Suku Using Banyuwangi tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya. Salah satunya, mereka tetap menjaga struktur bangunan rumah adat Suku Using yang diwariskan secara turun temurun.
Rumah adat Suku Using Banyuwangi memiliki konsep yang unik dan berbeda dari rumah adat Jawa. Baik orientasi bangunan, pola ruang, bentuk arsitektur, maupun material bangunan yang dipakai.
Salah satunya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Di kampung Using ini masih banyak ditemukan rumah khas Suku Using.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau melihat sekilas mungkin sama. Tapi rumah adat Using ini jelas beda dengan rumah-rumah Jawa atau Bali," ujar Haidi Bing Selamet tokoh muda Desa Kemiren, Senin (4/4/2022).
Masyarakat Using di Desa Kemiren berpegang teguh pada adat dan warisan leluhur dalam tatanan sosial budaya yang sarat nilai kearifan lokal. Termasuk dalam hal rumah.
Rumah adat Suku Using adalah rumah yang sepenuhnya terbuat dari kayu. Rata-rata, kayu yang dipakai dari pohon Bendo, Cempaka, Tanjang, Potat,dan kayu Mangir.
Jenis-jenis kayu itu memiliki tekstur ringan dan kuat bertahan puluhan tahun. Ada juga yang memakai kayu dengan kualitas lebih baik, tapi harganya jadi lebih mahal.
"Faktor inilah yang membuat Desa Kemiren menjadi warisan Cagar Budaya dan mengembangkannya sebagai desa wisata," kata Haidi.
1. Atap
Perbedaan mencolok Umah Suku Using dengan rumah adat lain ada di bagian atap. Seperti umumnya rumah, gentingnya dari tanah liat. Tapi bentuk atapnya sebenarnya melambangkan kasta.
"Jadi ada tiga jenis atap yang membedakan rumah-rumah suku Using ini, yakni atap tikel balung, baresan, dan cerocogan," cetus Haidi Bing Selamet.
Ketiga jenis atap itu mengacu pada kemampuan ekonomi masyarakat Suku Using. Dari ekonomi atas, menengah, dan bawah.
Jenis atap tikel balung adalah bentuk paling sempurna dari rumah adat Suku Using. Atap srotong berjumlah 4 rab (atap) dengan 4 soko (pilar utama) dan 2 songgo tepas (penyangga samping).
"Rumah jenis ini biasanya dihuni keluarga mapan. Baik secara ekonomi atau memang dari golongan kasta yang tinggi pada zaman dulu," jelasnya.
Selanjutnya rumah adat Using dengan atap baresan. Menurut Haidi, rumah jenis ini adalah rumah untuk keluarga menengah.
Jenis itu memiliki 3 rab dengan 4 soko dan 2 songgo tepas. Sederhananya, rumah ini bentuk tidak sempurna dari jenis tikel balung. Bisa dikatakan jenis ini separuh dari rumah jenis tikel balung.
"Rumah dengan atap baresan ini adalah bentuk tidak sempurna dari tikel balung. Ini dulunya dihuni oleh suku dengan kemampuan menengah," katanya.
Jenis rumah adat Using yang terakhir adalah rumah beratap cerocogan. Rumah ini mirip dengan rumah di kampung pada umumnya dengan 2 rab dan 4 soko. Tanpa adanya songgo tepas.
"Untuk cerocogan ini atapnya ada dua. Rumahnya sederhana. Dulu ini simbol kalau penghuninya pasangan muda yang ekonominya masih lemah," kata Haidi.
Haidi memastikan, saat ini sudah jarang ditemukan rumah tipe cerocogan di Desa Kemiren. Kemajuan Banyuwangi di sektor pariwisata telah berdampak luar biasa terhadap perekonomian.
"Jika pun ada rumah jenis cerocogan itu sengaja dibangun untuk kepentingan home stay bagi wisatawan. Bangunannya pun sudah sangat bagus dibandingkan zaman dulu," katanya.
2. Pondasi, Dinding, dan Lantai
Tidak hanya atap, bagian rumah yang khas adalah pondasi utama Umah Using yang dibangun dengan susunan empat rangka berupa tiang kayu besar. Semua disusun dan disambung tanpa paku melainkan dengan pasak kayu.
Umah Using memang banyak memakai kayu. Termasuk lantainya yang biasa menggunakan kayu. Variasi lainnya, lantai itu menggunakan tanah. Di era sekarang, sudah banyak yang mengadopsi lantai dari keramik atau lainnya.
"Kalau yang asli ya dari kayu atau tanah. Cuman sekarang ada yang sudah agak modern. Misal lantainya pakai keramik tapi yang motifnya kayu," ujarnya.
Haidi menyebutkan, rumah ini tidak menggunakan bata atau batako sebagai tembok rumah melainkan menggunakan anyaman bambu yang biasa disebut 'gedheg'.
Untuk mendapat hasil yang bagus dan tahan lama, 'gedheg' dianyam dengan hanya mengambil kulit luar bambu. Ada pula rumah yang sepenuhnya menggunakan dinding dari papan kayu.
"Gedheg ada dua. Pakai bagian dalam atau diambil kulitnya. Yang bagus dan elegan pakai yang kulit luar. Dipoles lagi menjadikan itu lebih tahan lama," katanya.
Sebagaimana diketahui, mayoritas rumah adat Suku Using asli ini tidak memiliki jendela. Dinding depan dari gedheg atau papan kayu hanya dilengkapi ventilasi kecil di atasnya.
Untuk mempercantik ruangan, biasanya dipasang ornamen lukisan atau pot bunga dengan motif flora (peci-ringan, anggrek, ukel kangkung, ukel anggrek, dan ukel pakis) dan geometris (slimpet dan kawung). Ornamen itu dipasang pada doplag, ampig-ampig, gebyog (bale dan rumah), serta jeruji.
Pola tata ruang Umah Using secara umum dibagi menjadi tiga ruangan dalam sejajar.
Mulai dari pintu masuk depan dan membagi sisi rumah secara simetris. Tiga ruangan itu yakni bale, jrumah dan pawon.
Pada bagian bale atau ruang tamu, masih bisa dijamah tamu luar dan untuk pencahayaan cukup terang. Pada bagian jrumah atau inti rumah hanya bisa diakses oleh penghuni dan keluarga saja karena sifatnya pribadi. Pencahayaan di ruangan ini tidak seterang bale.
Sedangkan di bagian pawon atau dapur, cahaya dibiarkan masuk dari pintu belakang sehingga cukup terang. Selain untuk memasak, dapur juga berfungsi untuk mempersiapkan acara selamatan penduduk. Biasanya, Suku Using masih menyimpan padi di lumbung kayu yang merupakan bagian dari tradisi zaman dahulu.
"Mungkin zaman dahulu orang-orang menyimpan padi di lumbung depan rumah. Namun sekarang sudah tidak, semua kebutuhan pokok disimpan di dapur," ujar Suhaimi.
Sementara di bagian luar rumah terdiri atas, halaman depan, amper, ampok dan halaman samping. Amper atau ampiran berfungsi untuk menerima tamu atau biasa disebut teras rumah. Ampok adalah ruang tambahan yang ada di samping serambi rumah yang mempunyai fungsi sebagai ruang transisi dari luar dan dalam rumah.
Untuk atap rumah, ada tiga jenis atap yang membedakan pada rumah adat suku Using Banyuwangi ini. Di zaman dahulu, tiga jenis atap ini melambangkan suatu kasta yang membedakan tingkat ekonomi suku Using.
(dpe/dte)