Pasar Burung Bratang: Dulu Jadi Terbesar, Kini Tinggal Segelintir Pedagang

Pasar Burung Bratang: Dulu Jadi Terbesar, Kini Tinggal Segelintir Pedagang

Jihan Navira - detikJatim
Kamis, 11 Des 2025 09:25 WIB
Pasar Burung Bratang: Dulu Jadi Terbesar, Kini Tinggal Segelintir Pedagang
Pasar Burung Bratang di Surabaya (Foto: Jihan Navira/detikJatim)
Surabaya -

Pasar Burung Bratang pernah menjadi magnet pencinta unggas di Surabaya. Lapak-lapak penuh, lorong-lorong padat, suara kicau bersahutan. Namun, masa kejayaan itu kini tinggal cerita. Sejak pandemi COVID-19 melanda, geliat pasar yang berdiri sejak 1935 ini belum benar-benar pulih.

Tak hanya pengunjung yang menyusut drastis. Sejumlah kios juga terpaksa gulung tikar karena ekonomi yang terpuruk. Lantai dua pasar yang dulu penuh kini hanya diisi segelintir pedagang.

Faturohman (54), salah satu pedagang paling senior, sudah berjualan sejak 1987. Ia merasakan langsung masa-masa emas Pasar Burung Bratang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ramai-ramainya itu tahun 1996 sampai 2014. Dulu penghuni kios bisa sampai lebih dari 200 orang. Sekarang lantai dua sudah banyak yang tutup," ujar Fatur, Rabu (10/12/2025).

Pasar Burung Bratang sendiri berada di bawah pengelolaan Pemkot Surabaya. Meski menjual berbagai unggas, pasar ini dikenal sebagai pusatnya burung.

ADVERTISEMENT

Menurut Fatur, salah satu penyebab meredupnya penjualan adalah munculnya banyak produk baru dan tren online yang menggeser model dagang lama.

"Kita kalah saing. Kita masih pakai model tahun 90-an. Otentik, tapi ketinggalan," katanya.

Fatur dikenal sebagai penjual sangkar. Ia mengambil sangkar perkutut dari Madura dan Klaten berbentuk lingkaran, lukisan dengan detail, dan memiliki ukiran rumit, sementara sangkar untuk burung ocehan ia datangkan dari Malang yang tampilannya lebih modern.

Untuk sangkar lomba, pemesan harus rela antre hingga tiga bulan karena tingkat detailnya yang tinggi.

Dulu, Fatur bisa mengirim ke luar kota atau luar pulau hingga 4 kali dalam sebulan. Kini, ia hanya mengirim sekali dalam tujuh bulan. Saat didatangi detikJatim, Fatur mengatakan sedang memproses pesanan untuk Kalimantan sebanyak 70 ikat (tiap ikat berisi 3 sangkar).

"Ekonomi turun, kalah sama online. Dulu banyak yang main burung. Sekarang 3 hari ini saja saya nggak ada pemasukan," keluhnya.

Padahal saat COVID-19, dagangan Fatur justru sempat ramai karena orang banyak menghabiskan waktu di rumah.

Pasar Burung Bratang di SurabayaPasar Burung Bratang di Surabaya Foto: Jihan Navira/detikJatim

Sosok pedagang lain, Joko (56), sudah menempati kios di lantai dua selama 19 tahun. Ia menyebut dulu lantai dua bisa terisi sekitar 25 pedagang, namun saat ini hanya menyisakan 7 pedagang saja.

"Kebanyakan tutup. Registrasi berkurang. Satpam sekarang tinggal dua, pembersih cuma satu. Ya akhirnya penghuni kios bersih-bersih sendiri," tuturnya.

Joko masuk ke dunia burung karena hobi. Ia keluar dari pabrik dan membuka kios kecil yang akhirnya berkembang menjadi delapan kios termasuk cabang di Rungkut.

"Lumayan, bisa nyekolahin anak-anak S1. Padahal cuma bakul burung," katanya sambil tertawa.

Joko mengaku pelanggan di sini bukan orang sembarangan. Ia pernah melayani pemilik usaha besar hingga kolektor dari kawasan elite Surabaya. Pendapatan dari hobi burung pun bisa luar biasa.

"Dari lomba burung saja ada yang bisa dapat mobil Fortuner. Tiketnya saja 18 juta per orang. Waktu itu terjual 24 tiket," kenangnya.

Kini, ia memiliki 700 pelanggan tetap, hasil dari bertahun-tahun membangun kepercayaan lewat pelayanan door to door dan sistem garansi kesehatan burung yang ia kirim.

"Kalau burung sampai di tujuan dicek kesehatannya. Kalau ada masalah, ada garansi," ucapnya.

Meski suasana pasar meredup, bangunan Pasar Burung Bratang tetap berdiri kokoh. "Bangunannya kuat. Ada tsunami pun kuat ini," canda Joko.

Pasar ini dulunya dibangun di atas tanah kosong penuh sampah. Seiring waktu, pedagang dari Pasar Turi pindah, membuat Bratang kian ramai.

Kirimannya pun dulu bisa sampai ke Papua, Sulawesi, Kalimantan, hingga Jakarta. Namun kini, biaya logistik mahal dan risiko tinggi membuat pengiriman jauh hampir mustahil.

Hari ini, lorong-lorong Pasar Burung Bratang tidak lagi sepadat dulu. Namun masih ada pedagang seperti Fatur dan Joko yang bertahan dengan segala upaya.

Mereka masih melayani pelanggan setia, masih percaya pasar ini punya peluang bangkit jika dikelola dan dipromosikan dengan baik. Bagi mereka, pasar ini bukan sekadar tempat berdagang. Ini sejarah, tempat tumbuh, tempat keluarga mereka menata masa depan.

Dan sejauh apa pun zaman berubah, suara burung masih berkicau di sudut-sudut pasar yang menua ini menunggu hari ketika keramaian kembali pulang.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Melihat Sentra Fauna dan Kuliner Lenteng Agung, Ada Apa Saja?"
[Gambas:Video 20detik]
(auh/hil)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads