Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu daerah rawan bencana hidrometeorologi. Sepanjang 2025, tercatat ratusan kejadian bencana terjadi di wilayah tersebut.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pasuruan mencatat, selama periode Januari hingga November 2025 terjadi lebih dari 448 kejadian bencana. Rinciannya meliputi angin kencang sebanyak 161 kali, banjir genangan 112 kali, serta tanah longsor 101 kali. Selain itu, tercatat 54 kejadian pohon tumbang dan delapan kali kebakaran lahan atau hutan. Sementara itu, kekeringan terjadi di 12 desa.
"Untuk angin kencang, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Pasuruan rawan terdampak. Kondisi ini secara otomatis dapat menyebabkan pohon tumbang. Angin kencang juga mengakibatkan kerusakan rumah, baik ringan, sedang, maupun berat," kata Kepala BPBD Kabupaten Pasuruan, Sugeng Hariyadi, Sabtu (19/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, bencana banjir terjadi di berbagai wilayah. Sebanyak sepuluh kecamatan tercatat sebagai daerah rawan banjir, yakni Gempol, Beji, Bangil, Kraton, Pohjentrek, Gondangwetan, Winongan, Grati, Rejoso, dan Nguling.
"Penyebab banjir ini karena sungai-sungai meluap. Ada juga yang dipicu oleh kondisi drainase dan hujan lokal," terangnya.
Secara umum, banjir yang terjadi di Kabupaten Pasuruan berupa genangan dan relatif cepat surut. Namun, di beberapa titik tertentu, seperti Desa Kedawungkulon, Kecamatan Grati, serta Desa Kedungringin, Kecamatan Beji, genangan air cenderung lama surut karena berada di wilayah dengan kontur tanah rendah.
Adapun daerah rawan longsor berada di tujuh kecamatan yang berada di wilayah pegunungan, yakni Prigen, Purwosari, Purwodadi, Tutur, Tosari, Lumbang, dan Puspo.
"Longsor terjadi di Dusun Tlogosari, Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, pada 5 Desember lalu dan menyebabkan satu warga meninggal dunia," terang Sugeng.
Untuk meminimalkan risiko bencana, BPBD Kabupaten Pasuruan telah memasang sistem peringatan dini (Early Warning System) di sejumlah titik sungai rawan banjir, serta rambu-rambu evakuasi di wilayah perbukitan. Ketika terdeteksi potensi longsor atau banjir, informasi dari wilayah hulu akan segera diteruskan ke wilayah hilir agar masyarakat dapat bersiap.
Baca juga: Tips Membangun Rumah Kuat dan Tahan Cuaca |
Selain itu, BPBD juga menggencarkan sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan di desa-desa rawan bencana. Relawan dan aparat desa dilatih untuk mengenali tanda-tanda awal bencana serta memahami prosedur evakuasi yang aman.
"Mitigasi bukan hanya soal alat, tetapi juga kesadaran warga. Karena itu, kami terus turun ke lapangan untuk memberikan edukasi agar masyarakat lebih siap menghadapi musim hujan," imbuhnya.
Sugeng menegaskan, pihaknya selalu siap mengantisipasi dampak bencana dengan terus berkoordinasi bersama instansi terkait, seperti Dinas Sosial, TNI, Kepolisian, serta unsur masyarakat.
Petugas BPBD siaga 24 jam untuk terjun langsung ke lokasi bencana guna melakukan pertolongan dan evakuasi. Distribusi logistik juga segera dilakukan kepada warga terdampak.
"Kalau untuk kekeringan, kami bekerja sama dengan instansi lain dan pihak swasta dalam melakukan distribusi air bersih untuk mengatasi kekeringan," pungkasnya.
(ihc/abq)











































