Pemutaran musik di kafe, restoran, hotel, hingga pusat kebugaran kini tak sekadar menjadi pelengkap suasana. Musik telah menjadi elemen strategis dalam menarik minat pengunjung, menciptakan atmosfer yang nyaman, menambah nilai estetika tempat, hingga membuat pelanggan betah berlama-lama.
Namun, di balik fungsinya yang mendukung bisnis, pemanfaatan musik secara komersial kini masuk kategori penggunaan karya cipta yang dilindungi hukum. Dalam rangka melindungi hak pencipta lagu dan pemilik hak cipta, pemerintah mewajibkan pemilik usaha yang memutar musik di ruang publik untuk membayar royalti.
Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan diperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan pemutaran lagu dari media apapun, baik CD, USB, radio, maupun layanan streaming seperti Spotify, YouTube, atau Joox,tetap memerlukan izin resmi apabila digunakan untuk keperluan usaha. Berikut ini rincian aturan lengkapnya.
Siapa Saja yang Wajib Membayar Royalti?
Secara umum, semua bentuk usaha yang memanfaatkan musik atau lagu di ruang publik untuk mendatangkan keuntungan atau memberikan kenyamanan kepada konsumen harus membayarkan royalti. Adapun jenis usaha yang masuk sebagai subjek kewajiban ini antara lain sebagai berikut.
- Restoran, kafe, pub, bar, bistro, klub malam
- Hotel, pusat perbelanjaan, ballroom
- Tempat gym, pusat kebugaran, spa, salon
- Karaoke, bioskop, event organizer
- Transportasi publik seperti pesawat, bus, kereta, dan kapal
Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yaitu lembaga resmi pemerintah yang bertugas mengelola, menghimpun, serta mendistribusikan royalti kepada para pencipta lagu (melalui LMK Pencipta), dan pemilik hak terkait seperti performer, penyanyi, label musik (melalui LMK Hak Terkait).
Berapa Tarif Royalti Musik untuk Usaha Kuliner?
Tarif royalti ditetapkan berdasarkan Keputusan Menkumham HKI.02/2016 dengan menyesuaikan jenis ruang usaha. Berikut adalah contoh tarif royalti untuk sektor usaha kuliner bermusik.
Jenis Usaha | Royalti Pencipta | Royalti Hal Terkait |
Restoran & Kafe | Rp 60.000 per kursi/tahun | Rp 60.000 per kursi/tahun |
Pub, Bar, Bistro | Rp 180.000 per m²/tahun | Rp 180.000 per m²/tahun |
Diskotek & Klub Malam | Rp 250.000 per m²/tahun | Rp 180.000 per m²/tahun | |
Skema pembayaran royalti minimal dilakukan satu kali dalam setahun. Pemilik usaha dimudahkan karena dapat melakukan proses permohonan secara online melalui laman LMKN. Mekanisme ini meliputi pengisian formulir, penghitungan nilai royalti sesuai kapasitas usaha, pembayaran, dan penerbitan surat izin pemanfaatan musik.
Menariknya, pemerintah juga memberikan keringanan tarif, bahkan pembebasan royalti, kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Skema ini bertujuan mendorong perkembangan UMKM tanpa mengabaikan pentingnya penghargaan terhadap hak ekonomi para pemilik karya.
Apa Risiko Jika Tidak Membayar Royalti?
Menggunakan lagu tanpa izin di ruang usaha komersial bukan hanya pelanggaran etika, tetapi pelanggaran hukum. Contoh kasus yang pernah terjadi yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 122 PK/PDT.SUS HKI/2015.
Dalam kasus tersebut, pengelola sebuah tempat karaoke diwajibkan membayar royalti dan ganti rugi Rp 15.840.000 karena memutar musik tanpa izin dari LMK. Selain sanksi denda dan risiko gugatan hukum perdata, pelaku usaha juga bisa mengalami sejumlah kerugian.
Seperti kehilangan kepercayaan publik, mendapatkan teguran dari asosiasi, hingga berpotensi mendapat sanksi pidana jika terbukti dengan sengaja melakukan pelanggaran hak cipta. Dengan kata lain, kepatuhan terhadap aturan royalti bukan hanya urusan hukum, tetapi juga reputasi.
Respons Pelaku Usaha
Kebijakan wajib royalti menuai beragam respons dari pelaku usaha. Beberapa pemilik kafe memilih memutar lagu karya musisi independen yang sudah memberikan izin langsung, sementara sebagian lain memproduksi karya musik orisinal mereka sendiri.
Langkah ini ditempuh demi menghindari kewajiban royalti sekaligus menjaga suasana kafe tetap nyaman bagi pengunjung. Melansir detikBali, Jaaf Coffee Bar di Denpasar kini memutar lagu ciptaan sendiri.
Pemilik kafe telah membuat tujuh lagu yang sesuai dengan suasana cafenya dan berencana menambah koleksi lagu hasil kolaborasi dengan musisi lokal. Langkah kreatif mereka tidak hanya menghindari biaya royalti, tetapi juga memberikan identitas musik khas bagi brand usahanya.
Tak sedikit pula pelaku usaha kecil yang memilih mengurangi frekuensi pemutaran musik atau bahkan menciptakan "ruang sunyi" (silent café) sebagai konsep unik dan berbeda. Meski terkesan berani, strategi ini banyak diminati pelanggan tertentu yang membutuhkan suasana tenang untuk bekerja.
Cara Bayar Royalti Lagu secara Legal
Tak perlu bingung, pemerintah telah menyediakan mekanisme resmi yang transparan dan praktis. Berikut langkah-langkah yang bisa diikuti untuk memenuhi kewajiban pembayaran royalti lagu secara sah.
- Kunjungi situs resmi LMKN di www.lmkn.id
- Buat akun dan pilih jenis usaha.
- Isi formulir dan data usaha, termasuk luas area atau jumlah kursi.
- Hitung estimasi tarif royalti yang harus dibayarkan.
- Lakukan pembayaran melalui opsi transfer bank.
- Unduh surat izin pemanfaatan musik sebagai bukti legal penggunaan lagu.
Dengan melakukan pembayaran melalui prosedur resmi ini, pelaku usaha sudah aman secara hukum dan dapat memutar lagu secara tenang untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Pemutaran musik di ruang publik seperti kafe bukan lagi urusan sederhana penambah suasana. Ada aspek hukum yang harus dipatuhi sebagai bentuk penghormatan terhadap karya intelektual pencipta lagu.
Membayar royalti bukan hanya kewajiban, tetapi juga investasi dalam menjaga reputasi usaha. Jika Anda pemilik bisnis kuliner, tak ada salahnya mulai mengurus izin pemanfaatan musik agar operasional usaha berjalan lebih aman, nyaman, dan profesional.
(ihc/irb)