2025 tinggal beberapa minggu lagi dan 2026 sudah menanti. Dalam merayakan pergantian tahun, masyarakat biasanya mempersiapkan terompet dan kembang api untuk memeriahkan. Tradisi ini sudah mengakar sejak dulu dan menimbulkan tanda tanya mengapa tahun baru identik dengan dua hal itu.
Suara terompet yang nyaring saat ditiup bersamaan sudah menjadi kegiatan wajib saat jam menunjukkan pukul 00.00. Diiringi pula dengan kerlap-kerlip kembang api yang bergantian menyala di langit.
Untuk menjawab awal mula mengapa tahun baru identik dengan terompet dan kembang api, detikJatim telah merangkum informasi dari beberapa sumber. Berikut penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengapa Tahun Baru Identik dengan Terompet dan Kembang Api?
Berakar dari tradisi militer, ritual keagamaan, hingga perayaan kerajaan di sejumlah negara, kebiasaan ini kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia. Seiring waktu, terompet dan kembang api pun menjadi simbol perayaan Tahun Baru yang juga akrab di Indonesia. Berikut asal-asulnya dari berbagai negara.
1. Tradisi Tiongkok
Tradisi meniup terompet ternyata datang dari negeri Tirai Bambu. Tradisi Tiongkok terbiasa membunyikan suara keras diiringi dengan petasan atau kembang api. Biasanya tradisi ini dilakukan saat perayaan tahun baru Imlek.
Membunyikan suara-suara keras saat pergantian tahun dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat dan membawa keberuntungan. Dulu, tepatnya saat abad ke-7, masyarakat Tionghoa menggunakan terompet bambu (souna/guanzi) dan membakar bambu untuk dijadikan petasan maupun kembang api. Suara yang nyaring dan ledakan dari kedua alat 'alami' itu juga dipercaya dapat mengusir Monster Nian yang diketahui selalu muncul saat tahun baru.
Kembang api yang dinyalakan melambangkan semangat baru, harapan, dan doa akan kemakmuran bagi masyarakat Tionghoa di tahun yang baru. Akhirnya tradisi rutin Tahun Baru Imlek ini menyebar ke seluruh dunia.
2. Tradisi Eropa
Selain China, sejak abad pertengahan ternyata banyak negara Eropa yang memiliki tradisi serupa. Masyarakat di sana meniup terompet beramai-ramai untuk mengumumkan peristiwa penting atau perayaan, termasuk tahun baru.
Meniup terompet dianggap sebagai simbol kegembiraan akan informasi baru yang dibawa. Tradisi ini kemudian dibawa oleh imigran Jerman ke Amerika hingga kini telah menyebar secara luas.
3. Tradisi Yahudi
Dalam tradisi Yahudi, terompet menjadi bagian penting dalam ritual keagamaan. Laman Low End Theory Club mencatat dalam Alkitab, terompet dipakai untuk menandai peristiwa besar, seperti kedatangan raja atau dimulainya perang.
Pada masa Romawi kuno, alat ini juga berfungsi sebagai penanda pergantian hari dan bulan. Tradisi tersebut berlanjut hingga kini, khususnya pada perayaan Tahun Baru Yahudi, yaitu Rosh Hashanah, setiap September.
Umat Yahudi meniup Shofar atau terompet melengkung yang melambangkan tanduk domba dalam kisah pengorbanan Isaac. Dirangkum National Geographic, tiupan Shofar di sinagoga dipahami banyak orang Yahudi sebagai ajakan untuk bertobat dan mencari pengampunan Tuhan.
Arti Terompet Saat Tahun Baru
Di berbagai negara, suara terompet yang lantang dan riuh kerap dianggap sebagai simbol kemeriahan yang menandai datangnya tahun baru. Bunyi tersebut menjadi penanda transisi waktu, sekaligus cara masyarakat mengekspresikan sukacita saat meninggalkan tahun lama dan menyambut tahun baru.
Low End Theory Club mencatat terompet telah lama menjadi elemen penting dalam beragam budaya setiap kali perayaan tahun baru. Dalam sejumlah tradisi kuno, tiupan terompet dipercaya sebagai suara pertama yang mengiringi detik-detik awal pergantian tahun, sebagai simbol pembuka sekaligus penanda siklus waktu baru.
Arti Kembang Api Saat Tahun Baru
Dalam buku "The Book of The Year: A Brief History of Our Seasonal Holidays" Anthony Aveni menjelaskan pergantian tahun biasanya bertepatan dengan musim dingin di banyak negara.
Karena itu, kehadiran api (termasuk dalam bentuk kembang api) dipandang sebagai simbol kehangatan yang mampu mengusir rasa dingin, sekaligus membawa kenyamanan di tengah malam pergantian tahun.
Selain memberi kesan hangat, kembang api juga sarat makna simbolis. Ledakan cahaya dan suara bisingnya dipercaya dapat menakut-nakuti roh jahat yang dianggap berkeliaran saat pergantian tahun.
Tradisi ini berangkat dari keyakinan bahwa cahaya terang dan dentuman keras akan menghalau energi buruk, sehingga masyarakat dapat memasuki tahun yang baru dengan rasa aman dan penuh harapan.
Mengapa 1 Januari Ditetapkan Sebagai Tahun Baru?
Berdasarkan paparan EBSCO dalam artikel "New Year's Traditions Around The World", penetapan 1 Januari bermula dari reformasi kalender yang dilakukan Julius Caesar pada 46 SM. Sebelum itu, kalender Romawi sering tidak sinkron dengan pergerakan matahari sehingga membuat penanggalan berantakan.
Berkat bantuan para ilmuwan, Caesar memperkenalkan kalender Julian yang menetapkan 1 Januari sebagai hari pertama dalam setahun. Tanggal ini dipilih karena berkaitan dengan bulan Januari, yang diambil dari nama dewa Romawi Janus, dewa berkepala dua yang memandang ke masa lalu dan masa depan. Simbolisme ini membuat 1 Januari dianggap sebagai momen ideal untuk menandai awal baru.
Masih merujuk sumber yang sama, kalender Julian kemudian menjadi dasar bagi kalender Gregorian yang diperkenalkan Paus Gregorius XIII pada 1582. Kalender inilah yang akhirnya digunakan secara luas di dunia modern dan menjadikan 1 Januari sebagai standar global untuk memulai tahun baru.
Meski sejumlah budaya masih memiliki kalender tradisional sendiri, dominasi kalender Gregorian membuat tanggal 1 Januari diakui secara internasional sebagai pergantian tahun hingga hari ini.
(hil/irb)











































