Musik Sartono
Sartono memutuskan berhenti sekolah di kelas 2 SMA, di SMAN 3 Surabaya. Ia melanjutkan kehidupannya dengan bekerja di perusahaan rekaman dan piringan hitam Lokananta.
Kemudian, Sartono turut bergabung dengan grup musik keroncong Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) di Madiun. Hingga pada 1978, Sartono juga meniti karier sebagai seorang guru seni musik honorer di SMP Katolik Santo Bernardus, Kota Madiun.
Sartono belajar secara otodidak. Waktu itu, Sartono menjadi satu-satunya guru seni musik di Madiun yang bisa membaca not balok.
Dari Siulan Jadi Lagu Hymne Guru
Kecintaannya pada musik mendorong Sartono untuk menciptakan lagu. Hingga pada 1980, saat melakukan perjalanan menuju Perhutani Nganjuk untuk mengajar, Sartono menemukan lembaran pengumuman lomba cipta lagu tentang pendidikan.
Lomba cipta lagu tersebut digelar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), yang kini menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Lomba digelar bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Sartono tertarik mengikuti lomba cipta lagu tersebut. Dikutip detikEdu, Sartono memiliki keterbatasan alat musik. Sehingga ia menciptakan lagu tersebut dengan siulan. Sesekali ia mencatat liriknya di selembar kertas.
![]() |
Lagu ciptaannya semula berdurasi empat menit. Kemudian diringkas dengan membuang beberapa lirik, dan menggantinya dengan lirik penutup pahlawan tanpa tanda jasa.
Sartono juga memiliki keterbatasan ekonomi. Ia sampai menjual jas miliknya untuk mengganti biaya ongkos kirim lirik tersebut ke Depdiknas.
Dari ratusan peserta, Sartono keluar sebagai pemenang. Lagu ciptaannya berjudul Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
Sartono kemudian mendapat sejumlah uang. Juga mendapat kesempatan untuk mengikuti studi banding ke Jepang.
Baca juga: 50 Contoh Pantun Hari Guru Nasional 2023 |
Penghargaan yang Diterima Sartono
Berkat lagu Hymne Guru, Sartono kemudian diberi penghargaan oleh Menteri Pendidikan Nasional RI Yahya Muhaimin dan Dirjen Pendidikan Soedardji Darmodiharjo.
Tidak hanya itu, pada 10 November 2011, Sartono juga kembali mendapat penghargaan. Sartono memperoleh penghargaan di bidang seni dan budaya. Penghargaan itu diberikan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya.
Wafatnya Sang Pencipta Lagu Hymne Guru
Sartono meninggal dunia ketika usianya menginjak 79 tahun. Sartono mengembuskan napas terakhir pada 1 November 2015 sekitar pukul 12.50 WIB.
Sartono meninggal saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun. Ia berjuang melawan penyakit komplikasi yang dideritanya.
Lirik Lagu Hymne Guru
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia
Terpujilah wahai ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau Patriot Pahlawan bangsa, Pembangun Insan Cendekia
Sebelumnya, dalam baris terakhir lagu Hymne Guru ada lirik Engkau Patriot Pahlawan Bangsa Tanpa Tanda Jasa. Kemudian lirik tersebut diubah menjadi Engkau Patriot Pahlawan Bangsa, Pembangun Insan Cendekia.
Perubahan lirik tersebut diatur dalam Surat Edaran PGRI Nomor 447/Um/PB/XIX/2007 tanggal 27 November 2007, seperti dikutip detikJateng. Pengubahan ini dilakukan untuk semakin meningkatkan penghormatan dan derajat profesi guru.
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/iwd)