Berdasarkan data terakhir BPBD Lumajang, tercatat masih ada 645 orang mengungsi di 3 titik posko pengungsian Gunung Semeru. Mereka mulai mengeluhkan sakit.
Ratusan warga Lumajang itu masih bertahan di 3 titik pengungsian, yakni di SDN Supit Urang 04, SMPN 2 Pronojiwo, dan Kantor Desa Oro Oro Ombo.
Sejumlah pengungsi di posko pengungsian SDN Supit Urang 04, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang mulai mengeluhkan sakit.
Tim medis sudah menerima 50 orang pengungsi yang mengeluhkan sakit. Rata rata mereka mengeluhkan sakit kepala, mual, dan pegal pegal.
Tim medis telah melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap para pengungsi, kemudian memberikan obat yang diperlukan.
"Pengungsi ada yang mengeluhkan sakit 50 orang. Keluhannya rata-rata sakit kepala, mual, dan pegal pegal," ujar salah satu perawat di Desa Supit Urang, Diana Ristiangsih kepada detikJatim, Sabtu (22/11/2025).
Salah satu pengungsi, Lutfia mengaku mengalami pusing dan pegal-pegal. Dia juga sudah mendapatkan obat setelah diperiksa oleh tim medis.
"Saya sudah 4 hari mengungsi. Yang saya alami sakit kepala dan pegal pegal," ujar salah satu pengungsi Lutfia.
Tidak hanya bagi warga di Kecamatan Pronojiwo, erupsi Semeru memunculkan perasaan resah dan cemas bagi warga di Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro.
Mereka khawatir aktivitas vulkanik Semeru kembali meningkat, mengeluarkan awan panas atau aliran lahar dingin yang mengancam permukiman warga.
Salah satu warga, Hanafi (45), menceritakan bagaimana ia dan keluarganya merasakan ketegangan setiap kali gunung tertinggi di Pulau Jawa itu memperlihatkan tanda-tanda erupsi.
Meski pagi hari tampak cerah, gelagat erupsi sudah terlihat dari kepulan asap yang muncul dari sisi bawah gunung.
Baca juga: Semeru Alami 4 Letusan dan 1 Kali Guguran |
"Sekitar jam tiga sore itu sudah ramai awan panasnya. Kami dapat peringatan dari grup WhatsApp, langsung panik dan keluar rumah untuk cari tempat aman," ujar Hanafi, Jumat (21/11).
Rumah Hanafi berada sekitar 500 meter dari aliran sungai yang menjadi jalur lahar awan panas dan kurang lebih 17 kilometer dari puncak Semeru. Kedekatan jarak ini yang bikin keluarganya selalu waspada, terutama di malam hari.
"Yang kami takutkan itu kalau malam. Lahar dingin atau Awan Panas Guguran (APG) itu tidak berbunyi keras seperti banjir air, tapi meluncur sangat cepat. Itu yang membuat kami selalu siaga," tuturnya.
Setiap kali muncul peringatan bahaya, Hanafi dan warga lainnya mengungsi ke titik aman, baik ke balai desa, rumah saudara, maupun lokasi lain yang lebih tinggi dan jauh dari aliran lahar.
Arahan dari pemdes dan perangkat RT/RW juga sudah cukup jelas untuk menyelamatkan nyawa terlebih dahulu, dengan membawa dokumen penting dan barang yang mudah dibawa.
"Kami sudah siapkan tas isi surat-surat berharga, baju, selimut. Jadi kalau harus keluar cepat, sudah tinggal angkat," kata Hanafi.
Simak Video "Video: Kondisi Terkini Aliran Sungai Curah Kobokan Usai Gunung Semeru Erupsi"
(dpe/abq)