Selain Reog Ponorogo, Jawa Timur memiliki kesenian serupa yang disebut Reog Cemandi. Kesenian ini menjadi salah satu karya budaya asal Sidoarjo yang dinobatkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda 2018.
Baca juga: 7 Keistimewaan Jawa Timur |
Reog Cemandi:
1. Sejarah
Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kesenian Reog Cemandi bermula dari kisah seorang pemilik pondok di kawasan Sidosermo Panjang Jiwo Surabaya, Abdul (Dul) Katimin.
Setelah berkegiatan di pondok, Katimin pergi ke Sidoarjo. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan sekumpulan petani muda yang sedang menabuh kendang sambil menunggu salat Ashar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Katimin menghampiri mereka dan mulai mendakwahkan agama Islam kepada kelompok tersebut. Ternyata mereka dulunya sempat menjadi gemblak seorang warok di Ponorogo.
Ketika hendak berpamitan pulang, sekelompok petani tersebut ingin menemani perjalanan Katimin ke Sidoarjo. Sampailah mereka di Desa Cemandi. Melihat kebiasaan menabuh kendang, Katimin akhirnya berpikir melakukan dakwah dengan memanfaatkan tabuhan tersebut. Tabuhan kendang disesuaikan menjadi tabuhan rebana untuk mendatangkan masyarakat agar beribadah atau salat berjemaah di masjid.
Melansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Reog Cemandi sudah ada sejak tahun 1922. Kesenian tradisional ini berasal dari Desa Cemandi, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo.
Adapun fungsi dari kesenian tradisional ini untuk mengusir penjajah Belanda. Gerakan tarian ini datang dari sifat pejuang seorang santri pondok pesantren Sidosermo Surabaya.
Hal ini lantaran ia merasa prihatin terhadap rakyat yang diperlakukan semen-mena oleh Belanda. Tindakan tersebut tampak ketika Belanda memungut pajak yang tinggi kepada rakyat.
Warga mulai memainkan kesenian Reog Cemandi saat tentara Belanda hendak menyerang warga. Belanda dibuat ketakutan dan mengurungkan niatnya menyerang warga Desa Cemandi lantaran penampakan Reog Cemandi yang terlihat menyeramkan.
Baca juga: 6 Ciri Khas Batik Jawa Timur |
2. Pemain Reog Cemandi
Jumlah pemain Reog Cemandi mencapai 13 orang, yang meliputi penari barongan, pemusik atau penabuh gendang, dan pemain angklung. Dilansir dari situs resmi Universitas STEKOM, Reog Cemandi memiliki dua tokoh topeng barongan sebagai berikut.
Barongan Lanang
Topeng barongan lanang dibuat dari kayu nangka yang membentuk seperti paras pria menyeramkan. Wajah sosok pria pada topeng tersebut berwarna merah dan berkumis.
Adapun pakaian yang digunakan barongan lanang, yakni pakaian serba hitam dengan kaus lerek atau kaus polos berwarna merah. Barongan lanang juga dilengkapi senjata pedang.
Barongan Wadon
Sama seperti topeng lanang, tetapi topeng barongan wadon menyerupai sosok wanita cantik dengan wajah berwarna putih. Pakaian yang dikenakan, yakni kebaya dan/atau batik dengan membawa selendang.
3. Pemusik Reog Cemandi
Reog Cemandi diiringi pemusik, di mana pemusik yang terlibat sebanyak 6-7. Mereka memainkan kendang yang terbuat dari kayu nangka yang ditutup dengan kulit kambing di satu sisi atas. Pakaian yang dikenakan pemusik Reog Cemandi, yakni pakaian serba hitam yang dipadukan dengan kain berwarna cerah.
4. Penampilan Reog Cemandi
Reog Cemandi biasanya akan ditampilkan pada acara tertentu, seperti karnaval, pernikahan, peringatan hari besar Islam, HUT RI 17 Agustus, serta hari jadi Kabupaten Sidoarjo. Kesenian ini juga rutin ditampilkan untuk mengusir roh jahat dan berbagai bentuk keburukan.
5. Generasi Penerus Reog Cemandi
- Dul Katimin
- Mudindari
- Senapi Munaji
- Susilo
Artikel ini ditulis oleh Nabila Meidy Sugita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)