Karmin alias Pak Soleh (71) dan istrinya, Simpen (56) menggarap lahan Perhutani untuk hidup selama 22 tahun di dasar Jurang Gembolo, Mojokerto. Pasangan suami istri ini juga beternak kambing dan budi daya ikan mujair.
Karmin berasal dari Desa Nogosari, Pacet, Mojokerto. Ia anak sulung 3 bersaudara dari pasangan Warsiman dan Piah. Sedangkan Simpen dari Desa Centong, Gondang, Mojokerto.
Awalnya, Warsiman yang menggarap lahan di dasar Jurang Gembolo. Luasnya sekitar 1,5 hektare milik Perhutani Kesantuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pasuruan. Hanya saja, Warsiman memilih pulang pergi dari rumahnya di Desa Nogosari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 2003 atau sekitar 22 tahun silam, Karmin melanjutkan jejak bapaknya. Sebab ia merasa sudah tak mampu bekerja sebagai tukang kayu dan bangunan. Profesi yang selama ini ia tekuni. Saat itu, usianya 49 tahun, sedangkan Simpen baru 34 tahun.
Menyambangi Rumah Pasutri Jurang di Mojokerto Foto: Enggran Eko Budianto |
Bedanya, Karmin dan Simpen benar-benar hijrah ke dasar Jurang Gembolo. Pasutri anak 5 ini membuat rumah yang sangat sederhana di tempat terpencil ini. Mereka bahu membahu mencari nafkah mengandalkan potensi alam.
"Di sini ada ladang, saya tanami tanaman yang menghasilkan. Kalau di rumah kan tidak punya apa-apa. Jadi, di sini intinya cari makan," terangnya kepada wartawan di rumahnya, Senin (1/12/2025).
Selama 22 tahun, Karmin dan Simpen menggarap ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup di dasar Jurang Gembolo. Seperti saat ini, mereka menanam ketela, singkong, pisang, jahe kebo dan kacang. Jahe kebo menjadi komoditas andalan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Karmin menanam jahe dengan luas sekitar 2.800 meter persegi.
"Sudah panen 5 kwintal, sekarang harganya Rp 20.000/Kg. Masih banyak belum saya panen. Tidak dihabiskan supaya bisa setiap minggu panen sepanjang tahun," jelasnya.
Tidak hanya bercocok tanam, Karmin dan Simpen juga budi daya ikan mujair dan kambing brahman. Kolam ikan berada di depan rumahnya. Sedangkan 3 kandang berisi 7 ekor kambing di sebelah kiri rumah mereka.
Itu tidak termasuk 2 ekor kambing yang belum lama ini mereka jual Rp 5 juta. Dalam kesehariannya, Karmin dan Simpen berbagi peran. Ketika Karmin mencangkul di ladang, Simpen mencari rumput untuk pakan kambing.
"Kalau ikan mujair tapi tak sampai jual, nanti tahun baru anak-anak ke sini, diunduh dibawa pulang buat masakan, kadang dikasih uang, kadang tidak," ungkapnya.
Satwa liar kerap menjadi hama yang merusak tanaman mereka. Mulai dari kera, babi hutan, hingga landak. Oleh sebab itu, Karmin memelihara seekor anjing yang dinamai Belang. Anjing inilah yang setia menjaga ladang sekaligus rumah mereka dari binatang buas.
"Dulu (anjing) 2 ekor, yang satu dipinjam pemburu babi hutan, hilang tidak pernah pulang," terangnya.
Sedangkan untuk belanja kebutuhan pokok menjadi tugas Simpen. Ia keluar dari Jurang Gembolo setiap 15 hari sekali. Saat keluar hutan sore hari, ia lebih dulu pulang ke rumahnya di Dusun/Desa Centong, Gondang, Mojokerto. Keesokan harinya, ia belanja di Pasar Pandanarum, Pacet.
"Dari sini (rumah di dasar jurang) jalan kaki sekitar 1 Km, lalu naik motor. Karena motor saya titipkan di Desa Sukosari, Trawas, Mojokerto," tandasnya.
Karmin dan Simpen menumpang di lahan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pasuruan. Secara administrasi, rumah pasutri ini masuk Desa Sukosari, Trawas, Mojokerto. Meski di dasar jurang, area yang mereka tempati cukup datar. Sekitar 50 meter di sebelah kiri rumah terdapat aliran sungai sebagai pemisah Pacet dengan Trawas.
Menyambangi Rumah Pasutri Jurang di Mojokerto Foto: Enggran Eko Budianto |
Tempat tinggal Karmin dan Simpen sangat sederhana. Lantainya berupa tanah, tiang dan dindingnya terbuat dari bambu. Rumah seluas 3x5 meter persegi ini sebagian memakai atap genting, sebagian lagi atap bambu. Hanya ada 3 ruangan di dalamnya, yaitu ruang utama, kamar tidur dan dapur.
Rumah dan ladang manusia jurang ini dikelilingi kebun dan hutan yang masih sangat lebat. Dari sisi Kecamatan Pacet, akses paling dekat melalui Dusun Bulak Kunci, Desa Nogosari dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Medannya cukup menantang karena harus melalui jalan setapak yang satu sisinya berupa jurang sangat dalam.
Di awal perjalanan sekitar 15 menit, jalan setapak bisa ditempuh dengan sepeda motor. Berikutnya harus berjalan kaki menyusuri saluran irigasi, lalu menuruni jurang yang sangat curam. Setelah menyeberangi sungai dan melewati hutan bambu, baru kita sampai di rumah pasangan Karmin dan Simpen.
Karmin dan Simpen mempunyai 5 anak, tapi anak ketiga mereka meninggal karena kecelakaan kerja. Empat anaknya semua sudah berumah tangga dan mempunyai rumah sendiri-sendiri. Termasuk Karmin yang mempunyai rumah di Dusun/Desa Centong, RT 3 RW 1, Gondang, Mojokerto.













































