PVMBG Ingatkan Bencana Geo-hidrometeorologi Jelang Puncak Musim Hujan

PVMBG Ingatkan Bencana Geo-hidrometeorologi Jelang Puncak Musim Hujan

Aprilia Devi - detikJatim
Sabtu, 13 Des 2025 07:30 WIB
PVMBG Ingatkan Bencana Geo-hidrometeorologi Jelang Puncak Musim Hujan
Kepala PVMBG, Dr. P. Hadi Wijaya.(Foto: Tangkapan layar)
Surabaya -

Menjelang puncak musim hujan, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengingatkan sejumlah wilayah, termasuk Jawa Timur untuk waspada terhadap bencana geo-hidrometeorologi.

Hal itu karena curah hujan yang meningkat, kondisi atmosfer yang tidak stabil, hingga karakter wilayah yang responsif terhadap hujan intens membuat risiko longsor hingga banjir bandang, semakin besar.

Kepala PVMBG, Dr. P. Hadi Wijaya menyampaikan bahwa data terbaru dari BMKG menunjukkan adanya tren kenaikan curah hujan di beberapa wilayah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Curah hujan Desember 2025 dan Januari 2026 menunjukkan terjadi kenaikan curah hujan di Jawa, Bali, NTT. Dari peta, warnanya hijau muda dan tua mengindikasikan curah hujan tinggi," ujar Hadi dalam webinar bersama Teknik Geofisika ITS, Jumat (12/12/2025).

Kondisi tersebut bisa memicu bencana geo-hidrometeorologi, salah satunya seperti gerakan tanah.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, suhu muka laut di Pasifik dan perairan Indonesia menambah kelembapan atmosfer, sehingga pembentukan awan hujan terjadi lebih cepat dan lebih intens.

Durasi hujan pun cenderung memanjang, terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini turut memperbesar peluang terjadinya hujan ekstrem lokal yang kerap memicu banjir bandang dan longsor mendadak.

Secara klimatologis, Jawa Timur juga memiliki dua kerentanan utama yakni wilayah pesisir selatan yang terpengaruh siklon tropis, serta kawasan pegunungan tengah-timur yang sangat responsif terhadap hujan intens di hulu sungai. Karena itu, prakiraan curah hujan dan peta potensi gerakan tanah menjadi instrumen penting untuk mitigasi.

"Hujan dengan intensitas >150 mm per dasarian mempercepat saturasi tanah, sehingga lereng-lereng dengan litologi lempung vulkanik atau batuan lapuk menjadi lebih mudah longsor," jelas Hadi.

Curah hujan tinggi dalam waktu singkat juga berpotensi meningkatkan debit sungai secara drastis. Hal itu dapat memicu banjir bandang khususnya di daerah aliran sungai yang memanjang, sempit, dan memiliki kemiringan terjal di wilayah Jawa Timur seperti Jember, Bondowoso, Lumajang, Batu, dan Trenggalek.

Selain itu, angin kencang akibat siklon tropis yang berinteraksi dengan hujan kontinu turut meningkatkan risiko pohon tumbang, runtuhan batu, hingga ketidakstabilan tebing sungai.

Oleh karena itu, Hadi pun mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan memasuki masa Nataru dan puncak musim hujan.

"Langkah yang perlu dilakukan dengan perhatian kesiapsiagaan Nataru pada Desember 2025 dan Januari 2026 ada beberapa, pertama struktural," tuturnya.

Langkah struktural, menurutnya, mencakup upaya fisik seperti pembangunan tembok penahan, penguatan tanah, dan perbaikan drainase lereng. Jenis mitigasi ini memerlukan kesiapan teknis yang kompleks.

Selanjutnya, langkah non-struktural yang berfokus pada aspek kebijakan dan edukasi. Regulasi tata guna lahan yang melarang pembangunan di area rawan longsor, standar teknis bangunan tahan longsor, hingga penyusunan rencana evakuasi dan pelatihan masyarakat menjadi bagian dari mitigasi non-fisik yang harus diperkuat.

"Evakuasi sering kali jadi sulit karena belum ada persiapan matang lahan mana saja yang bisa dipakai evakuasi, termasuk untuk huntara dan huntap," lanjutnya.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan kombinasi yang mengintegrasikan penghindaran risiko, pengurangan risiko demi keamanan evakuasi, serta pencegahan risiko melalui infrastruktur pengaman.

"Pendekatan kombinasi penting, bagaimana pencegahan risiko dengan kontrol lahan longgar, ini bisa dilakukan antar dinas seperti PUPR daerah dengan pusat, tambang ilegal juga jadi perhatian bersama," tegasnya.

Menurutnya, tidak ada pendekatan tunggal. Setiap daerah memiliki karakter geologi, kepadatan penduduk, dan tantangan yang berbeda, sehingga kombinasi strategi menjadi kunci mitigasi.

"Dalam waktu pertengahan Desember hingga akhir Januari menuju ke puncak curah hujan, itu harus menjadi perhatian betul dari Provinsi Banten, Jabar, Jateng, Jatim sampai Bali, NTB, dan NTT," pungkasnya.




(auh/auh)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads