7 Warga Sidoarjo Sulap Rumah Jadi Tempat Budidaya Lobster

7 Warga Sidoarjo Sulap Rumah Jadi Tempat Budidaya Lobster

Anastasia Trifena - detikJatim
Selasa, 09 Des 2025 14:45 WIB
7 Warga Sidoarjo Sulap Rumah Jadi Tempat Budidaya Lobster
Budidaya lobster di Sidoarjo/Foto: Anastasia Trifena/detikJatim
Sidoarjo -

Warga RT 8 Desa Kemiri, Sidoarjo punya cara unik untuk menambah penghasilan. Tujuh rumah di lingkungan itu kompak memanfaatkan ruang kosong dan halaman mereka untuk membudidayakan lobster air tawar. Setiap rumah minimal mempunyai tiga kolam, yakni indukan, penetasan, dan penampungan.

Komunitas ini diberi nama Komunitas Budidaya Lobster Air Tawar (LAT) Sidoarjo. Ketua komunitas, Anton (43) menceritakan, awalnya ia hanya ingin menambah pemasukan lewat budidaya lobster air tawar di rumah orang tuanya.

"Saya belajar dari paklik (paman), sampai sekarang masih saya jadikan penasihat (pakar). Dari situ saya coba budidaya sendiri," urai Anton kepada detikJatim, Selasa (9/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ilmu itu kemudian ia sebarkan melalui obrolan dan edukasi kecil-kecilan kepada tetangga di sekitarnya hingga tujuh kepala keluarga tertarik mencoba. Empat tahun berjalan, budidaya itu kini berkembang dan memiliki kurang lebih 100 mitra yang tersebar di seluruh wilayah Sidoarjo.dan menjadi bagian dari ABLADI (Asosiasi Budaya LAT Indonesia).

ADVERTISEMENT

Keunikan lain ada pada sistem yang dipakai. Komunitas ini menggunakan sistem venturi yang membuat air keluar bersama oksigen sehingga kolam lebih stabil dengan peralatan yang minimalis. Sistem ini membuat lobster jenis red claw tumbuh lebih baik, bahkan ukuran konsumsi bisa mencapai 50 gram per ekor.

Keuntungan yang budidaya lobster air tawar cukup menjanjikan. Untuk ukuran konsumsi, satu kilogram bisa berisi sekitar 20 ekor dan dihargai Rp 120.000 sampai Rp 150.000 per kilogram. Jika hasil panen sedang bagus, tiap rumah bisa menorehkan keuntungan Rp 1 juta rupiah.

Budidaya lobster di SidoarjoBudidaya lobster di Sidoarjo Foto: Anastasia Trifena/detikJatim

Namun, budidaya rumahan tersebut tidak lepas dari tantangan. Anton mengakui bahwa sebagian besar biaya operasional masih berasal dari kantong pribadi para anggota. Mulai dari pembuatan kolam, pakan, hingga perawatan harian.

"Semua biaya mandiri tiap rumah, kita anjurkan biaya mandiri semampunya. Kita nggak maksa, kalau bisanya pakai kolam terpal monggo, yang penting bisa jalan untuk mengurangi biaya pengeluaran budidaya," ujarnya.

Keterbatasan lahan juga membuat kapasitas produksi sulit ditingkatkan. Kolam ditempatkan di halaman atau sela-sela rumah sehingga ukurannya kecil. Hal ini berdampak pada stabilitas lingkungan kolam.

"Sistem harus disiplin karena kualitas air sumur kadang berubah dan kolam nggak kena sinar matahari langsung. Merekayasa kolam itu susah," kata Imron (53), penasehat komunitas.

Namun, ia menegaskan kendala teknis masih bisa diatasi asal pembudidaya telaten.

Di tengah kondisi itu, permintaan konsumsi justru terus berdatangan. Sayang, stok terbatas membuat kelompok sering kewalahan memenuhinya.

"Setiap hari saya tolak permintaan konsumsi. Mau kirim apa? Stok aja nggak ada," ungkap Anton.

Permintaan ekspor dari Vietnam, Jepang, hingga Amerika pun sering masuk, namun tetap tak bisa dipenuhi. "Ekspor itu minimal satu ton. Kami jelas nggak mampu," tambahnya.

Di bagian pemasaran, Faaiz (25) menegaskan kebutuhan konsumsi memang tinggi, terutama dari restoran seafood dan hotel. "Yang cari banyak, tapi budidaya rumahan ini belum bisa mengejar. Di Jawa Timur lebih banyak yang fokus bibit," ujarnya.

Dengan potensi besar itu, mereka berharap pemerintah memberi perhatian nyata. Selama ini komunitas bergerak sendiri tanpa adanya dukungan lahan maupun pendanaan.

"Kalau produksi besar, harga lobster bisa stabil seperti lele," kata Anton. Ia menambahkan, "Harapan kami sederhana, ada dukungan supaya lobster ini bisa jadi komoditas unggulan Sidoarjo."




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads