Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V Wilayah Jatim, Bali, Nusra melarang SPBU melayani pembelian pertalite dengan jeriken untuk dijual lagi. Pengamat ekonomi menganggap kebijakan itu wajar.
Gigih Prihantono Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menilai, kebijakan Pertamina MOR V itu untuk memang perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya panic buying di masyarakat.
"Saya kira ini memang perlu dilakukan karena isu kenaikan BBM ini lagi sensitif. Dibarengi kelangkaan minyak goreng dan naiknya bahan baku minyak," kata pria yang juga Dosen FEB Unair itu kepada detikJatim, Kamis (7/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, larangan penjualan BBM jenis pertalite yang menurut Pertamina telah berubah dari BBM Umum menjadi BBM khusus penugasan atau subsidi kepada pedagang bensin eceran bisa mengantisipasi kecenderungan panic buying itu.
"Ini kan produksi pertalite terbatas, atau sudah terjadi kelangkaan, dibarengi peningkatan harga pertamax dan pertamax turbo. Masyarakat yang tadinya pakai pertamax pindah ke pertalite. Akhirnya permintaan menjadi besar. Artinya ketika di SPBU habis belinya ke pedagang eceran," ujarnya.
Tidak hanya itu, menurutnya, bila pembelian pertalite dengan jeriken kepada pedagang eceran oleh SPBU tidak dilarang potensi penimbunan oleh para pedagang bensin eceran itu bisa terjadi.
"Di masa-masa seperti ini, kalau kita mau timbun sekalian pasti akan menguntungkan. Terutama bagi pedagang eceran, ya," katanya. "Jadi saya kira itu (pelarangan) harus dilakukan Pertamina. Pertamina juga saya pikir pasti meningkatkan pengawasan kepada SPBU."
Hal senada disampaikan Tony Seno Aji Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Menurutnya kebijakan Pertamina MOR V itu adalah kebijakan yang wajar.
"Ini stoknya kan mulai jarang, jadi di SPBU banyak antrean pertalite, dan banyak di antarnaya adalah pelanggan yang beralih dari Pertamax ke Pertalite karena harganya naik," ujar pria yang juga Dosen Fakultas Ekonomi Unesa itu.
Apalagi, kata dia, Pertalite yang saat ini merupakan BBM subsidi lebih diprioritaskan untuk angkutan umum. Pedagang eceran, kata dia, justru sektor yang informal meski cukup membantu masyarakat di daerah terpencil yang jauh dari SPBU.
"Cuman, kan, untuk BBM yang dijual oleh pedagang eceran itu keamanannya tidak terjamin. Sistem penjualannya juga tidak standar dan berbahaya. Jadi kebijakan itu untuk saat ini saya kira perlu. Itu untuk mengamankan stok jangka pendek dulu sampai harganya sudah normal," katanya.
(dpe/iwd)