Malang ternyata punya rumah khas. Rumah khas yang biasa disebut Hamure wong Malang atau rumahe orang Malang ini punya gaya arsitektur berbeda. Hal ini menyesuaikan dengan letak geografis dari wilayah Kota Apel.
Salah satu rumah khas Malang bisa ditemukan di kawasan Kayutangan Heritage yang lokasinya di Jalan Arif Rahman Hakim Gang 6, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Untuk menemukan rumah ini, pengunjung bisa berjalan menyusuri gang sejauh kurang lebih 500 meter. Nantinya, pengunjung akan menemukan rumah 1870 milik keluarga dari Nur Wasil. Penamaan rumah 1870 merujuk pada tahun rumah tersebut didirikan. Sementara, rumah tersebut sebenarnya bernomor 998.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bangunan rumah berukuran 8 x 11 meter persegi itu beratap perisai dan mempunyai listplang ornamen Betawi. Bangunan utama dari rumah itu masih utuh dengan kesan zaman dulu yang bisa terlihat dari pintu dan juga jendelanya.
Sementara bahan bangunan temboknya juga menggunakan batu bata yang besar. Lantainya pun juga sama masih menggunakan ubin tegel berwarna coklat muda.
Tim Ahli Cagar Budaya Jawa Timur Budi Fathony mengatakan, rumah keluarga Nur Wasil itu sudah berusia 153 tahun, ini sesuai dengan angka pembangunannya yakni di tahun 1870-an.
"Itu bisa dibilang merupakan rumah asli atau khas warga Malang, sesuai dengan gaya arsitekturnya dan ornamen-ornamennya. Tahun pembuatan 1870-an," ujar Budi Fathony kepada detikJatim, Kamis (7/6/2023).
![]() |
Fathony mengaku, bentuk rumah 1870 di Kampung Kayutangan itu dibangun menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Malang pada waktu itu.
Letak geografis juga mempengaruhi dalam desain atau denah rumah. Hal ini membedakan rumah warga Malang dengan rumah khas daerah lain.
"Letak geografis sangat mempengaruhi. Ada beberapa rumah lain yang mirip arsitekturnya. Dan itu dibilang sebagai rumah khas Malang. Ada bangunan yang sama di wilayah Bumiayu," aku dosen Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.
Sementara Taufik Priyo (50), pemilik rumah menyampaikan bahwa hanya ada satu kali renovasi yang dilakukan sejak dibangun pada 1870. Yakni menambah ruang kamar yang dulunya satu ruang kamar besar dan satu kamar kecil ditambah satu kamar lagi di bagian belakang serta pengecatan rumah.
"Sesuai wasiat bapak rumah harus dijaga, ini 90 persen masih sama dengan awal dulu," ujar Taufik terpisah.
Taufik menceritakan, sebelum dimiliki kakek buyutnya, rumah 1870 ini merupakan rumah milik orang Belanda.
Baru kemudian rumah tersebut diserahkan kepada Atmi Prata dan diwariskan ke keluarga Nur Hadi dan ke putranya Nur Wasil.
"Terakhir diwariskan ke bapak saya Nur Wasil hingga sekarang ini," katanya. Taufik sendiri mengaku lahir di rumah tersebut dan tinggal bersama empat saudaranya.
Untuk saat ini, rumah 1870 ini tak dihuni. Keluarga Taufik menyewakan kepada siapapun yang ingin tinggal sementara. Sudah beberapa kali rumah tersebut disewa oleh sejumlah orang.
"Katanya habis ini dijadikan untuk pusat informasi. Saya dengan saudara sudah tidak tinggal di sini. Sudah punya rumah sendiri," bebernya.
Karena bentuknya yang unik dan punya nilai sejarah. Rumah 1870 banyak ditawar orang untuk membelinya. Namun, Taufik dan keluarga menyatakan bahwa tak akan menjual rumah tersebut.
(hil/iwd)