Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Surabaya Ini Berusia 212 Tahun

Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Surabaya Ini Berusia 212 Tahun

Tim DetikJatim - detikJatim
Kamis, 26 Mei 2022 12:42 WIB
Gereja Kepanjen
Gereja Kepanjen (Foto file: Amir Baihaqi/detikJatim)
Surabaya -

Nama Resminya, Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria. Namun masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Gereja Kepanjen. Gereja ini diyakini sebagai yang tertua di Surabaya.

Inisiator pembangunan Gereja Kepanjen adalah Pastor Philipus Wedding bersama rekannya Hendricus Waanders. Mereka datang dari Belanda dan tiba di Surabaya pada 12 Juli 1810.

Selama 6 bulan menetap di Surabaya, Pastor Wedding kemudian melanjutkan perjalanannya ke Batavia. Sedangkan Waanders memilih menetap dan mendirikan rumah pastoran di Jalan Merak Cendrawasih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu pengurus gereja bernama Edi Candra Ongkowijoyo (40) menuturkan rumah pastoran ini kemudian menjadi cikal bakal bangunan gereja. Bangunan ini lalu dipindah ke Jalan Kepanjen pada tahun 1889 dan baru diresmikan pada 1900.

Dengan begitu, Edi menghitung Gereja Kepanjen telah berusia 212 tahun. Ini kalau dihitung sejak berdirinya rumah pastoran yang telah melakukan pelayanan umat sejak tahun 1810.

ADVERTISEMENT

"Aslinya awal bangunan bukan di sini (Jalan Kepanjen). Tapi kemudian tahun 1889 dipindah di Jalan Kepanjen dan diresmikan pada tahun 1900," tutur Edi.

Menurut Edi, Gereja Kepanjen sejak berdiri telah mengalami setidaknya tiga kali renovasi yaitu pada tahun 1950, 1960 dan 1996. Pada renovasi pertama yakni periode 1949-1950 karena bangunan sempat terkena bom saat perang kemerdekaan.

"Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1949-1950 akibat setengah atap dari gereja terkena bom selama perang kemerdekaan," ujar Edi.

"Pada renovasi pertama, kedua menara dihilangkan. Renovasi kedua ada pergantian kaca. 1996 renovasi dilakukan kembali dan kedua menara dipasang lagi sampai kini," lanjutnya.

Mengalami tiga kali renovasi, gereja yang khas bergaya arsitek Eropa itu otomatis mengalami perubahan struktur di beberapa bagian, terutama pada bagian dalam dan atap.

"Yang masih asli sejak awal berdiri hanya bagian depan. Itu masih terlihat dari dinding batu bata merah yang diambil dari Eropa," beber Edi.

Sedangkan untuk daya tampung, Edi menyebutkan bisa menampung sampai 2.000 jemah dalam setiap misa besar. Bahkan jika jemaah membludak, halaman gereja juga masih bisa menampung 1.000 jemaah.

"Kalau sampai halaman di luar bahkan bisa menampung total sekitar 3.000 jamaah," tandas Edi.

Dikatakan Edi, gereja ini terbuka untuk umum, namun untuk bisa masuk, pengunjung diminta untuk melapor terlebih dahulu. Pihak gereja juga dapat menyediakan pendamping untuk memberikan penjelasan tentang seluk-beluk dan sejarah gereja ini.




(abq/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads