10 Puisi untuk Hari Pahlawan 10 November

10 Puisi untuk Hari Pahlawan 10 November

Nadza Qur’rotun A - detikJatim
Senin, 06 Nov 2023 17:30 WIB
Parade Juang Surabaya
Parade Juang Surabaya, Minggu (5/11/2023)/Foto: Esti Widiyana
Surabaya -

Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November. Peringatan ini merupakan momentum untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, agar dapat saling menghargai.

Kita bisa melakukan berbagai kegiatan untuk mengisi peringatan Hari Pahlawan, salah satunya membaca puisi. Harapannya, dengan membaca puisi dapat semakin menumbuhkan rasa cinta tanah air, dan mengingat jasa para pahlawan.

Parade Juang SurabayaParade Juang Surabaya, Minggu (5/11/2023)/ Foto: Esti Widiyana


Contoh Puisi Hari Pahlawan:

Sudah menyiapkan kegiatan untuk merayakan Hari Pahlawan? Jika belum, kamu bisa menulis dan membaca puisi bertema Hari Pahlawan. Berikut 10 contoh puisi Hari Pahlawan yang bisa dijadikan referensi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puisi 1

Judul: Keteguhan Sang Garuda

Karya: Chairil Anwar

Kau terlahir dari sebuah gagasan
Prinsip yang telah menjadikanmu sebagai lambang
Bersumber dari perjuangan seluruh rakyat
Berembuskan napas kemerdekaan
Di tubuhmu terukir simbol yang penuh makna
Terdiri atas banyaknya harapan
Tersisip akan impian
Hingga menjadikanmu gagah dan mulia
Sorot pandangmu yang tajam
Tubuh yang tegap dan tegar
Mencerminkan rakyat negerimu
Serta kuatnya semangat yang menopangnya

Puisi 2

Judul: Prajurit Jaga Malam

Karya : Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Puisi 3

Judul: Soekarno

Karya: Asty Kusumadewi

Bangga tanah Surabaya melahirkanmu
Bangga tanah Blitar menjadi tempat istirahatmu
Pejuang nomer satu di Nusantara
Cerdas, tampan dan bijaksana definisi dirimu sesungguhnya
Bung Karno..
Kau cerdas, menguasai banyak bahasa
Kau berwibawa dikagumi dunia
Daya juangmu tinggi untuk Indonesia merdeka
Terimakasih bapak proklamator Indonesia
Teks proklamasi lantang kau bacakan

Puisi 4

Judul: Puisi Pahlawan Tak Dikenal

Karya: Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.

Puisi 5

Judul: Padekik 1949

Karya: Darma Firdaus

Di depan itu, jalan setapak
Kau susuri demi negeri
Di semak-semak kau menyibak
Pulau ini harga mati

Lelah jadi ghirah
Debar jadi kobar
Demi tanah tumpah darah
Yang telah merdeka

Direnggut biadab Belanda
Mereka tak rela, tak sudi
Rakyat ditindas lagi
Dengan doa dan strategi
Gerilya jadi cara
Jaga marwah negeri tercinta

Selat Baru, Pasiran, Wonosari
Jejak-jejak kau tak hilang di bumi
Di Pedekik perang terjadi
Taruh nyawa sampai mati


Puisi 6

Judul: Karawang Bekasi

Karya: Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Puisi 7

Judul: Diponegoro

Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju

Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

Puisi 8

Judul: Doa Seorang Serdadu Sebelum Pulang

Karya: W.S Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Puisi 9

Judul: Sebuah Jaket Berlumur Darah

Karya: Taufiq Ismail

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa

Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!

Puisi 10

Judul: Musim Perjuangan

Karya : Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.

Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.

Demikian referensi 10 contoh puisi Hari Pahlawan. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Nadza Qur'rotun A, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)


Hide Ads