Tak hanya Desa Mirah dan Golan, Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, yang penduduknya tak bisa menikah. Ada juga kisah serupa di Desa Sedah dan Desa Pintu, Kecamatan Jenangan. Dua warga dari desa tersebut tidak bersatu alias menikah.
Jika dipaksa menikah, diyakini warga bakal ada petaka. Seperti cerai atau kejadian tidak diinginkan. Ini merupakan dampak dari kisah yang melegenda di antara dua desa tersebut.
"Awalnya dari kisah jejaka asal Dusun Ngadiro, Desa Pintu bernama Setrowijoyo," tutur Kasun Ngadiro, Imam Basuki, Senin (24/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imam menambahkan Setrowijoyo berniat menikahi putri cantik asal Desa Sedah bernama Sri Tanjung. Namun, Bhatara Warno, bapak Sri Tanjung tidak merestui. Sebab, Setrowijoyo atau calon mantunya dikenal berwatak pemarah, kejam dan keras.
"Tetapi, Bhatara Warno tidak berani menolak lamaran tersebut secara terang-terangan. Karena merasa kalah sakti," terang Imam.
Untuk itu, Bhatara Warno pun mengajukan syarat pitu (tujuh). Syaratnya, membangun taman suruh yang diapit dua gunung, membuat lumpang dan alu, membuat payung temanten dan paku untuk memaku gunung. Serta syarat tersebut harus dipenuhi dalam waktu semalam.
"Karena begitu tergila-gila pada Sri Tanjung, syarat yang berat itu pun dipenuhi Setrowijoyo," papar Imam.
Setrowijoyo yang sakti mandraguna pun meminta bantuan para jin untuk menyelesaikan tujuh syarat tersebut. Dan benar saja, syarat pitu yang diminta calon mertuanya berhasil dia selesaikan dalam waktu semalam.
![]() |
"Kemudian Bhatara Warno bersama keluarga dan tetangga mengecek ketujuh syarat tersebut," jelas Imam.
Bhatara Warno pun mengatakan hasil kerja calon mantunya tersebut hanyalah permainan anak kecil karena terbuat dari batu saja. Merasa diperlakukan, Setrowijoyo pun murka.
"Setrowijoyo pun bertanya apakah dia bisa menikahi Sri Tanjung, Bhatara Warno pun berujar untuk bertanya sendiri ke putrinya," imbuh Imam.
Saat ditanya, Sri Tanjung justru tidak memberikan jawaban dan tidak menanggapi. Akhirnya, Setrowijoyo pun murka dan mengubah Sri Tanjung menjadi batu dan dibuang ke wilayah Gunung Gawe.
Sementara alu, lumpang dan payung yang sudah dibuat pun juga turut dibuang. Payung dan paku dibuang ke gunung yang dikenal dengan Gunung Sepaku. Sedangkan Bhatara Warno ngrogo sukmo (Melepas sukma dari raga) dan menghilang. Namun dia tidak bisa kembali dan mati disusul Setrowijoyo.
"Dari kisah itu antara warga Desa Pintu dan Desa Sedah tidak bisa bersatu," kata Imam.
Menurutnya, pernah sekali ada dua warga yang nekat menikah. Namun pernikahan keduanya kandas di meja perceraian.
"Cuma satu itu aja, yang lain gak berani," pungkas Imam.
(fat/fat)