Kawasan konservasi Gunung Argopuro diputuskan untuk ditutup sementara dari kegiatan pendakian umum. Penutupan ini mulai berlaku sejak awal Desember 2025 hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian, sebagai langkah mitigasi risiko cuaca ekstrem yang melanda wilayah Jawa Timur. Penutupan dilakukan demi keselamatan pendaki dan kelestarian ekosistem.
Berikut adalah informasi lengkap terkait penutupan Gunung Argopuro untuk detikers. Yuk disimak!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengapa Gunung Argopuro Ditutup?
Keputusan penutupan jalur pendakian Gunung Argopuro diambil berdasarkan analisis dan peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait peningkatan intensitas cuaca.
Hal ini tertera dalam Pengumuman Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur Nomor: PG.2435/K.2/BIDTEK/KSA.04.01/B/11/2025 tanggal 18 November 2025. Dalam rangka meminimalisir dampak risiko pengunjung terhadap kondisi cuaca yang terjadi saat ini serta kondisi jalur kunjungan yang kurang baik kondisinya.
Sikasur Gunung Argopuro Foto: Istimewa |
Sebagaimana diketahui jalur pendakian pada Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang atau Gunung Argopuro terkenal dengan jalur yang terpanjang di Pulau Jawa. Dengan jaraknya yang mencapai 63 km, pendakian menuju puncaknya memakan waktu sekitar 4 hingga 5 hari. Jalur utama yang sering digunakan adalah melalui Baderan di Kabupaten Situbondo dan Bermi di Kabupaten Probolinggo.
Luas wilayah tersebut memiliki berbagai potensi yang dikhawatirkan. Pemicu Utama dari penutupan ini adalah peningkatan curah hujan tinggi disertai angin kencang dan potensi badai petir di kawasan pegunungan. Kondisi ini sangat membahayakan aktivitas pendakian.
Gunung Argopuro, yang berada di antara wilayah Kabupaten Probolinggo, Jember, Situbondo, dan Bondowoso, memiliki jalur yang sangat panjang, menjadikannya rentan terhadap bahaya hidrometeorologi.
Ancaman Bahaya di Jalur Pendakian
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah Jawa Timur, melalui pengumumannya, menjelaskan beberapa risiko spesifik yang mendasari penutupan ini, diantaranya adalah:
Jalur Licin dan Longsor.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan jalur pendakian menjadi sangat licin, berlumpur, dan meningkatkan risiko terjadinya tanah longsor di beberapa titik rawan.
Pohon Tumbang.
Angin kencang di ketinggian berpotensi menyebabkan pohon tumbang yang dapat menimpa pendaki atau menutup jalur evakuasi.
Hipotermia.
Suhu ekstrem yang turun drastis di malam hari dan kondisi basah terus-menerus meningkatkan risiko hipotermia bagi para pendaki.
Seluruh Jalur Ditutup
Dilansir dari laman resmi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, penutupan ini berlaku untuk semua jalur resmi pendakian Gunung Argopuro, yang meliputi dua basecamp utama:
- Jalur Baderan: Jalur pendakian yang terletak di Kabupaten Situbondo.
- Jalur Bremi: Jalur pendakian yang terletak di Kabupaten Probolinggo.
Jalur Pendakian Gunung Argopuro, Sabana Cikasur Foto: Chuk Shatu Widarsha |
Semua kegiatan pendakian, penelitian, dan kegiatan trekking lainnya dilarang selama periode penutupan ini. Pihak BBKSDA akan mengerahkan petugas untuk berpatroli guna memastikan tidak ada pendaki yang nekat masuk.
Batas Waktu Penutupan
Penutupan sementara Gunung Argopuro ini tidak memiliki batas waktu yang pasti dan akan dievaluasi secara berkala. Pembukaan kembali akan diputuskan setelah tim BBKSDA dan BMKG menyatakan bahwa kondisi cuaca telah stabil, dan kondisi jalur pendakian sudah aman.
