Warga Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi terus memegang erat tradisi. Sebelum memasuki bulan Ramadan, mereka menggelar tradisi Resik Lawon.
Resik dalam bahasa Jawa memiliki arti bersih-bersih, sementara Lawon adalah sejenis kain mori atau kain kafan. Dalam tradisi ini, ada kain sepanjang 110,75 meter yang dibersihkan bersama-sama keturunan leluhur warga setempat.
Kegiatan digelar di Petilasan Ki Wongso Karyo atau biasa dikenal dengan Buyut Cungking, Jumat (18/3/2022). Ritual Resik Lawon ini harus diikuti para keturunan dari abdi dalem Buyut Cungking.
Ritual yang sudah dilakukan selama ratusan tahun secara turun temurun itu digelar mendekati bulan Ramadhan untuk membersihkan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tradisi kami melakukan pembersihan. Konsepnya adalah membersihkan Lawon atau kain putih di petilasan," ujar Jam'i juru kunci petilasan Buyut Cungking kepada wartawan.
Sejak pagi, masyarakat yang mengikuti ritual tersebut membersihkan petilasan Ki Buyut Cungking dari debu dan kotoran. Kemudian, mereka melepas kain putih yang menutup cungkup makam dan kelambu yang ada di sekitarnya.
Kemudian, kain-kain tersebut dilipat untuk dicuci di Dam Krambatan, Banyu Gulung yang berada di Kelurahan Banjarsari.
![]() |
Setelah dimasukkan ke dalam besek, para keturunan abdi dalem memikul lawon yang diikat dengan tali dan kayu. Jarak yang harus ditempuh untuk menuju Dam Krambatan sekitar 3 kilometer dan harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Begitu tiba di sungai, kain putih panjang itu langsung digelar dan dicuci bersama-sama.
Setelah lawon dicuci, warga kembali membawanya ke balai tajuk yang ada di lingkungan cungking. Di sana, kain kembali dibilas dengan air bersih yang sudah ditaburi bunga tujuh rupa.
Baca juga: Banyuwangi Gelar Festival Kitab Kuning |
Semua prosesi ritual dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan menyiapkan makanan untuk disajikan kepada tamu-tamu yang datang ke Balai Tajuk. Di tengah proses pembilasan, puluhan orang sudah berkumpul di sana untuk meminta air bersih bekas bilasan kain lawon.
"Setelah dibilas, kain lawon ini dijemur di tengah jalan desa. Kita pakai tali tambang diikat dengan bambu tinggi empat meter. Ini adalah puncak dari ritual resik lawon, sebelum kain-kain putih itu nantinya kembali di pasang di petilasan," tambahnya.
![]() |
Selama dijemur, kain putih itu tidak boleh jatuh dan terkena tanah, karena dipercaya akan berimbas kepada kondisi tertentu.
"Harapannya supaya bersih, setelah Ramadhan kan hari raya Idul Fitri. Jadi sekalian dibersihkan di sini," kata Jam'i yang merupakan juru kunci generasi ke-9 itu.
Kain mori yang sobek atau rusak diganti yang baru. Kemudian dipasang kembali sebagai kelambu di pondok persemayman Buyut Cungking di lingkungan pemakaman Lingkungan Cungking.
Baca juga: Yuk Ketahui 6 Lagu Daerah Jawa Timur |
Sementara itu, Dalang Ki Sunoto Carito (62) yang ikut dalam ritual tersebut mengatakan, ritual resik lawon merupakan langkah sesuci yang dilakukan masyarakat Cungking. Tak hanya semata membersihkan kain kafan atau lawon, ritual itu berarti untuk membuat masyarakat terutama yang tinggal di sekitar Lingkungan Cungking Banyuwangi agar tetap bersatu.
Ki Sunoto menyebut, ada banyak nilai gotong rotong yang berjalan selama ritual berlangsung.
Selain itu, pelaksanaan Ritual yang biasanya digelar di bulan ketiga memiliki nilai hitungan sandang, pangan dan papan. Artinya, setiap masyarakat yang ikut tak bisa lepas dari ketiga kebutuhan pokok itu.
"Niat utamanya selain nguri-nguri juga untuk bersih-bersih. Membersihkan hati dan semua jiwa, termasuk jiwa leluhur. Mereka boleh sudah pergi raganya tapi masih ada sukmanya," pungkas Sunoto.
(hil/iwd)