Usai merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia masih harus menghadapi berbagai pergolakan. Salah satunya adalah peristiwa G30S/PKI atau Gerakan 30 September pada 1965.
Seperti apa sejarah G30S/PKI? Berikut penjelasannya yang telah dirangkum detikJatim.
PKI
PKI merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kalangan intelektual, buruh hingga petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah berdirinya PKI bermula dari sebuah partai kecil berhaluan kiri yang bernama Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). ISDV didirikan oleh tokoh sosialis asal Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau dikenal dengan Henk Sneevliet.
Dalam buku sejarah untuk Kelas XII oleh Nana Supriatna dijelaskan, ISDV menyusup ke partai-partai lokal baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Pada 1920, PKI lahir dengan Semaoen sebagai ketua dan Darsono sebagai wakil ketua.
Pada Februari 1948, PKI dan Partai Sosialis membentuk front bersama, yaitu Front Demokrasi Rakyat. Front ini tidak bertahan lama, namun Partai Sosialis kemudian bergabung dengan PKI.
Pada 11 Agustus 1948, tokoh PKI, Musso kembali ke Jakarta setelah dua belas tahun di Uni Soviet. Pada 5 September 1948 dia memberikan pidato anjuran agar Indonesia merapat kepada Uni Soviet. Anjuran itu berujung pada peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, Jawa Timur.
Latar Belakang G30S
Terjadinya Perang Kemerdekaan Indonesia kedua membuat keadaan menjadi serba darurat. Pemerintah Indonesia tidak sempat menuntaskan tindakan pembubaran PKI. Kaum kiri yang sebelumnya menjadi tawanan terpaksa dilepas atau berhasil lolos dari penjara.
Mengutip dari buku Tragedi Fajar Perseteruan Tentara-PKI dan Peristiwa G30S karya Agus Salim, PKI mulai bangkit kembali pada 1949. Salah satu tokoh PKI yang berhasil lolos adalah Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, sosok muda yang kemudian menjadi pemimpin terakhir PKI.
Di bawah kepemimpinan DN Aidit, PKI semakin berkembang dengan pesat. Jumlah anggota PKI semakin meningkat dari 8.000 anggota hingga menjadi 3 juta anggota. PKI juga mulai masuk dalam sistem parlementer.
Secara umum, G30S/PKI dilatarbelakangi oleh kemunculan konsep ideologi Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom) yang berlangsung dari tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno ingin menyertakan PKI dalam konsep Nasakom tersebut.
Di sisi lain, TNI AD masih tidak bisa menerima keberadaan PKI. TNI AD pun menolak konsep Nasakom karena dianggap hanya menguntungkan PKI.
Hal ini memicu ketidakharmonisan hubungan antara TNI AD dan PKI. Pertentangan ini juga turut melatarbelakangi peristiwa G30S/PKI.
Tujuan dan kronologi G30S/PKI di halaman selanjutnya...
Tujuan G30S/PKI
Tujuan utama G30S/PKI adalah menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, berikut tujuan G30S/ PKI yang lain:
- Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis
- Menyingkirkan TNI AD dan merebut kekuasaan pemerintahan
- Mewujudkan cita-cita PKI untuk menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan
- Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis
- Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
Kronologi G30S/PKI
Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Kecurigaan tersebut memunculkan desas-desus tentang adanya sekelompok jenderal atau Dewan Jenderal yang hendak mengudeta Presiden Soekarno.
Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung Samsuri selaku Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa (pasukan khusus pengawal presiden) memimpin sekelompok pasukan untuk menculik sejumlah perwira tinggi TNI AD yang terlibat dalam Dewan Jenderal.
Perwira tinggi TNI AD yang dimaksud adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
Dalam buku G30S, Fakta atau Rekayasa? karya Julius Pour, Letkol Untung membagi eksekutor ke dalam tiga satuan tugas. Yakni Satgas Pasopati, Satgas Bimasakti dan Satgas Pringgodani.
Ketiga pasukan tersebut mulai melancarkan aksinya pada tengah malam, tepatnya pada pergantian Hari Kamis, 30 September menuju Hari Jumat, 1 Oktober 1965. Gerakan yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari ini kemudian diubah menjadi Gerakan 30 September.
Sebenarnya, tidak ada perintah untuk membunuh para perwira tinggi tersebut. Namun, Kepala Biro Khusus PKI Sjam Kamaruzaman menginstruksikan untuk membawa para jenderal baik dalam keadaan hidup atau mati.
Saat memasuki waktu fajar, seluruh pasukan G30S kembali ke Lubang Buaya. Wakil Komandan Satgas Pringgodani Mayor Gatot Soekrisno kebingungan ketika para pasukan menurunkan empat orang yang terikat dan ditutup matanya serta tiga mayat. Keempat orang yang masih hidup kemudian dieksekusi dengan ditembak mati oleh pasukan G30S.
Pihak TNI AD yang berpihak kepada ketujuh jenderal menjadi yakin bahwa dalang dari Peristiwa G30S adalah PKI. PKI melakukan itu karena ingin merebut kekuasaan dengan cara menculik dan membunuh para perwira tinggi TNI AD yang anti-komunis. Adapun desas-desus keberadaan Dewan Jenderal hanya sebagai alibi bagi PKI untuk mendapatkan pembenaran atas Peristiwa G30S.
Itulah sejarah G30S/PKI. Usai gerakan tersebut terjadi, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI.
Simak Video "2025 Wajib Melek Financial, Belajar di Sini! Gratis"
[Gambas:Video 20detik]
(hse/sun)