Pohon Sawo Kecik, Jejak Penanda Laskar Diponegoro di Blitar

Pohon Sawo Kecik, Jejak Penanda Laskar Diponegoro di Blitar

Erliana Riady - detikJatim
Sabtu, 23 Apr 2022 05:27 WIB
Masjid Ponpes Nurul Huda Kuningan Blitar yang diyakini sebagai titik awal penyebaran Agama Islam di Blitar.
Ponpes Nurul Huda Kuningan, Kanigoro, Blitar. (Foto: Erliana Riady/detikjatim)
Blitar -

Pondok Pesantren Nurul Huda di Desa Kuningan, Kanigoro diyakini merupakan ponpes tertua di Blitar yang menjadi titik awal penyebaran Islam di sana. Bahkan di era Perang Diponegoro, Ponpes itu menjadi tempat pelarian para laskar.

Di era Perang Diponegoro laskar pejuang banyak yang melarikan diri ke kawasan Blitar. Ada yang menyebut, sebanyak 157 orang pasukan itu menjadikan masjid dan Ponpes Nurul Huda sebagai jujugan.

Bahkan usai kalah dari perang Jawa itu, bekas laskar Diponegoro masih terus diburu Belanda. Sebagian besar dari mereka pun lari ke wilayah timur, seperti menyebar ke eks Karisidenan Kediri dan Madiun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari situlah muncul cerita, bagaimana para pelarian laskar Diponegoro tetap menjaga komunikasi melalui sandi meski telah berganti nama. Seperti yang dilakukan Kiai Toya yang berganti menjadi Abu Mansyur.

Kiai Toya atau Abu Mansyur adalah keturunan Raja Mataram yang menjadi murid sekaligus menantu Syekh Abu Hasan pendiri Ponpes Nurul Huda. Banyak keturunan Abu Mansyur yang kemudian menjadi ulama hebat di Blitar.

ADVERTISEMENT

Beberapa di antaranya adalah Kiai Soleh dan Kiai Ali Yasin alias Mbah Manshur Kalipucung yang terkenal mengijazahi bambu runcing pasukan Hisbullah saat Perang 10 November 1945.

Sandi komunikasi laskar Pangeran Diponegoro yang sedang pelarian itu adalah dengan menanam Pohon Sawo Kecik di depan tempat tinggalnya. Sebagai tanda mereka adalah pengikut Diponegoro.

Sawo sendiri, menurut pengelola Ponpes Nurul Huda Moh Kirom Sidiq, berasal dari kata sufu fakum.

"Sufu Fakum artinya meluruskan barisan. Walaupun laskar Diponegoro kocar kacir mereka tetap berusaha merapatkan barisan. Setiap rumah laskar Diponegoro di sini ditandai dengan pohon sawo," ujarnya.

Dulu, kata Kirom, ada tiga Pohon Sawo Kecik yang ditanam di areal masjid. Namun saat perluasan masjid, dua pohon ditebang. Tinggal satu pohon di depan rumah Syech Abu Hasan yang tumbang dua tahun lalu.

Sekarang, beberapa pohon sawo tumbuh subur dan mulai berbuah di depan beberapa rumah keturunan Syech Abu Hasan. Baik yang berada di dalam areal masjid dan ponpes, ataupun di luarnya.

Karomah Syech Abu Hasan

Syech Abu Hasan pendiri Ponpes Nurul Huda merupakan salah satu guru bagi Laskar Pangeran Diponegoro. Tidak hanya menguasai ilmu Agama Islam ia juga menguasai ilmu perang dan strategi.

Karena kelebihannya itulah Syech Abu Hasan mendapat tugas menyiarkan Agama Islam di Brang Wetan atau Tanah Jawa sebelah timur.

"Dari cerita leluhur saya, perintah itu langsung dari Pangeran Diponegoro," kata pengelola Ponpes Nurul Huda, Moh Kirom Sidiq, Sabtu (23/4/2022).

Di usia 29 tahun, sebelum berangkat melaksanakan perintah syiar agama Islam itu, Syech Abu Hasan dianugerahi tombak Dwi Sula oleh Pangeran Diponegoro.

"Sampai saat ini senjata itu masih ada dan kami jaga sebaik mungkin," ujar keturunan ke-4 Syech Abu Hasan ini.

Dengan ilmu agama, kanuragan, dan senjata tombak itu konon Syech Abu Hasan selalu dijaga seekor harimau besar yang tak kasatmata. Karomah ini pula yang membuat Belanda kesulitan menangkapnya.

"Pernah Belanda itu nggrebek ke sini. Tapi mereka tidak bisa menemukan Mbah Abu Hasan. Padahal beliau santai merokok dan ngopi di teras masjid," tuturnya meneruskan cerita kakeknya.

Karena karomah itulah, masih banyak peziarah yang berdoa di makamnya. Bahkan, menurutnya, Gus Dur sering datang tengah malam tanpa diketahui orang lain untuk berziarah.

Gus Dur berdoa di pusara Kiai Said yang informasinya merupakan guru Hadratus Syech Hasyim As'yari atau KH Wahid Hasyim, kakek dari ayah Gus Dur.

"Kiai Said itu santrinya Mbah Hasan. Sama-sama orang kulonan, sama-sama Laskar Diponegoro," ungkapnya.

Masjid dan Ponpes Nurul Huda menyimpan sejarah panjang penyebaran Islam di Blitar. Sayang, tempat ini tidak dioptimalkan sebagai salah satu destinasi wisata yang terkelola dengan baik.

Padahal, selain bisa menjadi destinasi wisata religi, tempat ini bisa menjadi destinasi wisata edukasi bagi generasi muda.

Lepas mendapat ilmu tentang ponpes Nurul Huda pengunjung bisa menikmati jernihnya air berwarna hijau tosca dari sumber yang letaknya di sisi timur areal ponpes.




(dpe/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads