Isi Pidato Sakti Bung Tomo: Merdeka atau Mati!

Isi Pidato Sakti Bung Tomo: Merdeka atau Mati!

Rina Fuji Astuti - detikJatim
Rabu, 09 Nov 2022 16:54 WIB
Profil Bung Tomo dikenal sebagai sosok yang berperan penting dalam pertempuran 10 November. Seperti diketahui, 10 November adalah Hari Pahlawan Nasional.
Ilustrasi Bung Tomo/Foto: detikcom/Edi Wahyono
Surabaya -

Hari Pahlawan tak bisa dilepaskan dari sejarah Pertempuran 10 November 1945. Di mana, sejarah pertempuran tersebut tak bisa dilepaskan dari sosok Bung Tomo.

Bung Tomo memiliki nama lengkap Sutomo. Ia lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920.

Ia meraih gelar pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2008 di Istana Merdeka. Penghargaan tersebut diterima oleh sang istri, Ny Sulistina.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orasi Bung Tomo pada pertempuran 10 November 1945 membakar semangat Arek-arek Suroboyo untuk melawan Sekutu, dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pidato sakti Bung Tomo masih terngiang-ngiang hingga saat ini.

Dilansir dari laman Perpustakaan Sekretaris Negara RI, berikut ini pidato Bung Tomo:

Bismillahirrohmanirrohim

ADVERTISEMENT

Merdeka!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk Kota Surabaya. Kita semuanya telah mengetahui. Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangan tentara Jepang. Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara...

Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya,

pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berasal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Di dalam pasukan mereka masing-masing. Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung.

Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol. Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana. Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara. Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini. Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran. Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri. Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara kita semuanya. Kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu, dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya. Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia. Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Dengarkanlah ini tentara Inggris. Ini jawaban kita. Ini jawaban rakyat Surabaya. Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.

Hai tentara Inggris!

Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu. Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu. Kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu. Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita. Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah. Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih. Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga.

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting! Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, Maka kita akan ganti menyerang mereka itulah kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara. Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!

Dan kita yakin saudara-saudara. Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Merdeka!!!

Mengenal Bung Tomo Lebih Jauh

Bung Tomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah. Juga keluarga yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan. Bung Tomo mengaku mempunyai hubungan darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro.

Di usia muda, Bung Tomo sudah aktif dalam organisasi KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.

Bung Tomo juga memiliki minat pada dunia jurnalisme. Ia sempat menjadi wartawan lepas hingga pemimpin redaksi kantor berita Antara.

Ia meninggal dunia di Padang Arafah pada 7 Oktober 1981, saat menunaikan ibadah haji. Sesuai dengan wasiatnya, Bung Tomo tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Melainkan di Taman Pemakaman Umum Ngagel Surabaya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Menonton Teatrikal 'Kereta Api Terakhir Surabaya' di Stasiun Gubeng"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads