DPUTR Gresik Ingatkan Dampak Pelanggaran Tata Ruang yang Makin Marak

DPUTR Gresik Ingatkan Dampak Pelanggaran Tata Ruang yang Makin Marak

Chilyah Auliya - detikJatim
Kamis, 27 Nov 2025 17:15 WIB
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Gresik menggelar sosialisasi penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang
DPUTR Gresik gelar sosialisasi penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang/Foto: Tangkapan layar
Gresik -

Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Gresik menggelar sosialisasi penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang. Kegiatan ini diikuti lebih dari 300 partisipan, dari jajaran pemangku kepentingan di Kabupaten Gresik, perangkat desa, maupun umum.

Agenda ini dilaksanakan secara luring dan daring via Zoom, YouTube, serta siaran langsung di Instagram. Acara dibuka oleh moderator yang memandu jalannya diskusi pada Kamis, (27/11/2025) mulai pukul 08.30 WIB.

Kepala DPUTR Gresik, Dhiannita Tri Astuti., S.T., MMT., dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan ini digelar untuk memperingati Hari Bakti Pekerjaan Umum ke-80.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, sosialisasi ini merupakan rangkaian pengabdian dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penataan ruang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2007. Sekaligus, menjadi bagian dari upaya memperkuat komitmen seluruh insan pekerjaan umum dalam membangun infrastruktur bagi masyarakat serta menghadirkan tata ruang yang aman dan berkelanjutan.

ADVERTISEMENT

Dhian mengingatkan, ketidaksesuaian tata ruang menyebabkan berbagai persoalan seperti banjir, kemacetan, kawasan kumuh, konflik sosial, kerugian ekonomi, kualitas lingkungan yang buruk, hingga masalah kesehatan.

Terlebih, padatnya penduduk berbanding terbalik dengan minimnya keselarasan pemahaman penataan ruang yang baik.

Sementara itu, Kanit 2 Satreskrim Polres Gresik, I Ketut Riasa SH., MH memaparkan sejumlah bentuk pelanggaran, di antaranya pembangunan tanpa izin yang tidak sesuai zona, dan pengajuan usaha tanpa izin usaha. Setiap aduan dari masyarakat akan dipastikan ada tidaknya unsur pidana melalui penyelidikan.

Kemudian, ditindaklanjuti dengan penyidikan, permintaan keterangan kepada berbagai pihak, pemeriksaan kelengkapan izin, hingga penyitaan barang bukti. Proses berlanjut pada penetapan tersangka, pengurusan berkas perkara ke kejaksaan, dan penelitian berkas oleh jaksa sesuai SOP.

Narasumber kedua, Ketua DPRD Kabupaten Gresik, Syahrul Munif menjelaskan, penegakan tata ruang membutuhkan koordinasi lintas sektoral dan evaluasi bersama Kementerian ATR/BPN sehingga penyusunan perda tata ruang bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun.

"Kadang kepala desanya saja belum tahu, apalagi masyarakatnya," ujarnya.

Buktinya, banyak pelaku usaha yang berinvestasi di desa tidak mengetahui bahwa lahan yang mereka gunakan merupakan lahan yang dilindungi.

Narasumber terakhir, Heriyanti, S.H., M.Hum., memberikan gambaran berbagai kasus pelanggaran tata ruang, seperti penyalahgunaan izin di Nusa Dua menjadi pembangunan kolam renang di bibir tebing. Ada juga alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan komersial oleh pemodal asing.

Ia juga menyinggung kasus kelalaian pengelolaan tata ruang yang menyebabkan kebakaran, banjir di Jakarta, serta banjir Palembang tahun 2021. Ia menambahkan, kasus Tahura Ngurah Rai, dan praktik reklamasi terselubung. Menurutnya, masih banyak kejadian yang belum semuanya masuk ke ranah pengadilan.

Para narasumber kembali memaparkan bahwa dokumen tata ruang Gresik sedang direvisi terkait pembaruan regulasi. Sebagai kota industri, Gresik memiliki lebih dari 1.500 perusahaan, maka perlu mendapat sorotan lebih untuk persoalan banjir dan drainase yang tidak mampu menampung aliran air dari hulu.

Terkait fenomena kaplingan, tidak memiliki aturan karena memang dilarang. Ketentuan menyebut minimal 5.000 meter persegi untuk penyelenggaraan perumahan, namun praktik di lapangan menunjukkan kaplingan per 1.000 meter persegi masih marak karena dianggap lebih murah dan mudah dicicil. Pemerintah justru menilai hal itu berdampak jangka panjang.

"Banyak kaplingan tidak menyediakan drainase, lahan pemakaman, maupun IPAL. Beberapa desa dulunya ugal-ugalan kaplingan, sekarang mulai banjir," ujar Syahrul.

Video sosialisasi yang diputar di akhir turut menjelaskan soal Lahan Baku Sawah (LBS), mengingatkan untuk memeriksa status Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan menegaskan pentingnya tidak membangun di lahan pertanian produktif. Lebih baik pembangunan di lahan tandus.

Bilik aduan masyarakat baik berupa aplikasi maupun Mal Pelayanan Publik telah disiapkan. Harapannya, setelah ini ada peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghindari sengketa, menjaga ketertiban tata ruang di Kabupaten Gresik, serta turut menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.




(abq/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads