KH Said Aqil Minta Konsesi Tambang NU Dikembalikan, PBNU: Tidak Perlu

KH Said Aqil Minta Konsesi Tambang NU Dikembalikan, PBNU: Tidak Perlu

Amir Baihaqi - detikJatim
Senin, 08 Des 2025 09:15 WIB
KH Said Aqil Minta Konsesi Tambang NU Dikembalikan, PBNU: Tidak Perlu
Ketua PBNU KH Ahmad Fahrur Rozi (Foto: Dok. Istimewa/PBNU)
Surabaya -

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siroj menyarankan agar konsesi tambang yang diterima NU agar dikembalikan ke pemerintah. Sebab, ia menilai konsesi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi NU.

Menanggapi saran Kiai Said itu, Ketua PBNU KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) buka suara. Ia menilai PBNU tak perlu mengembalikan konsesi tambang, sebaliknya konsesi harus dimanfaatkan sebaiknya.

"Ya, saya kira tidak perlu dikembalikan tapi justru harus dimanfaatkan dengan maksimal untuk kemaslahatan umat," kata Gus Fahrur kepada detikJatim, Senin (8/12/2025.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gus Fahrur yakin PBNU akan mampu mengelola tambang dengan baik jika menerapkan kaidah teknik penambangan yang benar. Dengan demikian, pengelolaan tambang yang dilakukan PBNU akan menjadi contoh yang baik.

"Agar menjadi contoh Pengelolaan tambang yang baik (good mining practice) yang berfokus pada efisiensi, keamanan, efektivitas, dan kelestarian lingkungan, dengan penerapan kaidah teknik pertambangan yang benar, reklamasi lahan, pengelolaan limbah dan air asam tambang, penggunaan teknologi ramah lingkungan (energi terbarukan, daur ulang), kepatuhan regulasi, serta pelibatan masyarakat sekitar," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Gus Fahrur juga menilai hasil tambang hingga saat ini masih menjadi sumber utama, selain itu secara ekonomi bisa menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan limbahnya juga bisa dimanfaatkan untuk pembangunan.

"Saat ini tambang batu bara masih menjadi sumber energi utama untuk pembangkit listrik dan industri, menghasilkan devisa negara dari ekspor, serta menjadi bahan baku industri kimia dan baja. Selain itu, limbah dari batu bara seperti fly ash dan bottom ash bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur," terangnya.

Meski demikian, lanjut Gus Fahrur, pengelolaan tambang harus transparan baik dari sisi finansial maupun dampak lingkungan yang ditimbulkan. Selain itu pengelolaan juga harus patuh pada aturan agar tak menimbulkan persoalan di kemudian hari.

"Saya berharap Pengelola tambang milik PBNU harus terbuka (transparan) dalam hal pelaporan keuangan dan dampak lingkungan, akuntabel (bertanggung jawab) pada masyarakat dan negara, serta wajib memenuhi semua izin dan aturan pemerintah (UU Minerba, PP terkait) agar tidak ada pidana, memastikan dana daerah kembali, dan menjaga lingkungan dengan reklamasi dan tidak mencemari lingkungan melalui pengelolaan yang sah, dan profesional," urainya.

Sedangkan terkait konflik elite PBNU yang diduga karena terkait pengelolaan tambang, Gus Fahrur menegaskan hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengembalikan konsesi tambang.

"Itu permasalahan sementara, bukan soal prinsip dan bisa diselesaikan secara internal," tandas pengasuh Pondok Pesantren Annur 1 Bululawang Malang itu.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA menyampaikan pandangannya terkait polemik konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU. Dia lantas menyarankan sebaiknya konsesi tambang dikembalikan ke pemerintah.

Kiai Said menyampaikan hal itu usai bersilaturahmi dengan Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dan para kiai sepuh serta sejumlah mustasyar PBNU di Pesantren Tebuireng, Jombang, Senin (8/12/2025).

Menurutnya, pengembalian konsesi tambang kepada pemerintah itu, perlu dilakukan demi menghindari mudarat yang semakin nyata bagi jam'iyah. Pandangan ini menurutnya merupakan hasil dari evaluasi yang jernih terhadap dinamika terakhir di PBNU.

Kiai Said mengatakan bahwa mulanya dia memandang kebijakan pemerintah yang memberikan konsesi tambang kepada PBNU merupakan bentuk apresiasi. Terutama dari negara terhadap kontribusi NU dan sebagai peluang untuk memperkuat kemandirian ekonomi organisasi.

Pada saat itu langkah itu dianggap tepat selama dikelola dengan tata kelola yang kuat serta membawa manfaat nyata bagi warga NU. Namun, situasi yang berkembang beberapa bulan terakhir justru menunjukkan hal yang berbeda.

Konflik internal yang muncul di tubuh PBNU, kemudian munculnya perdebatan mengenai tata kelola, serta polemik yang melebar ke ruang publik telah menimbulkan kegaduhan yang merugikan organisasi.

"Saya sejak awal menghormati inisiatif pemerintah. Itu bentuk penghargaan yang baik. Tetapi melihat apa yang terjadi belakangan ini, konflik semakin melebar, dan itu membawa madharat yang lebih besar daripada manfaatnya. Maka jalan terbaik adalah mengembalikannya kepada pemerintah," ujarnya di hadapan kiai sepuh dan mustasyar NU dalam keterangan tertulis yang diterima detikJatim.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads