Warga Kota Minyak, Bojonegoro, masih menghadapi kesulitan akibat melonjaknya harga bahan pokok di awal tahun 2025. Kini, mereka kembali dibuat pusing dengan naiknya harga LPG 3 kg dari Rp 16 ribu menjadi Rp 18 ribu.
Kenaikan ini menambah beban pengeluaran dan berdampak pada kebutuhan dapur yang membuat warga semakin tertekan.
"Iki opo kok mundak kabeh regane barang pawon lan elpiji, sampek nggak iso tuku soale duite ora cukup (Ini kenapa kok naik semua harga sembako dan elpiji, sampai nggak bisa beli karena uangnya tidak cukup)," keluh Mak Tin, seorang warga di Pasar Sumberejo, Senin (20/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mak Tin menyebut, sejumlah kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga, seperti beras medium Rp 14 ribu per kilogram, minyak goreng merek Minyakita Rp 18 ribu, minyak goreng merek Fortune Rp 19 ribu untuk eceran, telur Rp 27 ribu per kilogram.
Lalu, ia menyebut, gula pasir naik jadi Rp 18 ribu per kilogram, serta air mineral galon dan kemasan botol yang naik hingga Rp 2 ribu per galon. Selain itu, harga sayuran dan cabai juga masih tinggi, mencapai lebih dari Rp 100 ribu per kilogram.
"Belanja ke pasar bawa uang Rp 100 ribu sekarang kurang untuk beli bahan makanan buat keluarga. Padahal cari kerja sekarang sulit. Dagang makanan juga modalnya harus nambah karena semua berubah harganya," ungkap Mak Tin.
Tidak hanya ibu rumah tangga, para pedagang makanan juga merasakan dampak kenaikan harga. Salah satunya adalah Mbah Dar, seorang pedagang nasi asal Kecamatan Balen. Ia mengaku terpaksa mempertahankan harga jual dagangannya agar tidak kehilangan pembeli, meskipun biaya modal terus naik.
"Tetep gangsal ewu setunggal bungkus nak. Nggih padahal nopo-nopo teng peken mundak regine (Tetap lima ribu rupiah satu bungkusnya. Ya padahal bahan pokok di pasar harganya naik)," ujar Mbah Dar.
Untuk menyiasati biaya yang meningkat, Mbah Dar memilih menggunakan kayu bakar untuk memasak nasi yang dijualnya. Sedangkan kompor elpiji hanya digunakan untuk keperluan pribadi.
"Elpiji didamel nek masak piyambak, nek sing sekul disade dimasak damel kayu bakar. Kadang kayune tumbas, kadang nggih diparingi tiyang (LPG dibuat masak sendiri, kalau nasi untuk dijual, dimasak pakai kayu bakar. Kadang kayunya beli, kadang ya dikasih orang)," tambahnya.
Warga berharap, harga kebutuhan pokok segera normal agar daya beli masyarakat tidak semakin menurun.
(irb/hil)