Indonesia kaya akan budaya dan masih dilestarikan hingga saat ini. Salah satunya Tradisi Nyadran Dam Bagong yang berasal dari Trenggalek, Jawa Timur (Jatim).
Tradisi Nyadran Dam Bagong adalah tradisi pelemparan tumbal kepala kerbau. Upacara Nyadran dilakukan di Dam Bagong Ngantru, Kabupaten Trenggalek.
Asal-usul Tradisi Nyadran Dam Bagong
Tradisi Nyadran Dam Bagong dilakukan untuk mengenang seorang ulama yang menyiarkan agama Islam di Trenggalek, yaitu Adipati Menak Sopal. Dia berperan penting terhadap kehidupan warga Trenggalek pada masa itu, khususnya wilayah Dam Bagong. Adipati Menak juga membangun pengairan sawah masyarakat di kawasan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Adipati pernah mengalami kegagalan dalam membangun dam atau alat pengairan. Ayahnya pun memberi saran untuk menumbalkan kepala gajah putih agar usahanya berhasil.
Walhasil, dia pun melaksanakan saran itu. Kepala gajah dimasukkan ke dalam sungai Bagongan, sedangkan dagingnya dibagikan kepada warga yang ikut gotong royong. Dari sinilah nama Dam Bagong berasal.
Pelaksanaan Tradisi Nyadran Dam Bagong
Tradisi Nyadran Dam Bagong diperingati tiap Jumat Kliwon bulan Selo atau bulan Zulkaidah dalam kalender Hijriah. Ritualnya diawali dengan tahlilan di samping makam Adipati Menak Sopal.
Kemudian dilanjutkan dengan ziarah makam yang diikuti oleh tokoh masyarakat dan warga. Sementara itu, di halaman sekitar komplek pemakaman disajikan hiburan tarian jaranan yang diikuti musik gamelan.
Pada puncaknya, ada aksi pelemparan tumbal kepala kerbau. Dalam upacara Nyadran Dam Bagong memang dikorbankan seekor kerbau yang kemudian disembelih. Para pemuda pun saling berebut kepala kerbau yang dilarung. Acara pun dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit.
Tujuan dan Makna Tradisi Nyadran Dam Bagong
Tradisi Nyadran Dam Bagong ini bertujuan untuk tolak bala serta ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, atas keberhasilan pembangunan Dam Bagong yang sangat besar manfaatnya. Selain itu, tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan terima kasih kepada Adipati Menak Sopal karena telah membangun Dam Bagong.
Sementara itu, ada makna khusus yang terkandung dalam Tradisi Nyadran Dam Bagong. Misalnya, dalam bergotong-royong tidak terlihat perbedaan antara warga yang berkecukupan dengan warga yang kurang mampu.
Masyarakat sangat kompak pada saat menyiapkan kebutuhan dan perlengkapan yang digunakan saat peringatan upacara Tradisi Nyadran Dam Bagong.
Bergotong-royong juga bisa meningkatkan rasa kebersamaan antarwarga dan mempererat tali silaturahmi antarwarga. Selain itu, bisa saling kenal antarwarga yang satu dengan warga yang lain.
Demikian asal-usul Tradisi Nyadran Dam Bagong dari Trenggalek. Semoga bermanfaat.
(hse/sun)