Himbauan kepada masyarakat dan operator guide diimbau untuk mematuhi pengumuman ini demi keselamatan bersama. Pihak berwenang meminta pengertian dari para pendaki dan berharap penutupan ini dapat mencegah kecelakaan yang tidak diinginkan selama periode puncak musim hujan.
Tentang Gunung Argopuro
Gunung Argopuro, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo Foto: M Rofiq |
Kawasan dataran tinggi di Gunung Argopuro yang ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa memiliki luas 14.145 hektar. Berdasarkan pengukuran penataan batas yang telah dilaksanakan pada tahun 1986, luas kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang menjadi 14.177,00 Ha.
Untuk menuju kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang atau sebutan untuk gunung Argopuro, bila ditempuh dari ibukota Provinsi Jawa Timur yaitu dengan rute Surabaya-Baderan Β± 190 km. Dari Baderan sampai ke lokasi dengan jalan kaki Β± 7 jam.
Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang memiliki beberapa tipe ekosistem antara lain sebagai berikut:
1) Ekosistem Hutan Hujan Tropis
Pada tipe ekosistem ini memiliki vegetasi hutan tropis, terletak pada ketinggian 1200 - 1900 m dpl. Komposisi jenis dan struktur vegetasinya beragam mulai dari tumbuhan bawah, semak, perdu, tumbuhan tingkat semai, pancang dan pohon. Pohon-pohon yang berada dalam kawasan ini bisa mencapai tinggi lebih dari 30 meter. Adapun jenis - jenis vegetasi yang ada dalam ekosistem ini antara lain Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pasang (Quercus sp), Sapen (Engelhardia spicata) dan Tutup (Homalanthus sp).
2) Ekosistem Hutan Cemara
Terdapat pada ketinggian 2000-3000 meter dari permukaan laut. Tipe ekosistem ini didominasi vegetasi hutan cemara (Casuarina junghuniana), sering disebut hutan coniver karena didominasi oleh pohon berdaun jarum. Hutan cemara merupakan hutan sekunder yang telah mencapai klimaks dan mampu tumbuh secara alami pada daerah - daerah abu vulkanis, tanah longsor, lereng - lereng berbatu dan jurang berpasir. Pada lantai bawah ditumbuhi oleh herba pegunungan, antara lain Euphorbia javanica, Poligonum chinense, Pteridium dan Elsholzia Pubescens.
3) Ekosistem Savana
Gunung Argopuro, gunung terpanjang di Pulau jawa Foto: Gagah Wijoseno |
Tipe ekosistem savana ini terjadi akibat adanya kerusakan hutan yang terus menerus karena adanya kebakaran. Ekosistem ini terdapat di alun-alun besar Sikasur, alun-alun kecil, dan alun-alun lonceng. Jenis - jenis yang dominan diantaranya Alang-alang (Imperata cylindrica), Pennisetum alopecurodies, Euphorbia sp dan Pteridium sp.
4) Ekosistem Rawa / Danau
Ekosistem rawa atau danau dalam kawasan terutama terkonsentrasi di sekitar Danau Taman Hidup dan Danau Tunjung yang didominasi oleh jenis - jenis herba, antara lain : Alchemilla villosa, Eriocaulon sollyanum, Rynchospora rungosa, Carex sp, Cyperus flairdus, Oeennantjhe javanica dan Scirpus spp.
Jenis satwa yang dapat dijumpai antara lain Rusa Timor (Cervus timorensis), Babi Hutan (Sus scrofa dan Sus verocosus-verocosus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kucing Hutan (Felis bengalensis), Musang (Mustela flavigola dan Mustela lutreola) dan Lutung Jawa (Tracypithecus auratus). Berbagai jenis burung banyak terdapat di dalam kawasan ini antara lain Ayam Hutan (Gallus varius dan Gallus gallus), burung Merak (Pavo muticus) dan Elang (Falconidae).
Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/abq)















































