Usaha tanaman hias milik warga Kota Blitar ini patut diacungi jempol. Tanaman hias milik Pandu Aji (32) dan rekannya ini telah merambah pasar luar negeri. Hampir setiap pekan, tanaman hias diekspor ke Singapura, bahkan hingga ke Amerika Serikat (AS).
Pandu, warga Kelurahan Gedong, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar mengaku mulai menekuni usaha tanaman hias sejak 2019. Kala itu, tanaman hias hanya ditanam untuk kegiatan sehari-hari.
Setahun berikutnya, tanaman hias mulai banyak diburu saat pandemi COVID-19. Itu karena, kegiatan masyarakat di luar rumah dibatasi. Sehingga, banyak yang beralih melakukan kegiatan di rumah, termasuk dengan menanam tanaman hias.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu pas awal pandemi sudah ada tanaman hias, terus teman saya iseng untuk upload di e-commerce luar negeri. Seperti e-bay, nah dari situ ternyata banyak yang minat," terang Pandu saat ditemui detikJatim di Kantor DKPP Kota Blitar, Jumat (17/11/2023).
Pandu mengatakan, tanaman hias miliknya banyak dilirik pembeli dari luar negeri yang menggemari tanaman tropis. Bahkan, harga tanaman hias dibanderol cukup tinggi. Tanaman hias yang dihargai cukup tinggi yakni monstera adansoni (janda bolong), philodendron, syngonium, syndapsus, piper dan sebagainya.
"Macam-macam jenisnya, cuma yang paling banyak diminati itu mayoritas monstera, philodendron dan lainnya," imbuhnya.
Harga tanaman hias juga dijual bervariasi, tergantung jenis dan ukurannya. Mulai dari 5 US dollar, 20 US dollar, bahkan ada yang mencapai ratusan US dollar. Semakin langka tanaman hias, maka semakin mahal pula harganya.
Untuk mempertahankan usaha tanaman hias ini, Pandu menyebut harus pintar membaca peluang. Termasuk mempelajari cara pengemasan, penasaran dan sebagainya. Terlebih, untuk tanaman hias yang hendak diekspor.
![]() |
"Makanya kita sampai bikin CV, untuk bisa ngurus izin ekspor dan sebagainya. Kita juga menanam tanaman hias sendiri, supaya lebih mudah untuk memenuhi permintaan pasar," jelasnya.
Menurut Pandu, hampir 80 persen peminat tanaman hias adalah Amerika Serikat. Diikuti oleh negera lain, seperti UK, Polandia, Singapura dan sebagainya.
Pria lulusan jurusan multimedia di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) itu mengatakan, packing tanaman hias tak boleh sembarang. Seperti saat membungkus bagian akar maupun daun tanaman. Hal itu harus dilakukan secara teliti, agar tanaman tidak rusak ataupun mati.
"Sebenarnya kalau tanaman itu rusak atau mati, kita ada jaminannya, bisa diganti atau kirim ulang. Tapi alhamdulillah sejauh ini, masih cukup aman karena memang untuk packing harus hati-hati," imbuhnya.
Ditanya soal omzet, Pandu mengaku penghasilan dari tanaman hias tak menentu. Saat pandemi, omzet ekspor tanaman hias bisa mencapai sekitar Rp 400 juta per bulan. Namun, saat ini mengalami penurunan karena peminat tanaman hias tidak banyak seperti saat pandemi.
"Kalau sekarang ya sekitar Rp 50 juta, per bulan. Ya karena mungkin minim peminat, tapi kita tetap produksi tanaman hias. Tetap harus bisa bertahan, karena sudah bisa ekspor," terangnya.
Pandu dan rekannya sudah memiliki dua bangunan hidroponik untuk menanam atau memproduksi tanaman hias. Mereka juga memperkerjakan warga sekitar untuk membantu menjaga tanaman.
"Kadang kami juga manggil ibu-ibu sekitar untuk bantu nyiram, menanam dan sebagainya. Yang jelas kita tetap jaga kualitas dan berusaha membantu warga sekitar," tandas Pandu.
(hil/fat)