Bagi orang awam, Tugu Pahlawan dan sekitarnya merupakan lokasi bersejarah arek-arek Suroboyo dalam merebut kemerdekaan RI. Namun, tak banyak yang mengetahui bila sebelumnya sempat berdiri keraton di lokasi itu.
Dalam buku pelajaran sejarah, hampir tak pernah dibahas perihal keberadaan Keraton Surabaya tersebut. Kendati demikian, letak dan beberapa peninggalannya masih ada dan nampak hingga saat ini.
Dari data dan pantauan detikJatim, keberadaan Keraton Surabaya ditandai dengan nama beberapa kampung yang ada di sekitar Tugu Pahlawan. Di antaranya adalah Kampung Kauman dan Maespati (Maspati).
Salah satu pegiat sejarah Begandring Soerabaia Nanang Purwono membenarkan adanya Keraton Surabaya. Kepada detikJatim, Nanang menegaskan beberapa nama jalan dan kampung di Surabaya masih berkaitan dengan Adipati Keraton Surabaya.
Menurut Nanang, Keraton Surabaya tak lepas dari pertempuran Raden Wijaya kala itu yang menang melawan pasukan Mongol. Pada 1293, Hujung Galuh berganti nama menjadi Curabhaya.
Pada 1625, Kerajaan Surabaya di bawah kepemimpinan Pangeran Pekik, mengakui kekalahan dan menyerah. Surabaya akhirnya menjadi milik Kerajaan Mataram.
Sisa kejayaan Keraton Surabaya kemudian memudar. Terlebih saat kolonial Belanda masuk ke Surabaya pada 1755. Sebab, Belanda kemudian meneruskan apa yang dilakukan mataram yakni mengalahkan dan mengambil alih Keraton Surabaya.
"Yang masih utuh hanya tata letaknya yang tidak berubah, tapi dalam arealnya bertumbuh yang lain-lain, areal alun-alun menjadi areal sekolahan, lalu menjadi kantor pos, dan lain sebagainya," kata Nanang kepada detikJatim, Kamis (9/3/2023).
Kendati tak ada bukti sejarah resmi dan baku bak monumen, Nanang menegaskan bila Keraton Surabaya dulu meliputi kawasan Kebonrojo dan sekitarnya. Menurutnya, salah satu bukti otentik keberadaan Keraton Surabaya yakni nama kampung bernama Kauman dan Maespati.
"Titiknya ya Masjid Kemayoran ini dulunya alun-alun, lalu keraton yang sekarang jadi kantor pos. Sebelum jadi kantor pos, itu kediaman dan kantor bupati karena tingkatannya di bawah raja, tapi kan gak ada rajanya di keraton sini (saat masa pemerintahan Hindia Belanda)," imbuhnya.
Nanang memperkirakan Keraton Surabaya meliputi kawasan Kebonrojo sebagai Taman Keraton. Lalu, Tugu Pahlawan sebagai Alun-alun Utara dan Alun-alun Contong di kawasan Baliwerti hingga Bubutan, yang disebut bagian dari Alun-alun Selatan.
Kini, alun-alun selatan menjadi Jalan Pahlawan. Dan alun-alun utara kini merupakan Masjid Kemayoran.
Lalu, sungai Kalimas yang berada di sekitarnya sebagai sarana lalu lintas yang utama untuk transportasi. Tepatnya, di dekat Plampitan dan Genteng.
Selain itu, lanjut Nanang, ada sejumlah nama kampung lain yang terindikasi juga menjadi bekas peninggalan keraton. Di antaranya Praban yang berasal dari kata Prabu atau raja, lalu Kranggan (Rangga) yang disebut pernah menjadi domisili pembuat keris (empu), hingga Kauman yang disebut pernah jadi hunian bagi para kaum muslim yang kini letaknya berada di belakang Masjid Kemayoran.
"Pembangunan kontruksi tata ruang Jawa di Masjid ini (Masjid Roudhotul Musyawarah / Kemayoran) sebagai perpindahan dari alun-alun Tugu Pahlawan. Jadi, tata letaknya ruang di belakangnya ini, Kauman, cilik kampunge (kecil kampungnya) yang membangun kala itu pemerintah Hindia Belanda, namanya Peter March dan tingkat karisedanan Surabaya, Romo Joyo Dirono," ujar mantan pewarta televisi di Surabaya itu.
"Jadi, ada nama kepala negara dan karisedanan negara, ini dulunya masjid pemerintah," tandas Nanang.
(pfr/iwd)