Suara dentuman artileri tak pernah benar-benar padam dari sejarah Indonesia. Setiap 4 Desember, gema itu kembali diperingati sebagai Hari Artileri Nasional, sebuah momen untuk menengok ulang bagaimana pasukan bersenjata menjaga napas republik pada hari penting pasca-kemerdekaan.
Hari Artileri Nasional menjadi momen penting untuk mengenang kontribusi besar artileri dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia di tengah kekacauan 1945 kala itu. Perjuangannya tak berhenti di masa perjuangan kemerdekaan.
Lebih dari itu, artileri menjaga kedaulatan negara hingga saat ini. Baik dari segi teknologi maupun strategi, korps artileri menjadi salah satu elemen kekuatan tempur utama TNI yang terus berkembang mengikuti dinamika pertahanan modern.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akar Sejarah Artileri Indonesia
Hari Artileri Nasional diperingati setiap 4 Desember, menandai berdirinya Markas Artileri pada 1945, saat Indonesia masih berusia beberapa bulan dan berjuang mempertahankan kedaulatan dengan segala yang tersisa.
Namun, keberadaan artileri Indonesia sesungguhnya sudah ada sejak era penjajahan Belanda. Beberapa pemuda mengoperasikan peralatan artileri melalui pelatihan yang diberikan Belanda. Inilah fondasi awal kemampuan pemuda Indonesia dalam menggunakan senjata berat, sekaligus cikal bakal terbentuknya artileri di tanah air.
Beberapa tokoh yang menerima pelatihan tersebut, antara lain Soerio Santoso, Memet Rahman Ali Soewardi, Sadikin, Oerip Soemohardjo, Raden Askari, R M Pratikno Suryosumarno, Tjhwa Siong Pik, Giroth Wuntu, Rudy Pirngadi, Abdullah, J Minggu, Aminin, serta T B Simatupang.
Mereka kemudian menjadi bagian penting dari perjuangan Indonesia. Hingga akhirnya, Jepang menyerah pada 16 Agustus 1945. Momen ini menjadi titik balik bagi para pemuda terlatih untuk mengambil alih fasilitas artileri demi melanjutkan perjuangan kemerdekaan.
Dari perjuangan tersebut, pemerintah kemudian membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, yang menjadi cikal bakal institusi militer Indonesia.
Dengan senjata yang berhasil dirampas dari Jepang, para pemuda menjalani pelatihan khusus di bawah komando Kapten Soewandi. Pelatihan ini menjadi persiapan penting agar mereka siap menghadapi pasukan Sekutu dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Sejarah Hari Artileri Nasional
Pada 4 Desember 1945, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo meresmikan Markas Artileri di Yogyakarta pasca-pertempuran heroik. Markas ini menjadi cikal bakal Jawatan Persenjataan Markas Besar Tentara (MBT), dan Letnan Kolonel R M Praktikno Suryo Sumarno ditunjuk sebagai Komandan Artileri pertama di Indonesia.
Peresmian tersebut menjadi tonggak penting dalam sejarah artileri Indonesia, sehingga Komandan Diklat TNI Angkatan Darat menetapkan setiap 4 Desember sebagai Hari Artileri Nasional.
Hingga kini, tanggal ini tidak hanya dikenang sebagai awal berdirinya artileri Indonesia, tetapi diperingati sebagai Hari Korps TNI AD. Seiring waktu, momentum ini berkembang menjadi Hari Jadi Korps Armed TNI AD, menegaskan identitas, tradisi, dan profesionalisme satuan artileri medan dalam tubuh Angkatan Darat.
Meski artileri telah berkembang pesat dengan teknologi modern, akar sejarah dan semangat perjuangan tetap menjadi fondasi utama. Modernisasi artileri dilakukan melalui pengembangan sistem deteksi, identifikasi, pelacakan, hingga kendaraan artileri bergerak, yang menjadi bagian penting dari struktur pertahanan Indonesia.
Namun, hal itu tak mengubah sedikitpun bagaimana Artileri Indonesia memiliki sejarah panjang dan tumbuh dari pasukan rakyat. Keamanan Indonesia yang terbentuk hari ini adalah hasil dari keterbatasan, keberanian, dan perjuangan para pendahulu.
Cara Memperingati Hari Artileri Nasional
Meski rutin diperingati lewat upacara dan tradisi internal militer, Hari Artileri Nasional belum sepenuhnya hadir dalam ingatan publik. Museum, monumen, hingga peninggalan fisik artileri kolonial memang tersebar di berbagai daerah, tetapi jarang disentuh dalam percakapan sehari-hari.
Di Surabaya, misalnya, kota yang dikenal sebagai Kota Pahlawan ini menyimpan sejumlah artefak artileri di Museum Militer atau berdiri sunyi sebagai monumen. Sebagian besar hanya menjadi latar foto, bukan bahan refleksi sejarah.
Momen peringatan ini menjadi peluang untuk mengangkat kembali nilai keberanian dan pengorbanan generasi awal prajurit Indonesia. Kisah para pemuda yang berhasil merampas artileri, kecerdikan taktik, dan semangat mempertahankan republik, nyatanya masih relevan untuk direnungkan hari ini.
Hari Artileri Nasional menjadi ruang untuk mengenang perjalanan panjang bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan. Hal ini penting, mengingat teknologi dan kekuatan militer Indonesia yang ada saat ini lahir dari konteks sosial dan pergulatan masa lalu.
Oleh karena itu, Hari Artileri Nasional bukan sekadar seremonial belaka, tetapi mengajak publik membaca catatan sunyi tentang perjuangan kemerdekaan dan menempatkan kembali sejarah artileri di ruang ingatan masyarakat.
(hil/irb)











































