Bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat memantik perhatian masyarakat. Salah satunya dari akademisi Universitas Airlangga (Unair) yang menilai penebangan hutan menjadi peningkatan risiko bencana.
Dosen Program Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Unair, Dr Hijrah Saputra ST MSc, menjelaskan bahwa cuaca ekstrem regional Asia Tenggara berperan besar terhadap intensitas hujan belakangan ini. Bahkan, Malaysia juga mengalami banjir serupa.
"Pemicu utamanya yaitu curah hujan ekstrem akibat siklon tropis Senyar dan bibit siklon di Selat Malaka yang juga memicu banjir besar di beberapa negara bagian Malaysia. Faktor yang memperparah di Sumatera adalah kondisi lingkungan seperti lereng gundul, pemukiman di sekitar sungai, drainase terbatas, dan infrastruktur vital yang belum adaptif," kata Hijrah, Senin (1/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hijrah juga menyoroti isu penebangan kayu di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi faktor yang memperparah bencana. Pada ekosistem, pohon memiliki peran penting dalam menyimpan cadangan air tanah dan menahan struktur tanah agar tidak terjadi longsor.
"Video dan foto yang beredar menunjukkan banyak kayu terdampar di sungai dan pesisir. Itu bukan sekadar fenomena alam, melainkan bukti adanya aktivitas penambangan yang tidak terkendali. Penebangan hutan membuat daya serap berkurang, memperbesar limpasan air, dan meningkatkan risiko longsor," jelasnya.
Menurutnya, perlu langkah konkret yang bisa dibagi tiga tahap. Pertama, jangka pendek memfokuskan 72 jam SAR, suplai logistik, dan layanan kesehatan.
Langkah kedua jangka menengah melakukan audit kerusakan, perbaikan infrastruktur, dan relokasi warga dari zona merah. Ketiga, jangka panjang dengan rehabilitasi DAS, reboisasi lereng, normalisasi sungai, integrasi mitigasi ke RPJMD.
"Ini bukan sekadar takdir, tapi konsekuensi dari cara kita mengelola alam dan kesiapan sistem kita. Kalau kita ingin mengurangi korban di masa depan, maka ketahanan harus dibangun dari disiplin tata ruang, ekologi DAS, dan sistem peringatan dini yang terintegrasi secara regional," urainya.
Dalam penanganan bencana, Hijrah mengapresiasi langkah cepat pemerintah seperti evakuasi dengan helikopter dan kapal perang, distribusi logistik, pemulihan listrik, hingga modifikasi cuaca. Hal tersebut menunjukkan respons darurat yang berjalan cukup baik. Namun, menurutnya pemerintah masih perlu peningkatan antisipasi jangka panjang.
"Antisipasi jangka panjang masih lemah, sistem peringatan dini belum menjangkau desa terpencil, tata ruang belum disiplin, dan rehabilitasi lingkungan masih sporadis. Antisipasi jangka pendek mungkin sudah cepat walaupun ada beberapa titik yang sulit dijangkau secara geografis agak sedikit terlambat," pungkasnya.
(auh/abq)











































