Tak Ada Masyarakat Kelaparan Saat Ithuk-Ithukan di Banyuwangi

Tak Ada Masyarakat Kelaparan Saat Ithuk-Ithukan di Banyuwangi

Eka Rima - detikJatim
Jumat, 02 Jun 2023 21:30 WIB
Ithuk-ithukan di Banyuwangi.
Ithuk-ithukan di Banyuwangi. (Foto: Istimewa/dok Pemkab Banyuwangi)
Banyuwangi - Masyarakat Suku Osing Banyuwangi menggelar tradisi Ithuk-ithukan. Tradisi itu digelar sebagai wujud syukur atas berkah sumber mata air yang melimpah.

Puluhan warga Dusun Rejopuro dan Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah memakai busana khas suku Osing mengikuti tradisi yang telah digelar secara turun-temurun itu.

Para pria memakai setelan hitam-hitam, sedangkan kaum hawa memakai kebaya yang juga berwarna hitam dengan bawahan jarik Banyuwangi.

Dalam bahasa Osing, ithuk berarti alas makan yang terbuat dari daun pisang. Tradisinya, ithuk dan baskom berisi aneka menu makanan sederhana itu disunggi oleh para ibu.

Selanjutnya, warga bersama-sama mengarak berbagai menu makanan, salah satunya Ingkung Ayam Bakar, yang sudah disiapkan di atas daun pisang itu keliling kampung.

Tetua Adat Dusun Rejopuro, Sarino mengatakan bahwa tradisi Ithuk-ithukan digelar setiap tanggal 12 Dzulqaidah dalam kalender Islam.

"Banyaknya ithuk yang disajikan menandakan bahwa semua warga harus kebagian makanan, jangan sampai ada masyarakat yang kelaparan," ujarnya, Kamis (1/6/2023).

Arak-arakan ithuk itu dimulai dari pusat permukiman Rejopuro menuju Sumber Hajar, yakni sumber mata air utama yang memenuhi kebutuhan air bagi warga di 2 dusun.

Setelah para warga berkumpul, mereka menggelar doa bersama di dekat sumber itu. Menu yang dibawa kemudian disajikan dan dimakan bersama-sama.

Sarino mengatakan bahwa Sumber Hajar adalah mata air yang penting bagi masyarakat Rejopuro. Sumber itu menyimpan air melimpah yang dimanfaatkan warga untuk berbagai keperluan, termasuk mengaliri sawah.

"Berkat sumber air itu pula, hidup kami di sini terasa nikmat. Warga menjadi dekat satu sama lain," katanya.

Kepala Desa Kampunganyar Siti Latifah menambahkan bahwa tradisi Ithuk-ithukan mengajarkan warga untuk selalu berbagi. Tradisi itu juga untuk memupuk kebersamaan.

Tradisi yang dilakukan beramai-ramai itu, kata Ifah, menunjukkan pentingnya arti kebersamaan. Dengan bersama-sama masyarakat bisa menjaga satu sama lain.

"Kami akan terus menjaga tradisi ini di tengah modernitas yang terus tumbuh. Tradisi yang diwariskan leluhur kami ini menunjukkan bagaimana kami akan selalu saling berbagi dan menyayangi sesama manusia," kata Ifah.


(dpe/iwd)


Hide Ads