Untuk jaminan kualitas, Indonesia Australia Dorper Sheep Association (IADSA) mengimbau peternak membeli melalui jalur legal. Ras domba Dorper adalah persilangan antara Domba Black Head Persian dan Domba Dorset.
Chairman IADSA, Fazikka Ibrahim mengatakan, prospek bisnis breeder dorper yang menjanjikan sedang banyak dilirik para peternak domba. Tak heran, jika ada kenaikan permintaan sejak 3 tahun lalu.
"Selain biaya operasional lebih hemat dan masa panen lebih cepat, daging dorper ini lebih enak. Smelty, dibandingkan daging domba yang sering meninggalkan aroma prengus. Melting...serat daging tebal namun tidak alot. Nah Gen-Z dan milenial lebih menyukai sate domba dorper. Jadi permintaan daging dorper juga makin meningkat," jelasnya kepada detikJatim saat ditemui di Surabaya, Selasa (2/1/2024).
Sayangnya, kenaikan permintaan dorper ini menjadi celah bagi orang tidak bertanggung jawab. Banyak pedagang menawarkan FB Dorper lebih murah, sekitar Rp 25 juta per ekor. Namun ternyata indukan BF Dorper itu diimport dari Malaysia ataupun Thailand. Sehingga kemurnian "trah darah peranakan" Dorper patut dipertanyakan.
Baca juga: Panglima Domba yang Jadi Menteri Jokowi |
"Kami di asosiasi ini mengkuatirkan turunnya kualitas peranakan Dorper di Indonesia dengan semakin masif beredarnya FB Dorper ilegal ini. Genetikanya silanganya jadi gak baik. Karena kita jadi gak bisa tahu ini trackingnya dari mana, kualitas dagingnya nanti seperti apa. Maka dengan asosiasi ini, kami ingin memproteksi para peternak domba agar dapat jaminan mutu Dorper dan investasi di jalur yang legal," tandasnya.
Domba Black Head Persian memiliki keunggulan karakter yang tahan banting, tidak pemilih pakan pada saat digembalakan dan memiliki kemampuan mengasuh anak yang baik.Adapun Domba Dorset memiliki keunggulan dalam menghasilkan karkas (Bagian tubuh ayam setelah dilakukan penyembelihan secara halal) yang berkualitas dan pertumbuhan cepat.
Domba dorper merupakan ras domba jenis penghasil daging yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Ada banyak keunggulan dorper jika dibandingkan domba pedaging lainnya. Seperti Suffolk, Merino dan Texel.
Memelihara Dorper, lebih hemat biaya operasional dan lebih cepat masa panen. Karena dalam jangka waktu tiga bulan, bobot badan seekor Dorper bisa mencapai 30 kg. Sementara domba lokal untuk mencapai bobot yang sama, membutuhkan masa pemeliharaan hingga satu tahun lamanya.
Australia menjadi negara yang direkomendasikan sebagai penghasil varietas Dorper unggulan. Regulasi pemerintah Australia dalam pengembang-biakan varietas ini sangat detail dan ketat. Karena Australia dikenal sebagai industri peternakan, sehingga kualitas indukan Dorper Australia terjamin kualitas mutunya.
Jaminan kualitas mutu itu, ditunjukkan dengan nomor registrasi FB Dorper dari peternak dan sertifikasi setiap pembelian indukan Full Blood (FB) Dorper. Sertifikat itu menunjukkan secara detail tracking trah Dorper, kandang penghasil indukan sampai vaksin lengkap agar Dorper sehat jika dikirim ke negara lain. Masa karantina diberlakukan jika mengimport Dorper dari Australia. Dengan jaminan kualitas ini, tak heran jika harga seekor FB Dorper mencapai Rp 30 juta. Indukan FB Dorper ini kemudian dikawin silangkan dengan domba pedaging lokal.
Sementara bentuk proteksi IADSA itu di antaranya, mensosialisasikan produk knowledge Dorper Australia. Mereka juga sedang membangun sebuah aplikasi tracking indukan FB Dorper, sehingga peternak bisa memonitor langsung jalur trah indukan yang akan mereka beli.
Permintaan Domba Dorper Meningkat
Kehadiran asosiasi ini mendapat animo positif para pemain Dorper. Satu di antaranya Bondan Danu Kusuma. Seorang importir Dorper Australia yang tinggal di Condongcatur, Yogyakarta.
Bondan mengaku, ada kenaikan jumlah permintaan indukan FB Dorper Australia hingga 300 persen sejak 3 tahun terakhir. Namun persaingan usaha di kalangan importir menjadi tidak sehat saat mereka mendatangkan indukan FB Dorper dari negara selain Australia.
Bagi Bondan, persaingan usaha itu sah dilakukan asal tidak merugikan konsumen. Dugaan penipuan Dorper dari Wonosobo yang ternyata didatangkan selain dari Australia, membuat Bondan sangat kecewa.
Menurut Bondan, peternak Indonesia itu maunya harga pakan murah tapi bisa jual daging domba mahal. Kenyataannya, harga daging tidak sebanding lurus dengan harga pakan. Apalagi untuk Dorper ini investasi awalnya sudah mahal.
"Kasihan kalau peternak itu membeli aset yang salah (ilegal). Genetikanya tidak jelas, nanti hasil anakannya juga tidak jelas mutunya," tambahnya.
Menurutnya, peternak dirugikan biaya dan waktunya hanya atas nama import belaka. Belum lagi kalau diimport dari negara lain tidak menjalani masa karantina. Potensi membawa penyakit karena belum divaksin dan membawa penyakit tidak terdeteksi dan terdefinisikan dengan jelas.
"Kalau semua transaksi dorper melalui satu pintu di asosiasi ini, peternak akan mendapat jaminan kualitas mutu dan kesehatan Dorpernya. Investasi aset mahal, maka harus benar-benar mendatangkan keuntungan jangka panjang," paparnya.
Senada dengan Bondan, breeder Dorper asal Sukoarjo Solo, Noordam Uji Nugroho menyambut baik hadirnya IADSA. Meski baru seumur jagung dengan jumlah anggota belum mencapai 100 orang, namun hadirnya asosiasi ini mampu mengeliminir menjamurnya peredaran dorper ilegal di Indonesia.
"Tiga tahun lalu saya ambil empat pasang indukan FB dari Importir Dorper Australia. Memang ada sertifikatnya seperti akte kelahirannya. Jadi jelas trahnya, dan memang anak-anaknya berkualitas semua. Waktu merebak PMK, Alhamdulillah anakan Dorper di sini aman semua," aku Odam, panggilan akrabnya.
Odam menilai prospek breeding Dorper makin cerah ke depannya. Apalagi jika dibanding dengan peternak ayam layer atau broiler dan sapi. Karena kedua komoditas itu telah dikuasai kapitalis swasta sejak hulu sampai hilir. Dia mendukung adanya Indonesia Australia Dorper Sheep Association. Karena dengan adanya asosiasi ini, maka peternak domba bisa mengakses literasi dan knowledge yang benar tentang Dorper asli Australia.
(dpe/fat)