Melihat Ritual Manten Kopi di Blitar yang Dilengkapi Kembar Mayang

Melihat Ritual Manten Kopi di Blitar yang Dilengkapi Kembar Mayang

Erliana Riady - detikJatim
Senin, 10 Jul 2023 17:07 WIB
Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang.
Kembar mayang dalam ritual Manten Kopi di Blitar yang diangkat di atas bahu. (Foto: Erliana Riady/detikJatim)
Blitar -

Perkebunan Kopi Kawisari Wlingi menggelar ritual manten kopi. Kearifan lokal ini tetap terjaga lestari sebagai media melangitkan doa agar hasil panen kopi melimpah dan berkah.

Aroma dupa menguar di sela dedaunan kopi yang lebat menghijau di lereng sebelah barat Gunung Kawi. Ditanam di lahan dengan ketinggian 1.000 MDPL, buah kopi yang memerah siap dipetik para pekerja di perkebunan yang didirikan Belanda sejak 1870 ini.

Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang.Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang. (Foto: Erliana Riady/detikJatim)

Serangkaian sesaji berupa kembang setaman, takir buceng jejeg, ayam ingkung, serta sesisir pisang raja sebagai simbol kemakmuran diletakkan di bawah pohon yang berbuah paling lebat di antara lainnya. Janur kuning melengkung di pohon kopi pilihan sebagai media melangitkan harapan ke nirwana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mbah Wari (78) selaku sesepuh membacakan rapalan doa dan pengharapan agar musim panen kopi tahun ini hasilnya semakin berkah dan menyejahterakan semuanya. Baik alam maupun kehidupan lain di areal seluas 850 hektare.

Selanjutnya, Mbah Wari memilih biji kopi terbaik untuk dipetik. Setelah memetiknya, biji kopi itu lantas dimasukkan ke dalam wadah untuk dibawa ke gedung pengolahan.

ADVERTISEMENT

"Manten kopi itu menyatukan Srigondel atau kopi wadon dan Jokogondel simbol kopi lanang. Semoga saat menjalani kehidupan ini ikatannya saling menguatkan. Semoga panen tambah banyak dan meningkatkan kesejahteraan pemilik dan semua pekerja serta alam sekitarnya," kata Mbah Wari kepada detikJatim, Senin (10/7/2023).

Prosesi menyatukan Srigondel dan Jokogondel dalam manten kopi itu juga dilengkapi dengan kembar mayang. Pekerja pria mengarak kembar mayang itu ke dalam pabrik pengolahan kopi. Di pintu gerbang pabrik, 2 pekerja perempuan menukarkan kembar mayang yang dibawa dalam ritual seserahan.

Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang.Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang. (Foto: Erliana Riady/detikJatim)

Kemudian, semua ubo rampe dibawa menuju mesin tempat produksi biji kopi. Ubo rampe itu diletakkan di depan mesin utama penggerak merek James Gordon buatan London tahun 1910.

Dari mesin itulah semua mesin di pabrik pengolahan kopi itu bergerak. Mbah Wari duduk tepekur sembari merapalkan doa di antara kepulan asap dupa yang yang terlihat lembut membelai setiap peralatan di dalam ruang produksi utama.

Selanjutnya adalah selamatan. Gudang tempat penyimpanan kopi menjadi lokasi diletakkannya aneka makanan tradisional yang sarat filosofi. Ada urap-urap, jajanan pasar, polo pendem, jenang sengkolo, dan ambeng buceng jejeg.

"Seperti jajanan pasar itu maknanya supaya usaha kebun kopi ini ramai lancar seperti pasar. Polo Pendem itu mengingatkan kita bahwa semua berasal dari bumi. Jenang sengkala itu tolak balak kebun kopi ini. Kalau buceng jejeg agar usaha ini tegak lurus dan membawa berkah kepada pemilik, pekerja, dan semesta," ulas Mbah Wari.

Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang.Manten kopi di Blitar yang dilengkapi dengan kembar mayang. (Foto: Erliana Riady/detikJatim)

Usai dari ruang produksi sesaji kemudian dibawa ke ruangan terbuka, di mana para pekerja wanita sibuk memilah kopi. Dengan lori klasik, Sang Mandor kebun menyiapkan polo pendem, buah, dan minuman manis untuk dibagikan kepada semua pekerja. Lori pun berhenti di deretan meja terpajang lilin, yang juga ditaruh di atasnya karung berisi biji kopi.

Akulturasi budaya Jawa dan etnis Thionghoa terlihat jelas dalam ritual itu. Doa terakhir dipanjatkan di depan semacam altar dengan patung burung sebagai ampingannya.

"Ritual manten kopi ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Kami tetap lestarikan karena menjadi keyakinan kami, sebagai ungkapan rasa syukur atas melimpahnya panen kopi di perkebunan tertua di Jawa Timur ini," ujar Agus Harianto, petugas Bagian Pengembangan Perkebunan Kawisari.




(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads