Contoh khotbah Jumat membantu khatib atau penceramah dalam mempersiapkan pesan yang bermakna dan relevan bagi jemaah. Melalui naskah khotbah yang tersusun rapi, penyampaian dakwah menjadi lebih terarah dan menyentuh hati.
Salah satu tema penting yang patut diangkat dalam khotbah Jumat adalah tema lingkungan, mengingat masalah kerusakan alam, dan perubahan iklim yang kini semakin nyata dirasakan di berbagai penjuru dunia.
Mengangkat tema lingkungan dalam khotbah Jumat tidak hanya menumbuhkan kesadaran ekologis, tetapi juga mengingatkan umat Islam bahwa menjaga alam adalah bagian dari wujud keimanan dan rasa syukur atas ciptaan Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan memilih contoh khotbah yang tepat, khatib dapat menyampaikan pesan spiritual sekaligus ajakan untuk peduli terhadap bumi. Simak beberapa contoh khotbah Jumat bertema lingkungan yang bisa dijadikan inspirasi dalam menyusun ceramah penuh makna dan mudah dipahami jemaah.
Contoh Khotbah Jumat Tema Lingkungan
Menjaga kelestarian alam merupakan bagian dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Melansir situs NU Online, berikut contoh khotbah Jumat bertema lingkungan yang mengajak umat Islam untuk lebih peduli terhadap alam sekitar.
1. Khotbah Jumat: Meneladan Gaya Hidup Hijau ala Nabi Muhammad
Sumber: Ditulis oleh Pegiat kajian keislaman Ustadz Zainuddin Lubis
Khotbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan Allah
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa. Karena hanya dengan takwa, hidup kita akan terarah, hati kita menjadi tenang, dan lingkungan kita akan menjadi tempat yang penuh keberkahan.
Di tengah krisis iklim global, jargon go green dan sustainable living bergema di berbagai belahan dunia. Dari forum internasional hingga lini media sosial, manusia modern berlomba mencari makna baru dari hidup yang lestari.
Namun, jauh sebelum istilah ekologi lahir, empat belas abad silam, seorang manusia di padang pasir telah mencontohkan apa yang kini kita sebut sebagai gaya hidup hijau: ialah Nabi Muhammad SAW. Terdapat pelbagai perilaku dan gaya hidup Nabi Muhammad yang menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
Pertama, Rasulullah tidak pernah berlebih, bahkan dalam hal yang tampak sepele seperti berwudhu. Nabi senantiasa memakai air dengan hemat, dan tidak berlebihan. Dalam sebuah hadits shahih dijelaskan cara wudhu hemat air ala Nabi:
كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَغْسِلُ، أوْ كانَ يَغْتَسِلُ، بالصَّاعِ إلى خَمْسَةِ أمْدَادٍ، ويَتَوَضَّأُ بالمُدِّ
Artinya: Nabi biasa mandi dengan satu sha' hingga lima mudd, dan berwudu dengan satu mudd. (HR. Imam Bukhari).
Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan Allah
Jika dikonversi ke ukuran Indonesia, 1 sha' kira-kira setara dengan 2-3 liter air, sedangkan 1 mudd sekitar setengah sampai tiga perempat liter. Hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim ini menunjukkan bahwa Rasulullah sangat hemat dalam menggunakan air, bahkan ketika berwudu dan mandi.
Teladan ini mengajarkan untuk tidak boros dan menjaga lingkungan, jauh sebelum dunia modern mengenal istilah gaya hidup ramah lingkungan. Bayangkan, hanya dengan setengah liter air, Rasulullah dapat bersuci sempurna, kontras dengan gaya hidup modern yang sering menghabiskan belasan liter air hanya untuk berwudu.
Ini bukan sekadar efisiensi, tetapi kesadaran spiritualitas ekologis: bentuk penghormatan terhadap nikmat Tuhan. Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Kedua, Rasulullah SAW juga menanam pohon dan melarang penebangan tanpa alasan syar'i.
Nabi mengatakan, setiap usaha menanam dan merawat alam bernilai ibadah. Bahkan ketika hasilnya dinikmati makhluk lain, pahala sedekah tetap mengalir bagi penanamnya. Dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan:
ما من مسلمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أو يَزْرَعُ زَرْعًا فيَأْكُلُ منه طيرٌ ولا إنسانٌ إلا كان له به صدقةً
Artinya: Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, melainkan itu menjadi sedekah baginya. (HR Imam Bukhari)
Syekh Badruddin 'Aini, dalam kitab Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari Jilid 12, halaman 154, menjelaskan bahwa hadis ini menjelaskan betapa mulianya menanam dan bercocok tanam dalam Islam.
Setiap pohon yang tumbuh dan memberi manfaat, entah buahnya dimakan manusia, burung, atau hewan menjadi amal sedekah yang tak pernah putus. Karena itu, sebagian ulama menilai bahwa pertanian adalah bentuk usaha paling utama, sebab dari satu benih yang ditanam, pahala terus mengalir hingga akhirat, selama tanaman itu memberi kehidupan bagi makhluk lain.
Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan
Allah Ketiga, teladan gaya hidup hijau ala Nabi Muhammad selanjutnya adalah mempraktikkan ihsan kepada ala. Secara singkat, perilaku ihsan yakni berbuat baik dan indah terhadap semua ciptaan Allah, termasuk alam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:
ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُما عن رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، قالَ: إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإحْسَانَ علَى كُلِّ شيءٍ
Artinya: Ada dua hal yang aku hafal dari Rasulullah. Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan (kebaikan) dalam segala hal. (HR. Muslim)
Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan Allah
Sejatinya, hadis ini menunjukkan bahwa nilai ihsan adalah prinsip dasar dalam Islam. Ihsan tidak hanya berlaku dalam hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan, termasuk cara memperlakukan sesama, hewan, bahkan alam.
Ihsan terhadap alam berarti memperlakukan bumi dengan kasih, bukan kerakusan. Nabi melarang menyiksa hewan, menebang pohon tanpa sebab, bahkan menumpahkan air di jalan tanpa manfaat. Semua itu bagian dari etika ekologis Islam, menjaga keseimbangan sebagai wujud iman.
Keempat, Nabi mempraktikkan kebersihan sebagai cermin keimanan. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya dalam hadits riwayat Imam Muslim:
الإيمانُ بضعٌ وسبعون شعبةً ، أعلاها قولُ لا إله إلا اللهُ ، وأدناها إماطةُ الأذى عن الطريقِ
Artinya: Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan Lā ilāha illallāh (Tiada tuhan selain Allah), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.
Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan Allah
Jika menyingkirkan duri dari jalan saja berpahala, bagaimana dengan membersihkan sungai, menanam pohon, atau mengurangi jejak karbon? Dalam pandangan iman, tindakan-tindakan kecil itu bisa menjadi ibadah ekologis.
Imam An-Nawawi, dalam kitab Syarah An-Nawawi ala Shahih Muslim jilid 2 halaman 204, menjelaskan maksud sabda Nabi, "Yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan,". Adalah menghilangkan dan menjauhkan sesuatu yang dapat mengganggu orang lain di jalan.
Adapun yang dimaksud dengan gangguan (الأذى) adalah segala sesuatu yang dapat mencelakakan atau mengganggu, seperti batu, tanah, duri, atau benda lain yang dapat membuat orang tersandung, terluka, atau tidak nyaman saat melintas.
Hadirin jemaah Jumat yang dimuliakan Allah
Sejatinya, penjelasan ini menunjukkan bahwa tindakan kecil sekalipun, seperti menjaga kebersihan jalan, termasuk amal kebaikan yang bernilai iman. Islam menanamkan kesadaran sosial dan tanggung jawab bersama terhadap kebersihan serta keselamatan lingkungan sekitar.
Dari empat teladan di atas, terlihat jelas bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pelopor gaya hidup hijau jauh sebelum dunia modern mengenalnya. Prinsip hemat, peduli, ihsan, dan menjaga kebersihan yang fondasi teologis dalam Islam yang menuntun manusia untuk menjadi khalifah yang menjaga bumi.
Dalam konteks krisis ekologi hari ini, meneladani Rasulullah berarti menghidupkan kembali etika spiritual lingkungan, menjadikan ibadah tidak hanya hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan alam ciptaan-Nya. Karena bagi seorang Muslim, mencintai bumi adalah bagian dari mencintai Sang Pencipta.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Khotbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: (وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر) إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ
2. Khotbah Jumat: Jaga Kebersihan, Jangan Buang Sampah Sembarangan
Sumber: Ditulis oleh Pegiat Kajian Keislaman Ustadz Zainuddin Lubis.
Khotbah 1
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى; ا وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat yang telah menciptakan alam semesta dengan penuh keseimbangan. Dialah yang menundukkan bumi, laut, dan langit agar manusia dapat mengambil manfaat darinya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, teladan umat yang mengajarkan kita untuk menjaga bumi sebagaimana amanah dari Allah.
Selaku khatib sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk mengajak kita semua untuk bertakwa kepada Allah. Sebab, kelak takwa dan iman, yang akan menyelamatkan manusia di hadapan Allah. jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Dalam hiruk-pikuk pembangunan, kadang kita lupa bahwa bumi ini bukan milik manusia semata. Ia adalah amanah. Sebuah titipan yang harus dijaga, bukan semata untuk dieksploitasi.
Sejak lama, Allah telah memperingatkan manusia agar tidak menjadi perusak di bumi. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 11, yang menyentuh sisi terdalam kesadaran ekologis manusia. Allah berfirman:
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ
Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah berbuat kerusakan di bumi,' mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan'.
Dalam Tafsir Al-Jami' li Ahkami Al-Qur'an, Imam al-Qurthubi jilid 7 halaman 205 menulis, bahwa Islam melarang segala bentuk kerusakan di bumi. Ia berkata:
فِيهِ مَسْأَلَةٌ وَاحِدَةٌ وَهُوَ أَنَّهُ سُبْحَانَهُ نَهَى عَنْ كُلِّ فَسَادٍ قَلَّ أَوْ كَثُرَ بَعْدَ صَلَاحٍ قَلَّ أَوْ كَثُرَ
Artinya: Allah melarang setiap bentuk kerusakan, baik kecil maupun besar, setelah adanya kebaikan.
Lalu, Imam Qurthubi dalam Al-Jami' li Ahkami Al-Qur'an, Jilid 7, halaman 205, melanjutkan dengan menukil penjelasan adh-Dhahhak, seorang tabi'in, yang menyebut larangan merusak bumi, ini termasuk mengotori fasilitas umum, mengotori sumber air, dan juga menebang pohon di hutan. Sebab, perbuatan ini akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat.
لَا تُعَوِّرُوا الْمَاءَ الْمَعِينِ، وَلَا تَقْطَعُوا الشَّجَرَ الْمُثْمِرَ ضِرَارًا
Artinya: Jangan mengotori sumber mata air, dan jangan menebang pohon yang berbuah hanya karena ingin merusak.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Jika kita analisa, sejak 14 abad yang lalu, Islam sudah berbicara tentang kelestarian lingkungan, dengan air dan pohon; dua sumber kehidupan yang kini menjadi korban peradaban modern. Dalam konteks hari ini, ayat dan pendapat Imam Qurthubi di atas, menjadi peringatan ekologis yang relevan.
Fasad fi al-ardh kerusakan di bumi, sikap memperlakukan alam tanpa etika, tanpa rasa syukur. jemaah Jumat yang dimuliakan Allah, Salah satu bentuk kerusakan yang dibuat manusia di bumi adalah membuang sampah sembarangan.
Ironinya, perbuatan ini nyaris dianggap sepele, bahkan dijamak dilakukan masyarakat Indonesia. Misalnya, seorang pengendara motor membuka bungkus makanan, lalu melemparkannya ke jalan umum tanpa rasa bersalah.
Seorang pedagang menumpuk sisa dagangan di tepi kali. Seolah bumi ini adalah tong raksasa yang tak akan pernah penuh. Imbasnya, saat musim hujan, sungai meluap, menenggelamkan rumah-rumah yang dulu berdiri gagah di bantaran.
Air tak lagi punya jalan kembali ke laut; ia tersumbat oleh sisa-sisa ketamakan kita sendiri. Akibatnya, banjir bukan lagi sekadar peristiwa alam, tetapi bentuk protes ekologis terhadap perilaku manusia yang ceroboh.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Berdasarkan data, Indonesia termasuk negara yang darurat sampah. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (SIPSN 2024), timbulan sampah nasional mencapai sekitar 34,8 juta ton per tahun dari 328 kabupaten/kota, dan sampah yang tidak terkelola mencapai ± 23,24 juta ton (≈ 66,78 %), artinya dua-pertiga sampah belum tertangani secara layak.
Untuk sampah plastik, di Indonesia juga tak kalah mengkhawatirkan. Laporan TheWorldBank menyebut bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik per tahun, dengan 3,2 juta ton di antaranya dikategorikan sebagai "mismanaged" (tidak terkelola), dengan sekitar 1,29 juta ton berakhir di laut (sampah tersebut dibuang di laut).
Selain itu, sekitar 10 miliar kantong plastik, setara dengan 85.000 ton, dibuang ke lingkungan setempat setiap tahunnya. Sampah plastik yang tidak terkelola ini juga telah mencemari sungai dan laut di Indonesia.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Lantas tindakan apa yang bisa kita lakukan bersama sekarang? Langkah ini sejatinya penting untuk menanggulangi, atau mengurangi sampah di Indonesia. Setidaknya ada beberapa langkah yang kita bisa lakukan sebagai bersama.
Pertama, menyadari bahwa larangan untuk membuat kerusakan di bumi, termasuk membuang sampah sembarangan bukan hanya teks (nash), tetapi panggilan action. Bahwa membuang sampah sembarangan, membiarkan limbah medis terbuka, membiarkan lingkungan tercemar oleh plastik, semuanya termasuk bentuk "kerusakan di muka bumi".
Lebih jauh, dalam Islam bahwa mencemari udara, air, tanah, atau merusak keseimbangan ekosistem termasuk perbuatan haram. Dalam fiqih, tindakan ini tergolong jinayat, tindak kriminal yang melanggar hak manusia, juga hak makhluk lain dan bumi yang menjadi amanah bersama.
Mengapa Islam begitu keras? Karena pencemaran yang membahayakan manusia dan alam adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip dasar Islam, al-maslahah (kemaslahatan) dan al-mizan (keseimbangan). Dalam pandangan Islam, keadilan tidak berhenti pada relasi sosial, tetapi juga mencakup relasi ekologis.
Merusak alam berarti merusak keseimbangan yang Allah ciptakan dengan penuh perhitungan. Bahkan, jika kerusakan itu menimbulkan dampak, pelakunya wajib mengganti (dihukum). Ada tanggung jawab moral sekaligus hukum yang melekat. Sebab dalam Islam, dosa ekologis tidak berhenti pada kesalahan spiritual, ia menuntut penebusan sosial. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mawāhib al-SaniyyahSyarh al-Fawā'id al-Bahiyyah:
عِبَارَةٌ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ وَالْمَعْنَى لَا يُبَاحُ إِدْخَالُ الصِّرَارِ عَلَى إِنْسَانٍ فِيْمَا تَحْتَ يَدِهِ مِنْ مِلْكٍ وَمَنْفَعَةٍ غَالِبًا وَلَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يُضِرَّ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
Artinya: Frasa 'la dharara wa la dhirar' bermakna tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang merugikan terhadap seseorang dalam kepemilikan atau manfaat yang ada di bawah kekuasaannya. Tidak dibolehkan bagi siapapun untuk merugikan saudaranya sesama Muslim.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Langkah kedua, kurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti kantong plastik, sedotan, dan kemasan di rumah, kantor, atau sekolah. Plastik awalnya diciptakan untuk memudahkan hidup manusia, tapi sekarang justru menjadi ancaman bagi kehidupan.
Dari sendok nasi kotak, bungkus minuman instan, sampai kantong kresek, semuanya sulit diurai alam. Masalahnya, plastik hampir tidak bisa hancur. Sekali dibuat, ia bisa bertahan ratusan tahun, jauh lebih lama dari usia manusia.
Ironisnya, kita hanya memakainya beberapa menit. Misalnya, kantong plastik dari warung mungkin hanya dipakai 15 menit, tapi bisa mencemari bumi hingga 500 tahun. Selanjutnya, langkah ketiga, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bekerja sama mengatasi masalah ini.
Indonesia sebenarnya sudah punya aturan, seperti Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sampah dan Perpres No. 83 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Laut Bersih dari Sampah Plastik. Ini menunjukkan bahwa masalah plastik adalah tanggung jawab bersama seluruh bangsa.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Seyogianya, mengurangi plastik bukan hal sulit jika dilakukan bersama. Setiap langkah kecil, membawa tas belanja sendiri, memakai botol minum ulang (tumbler), atau menolak sedotan plastik, bisa memberi dampak bagi bumi. Mari mulai dari diri sendiri, karena masa depan lingkungan bergantung pada tindakan kita hari ini.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Khotbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: (وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر) إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ
3. Khotbah Jumat: Larangan Merusak Lingkungan dalam Al-Qur'an
Sumber: Ditulis oleh Pegiat Kajian Keislaman Ustadz Zainuddin Lubis
Khotbah 1
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى; ا وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا J
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat yang telah menciptakan alam semesta dengan penuh keseimbangan. Dialah yang menundukkan bumi, laut, dan langit agar manusia dapat mengambil manfaat darinya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, teladan umat yang mengajarkan kita untuk menjaga bumi sebagaimana amanah dari Allah.
Selaku khatib sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk mengajak kita semua untuk bertakwa kepada Allah. Sebab, kelak takwa dan iman, yang akan menyelamatkan manusia di hadapan Allah.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Kita hidup di zaman, ketika udara di kota-kota besar kini kian berat untuk dihirup. Langit yang dahulu biru cerah perlahan berubah menjadi abu kehitaman, tertutup lapisan asap tebal dari kendaraan dan cerobong industri yang tak pernah berhenti mengepulkan polusi.
Di pagi hari, kabut bukan lagi pertanda kesejukan, melainkan campuran partikel debu dan jelaga yang menyesakkan dada. Burung-burung enggan terbang rendah, dan cahaya matahari terhalang oleh tirai asap yang menggantung di cakrawala.
Di berbagai tempat, bencana datang silih berganti, banjir yang menenggelamkan pemukiman, tanah longsor yang menelan rumah, dan kekeringan yang mematikan sumber air. Alam seolah sedang memberi peringatan, namun manusia sering kali hanya menanggapinya dengan diam, terus membangun, terus menebang, tanpa jeda untuk merenung.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Tak bisa dipungkiri, fenomena ini menggambarkan betapa rapuhnya hubungan manusia dengan lingkungan. Dalam hiruk-pikuk pembangunan, manusia kerap lupa bahwa alam bukan sekadar ruang ekonomi, melainkan ruang moral dan spiritual.
Forum-forum internasional mungkin telah banyak membahas solusi ekologis. Namun, ada satu sumber nilai yang (mungkin) sering luput dalam diskursus global: agama. Dalam pandangan Islam, kepedulian terhadap bagian dari ajaran dasar tentang tanggung jawab manusia di bumi.
Al-Qur'an menegaskan, manusia bukan sekadar penghuni bumi, melainkan khalifah, pemegang mandat untuk mengelola, menjaga, dan memakmurkannya. Allah berfirman dalam Surat Hud ayat 61:
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
Artinya: Dia-lah yang menciptakan kamu dari bumi dan memerintahkan kamu untuk memakmurkannya. (QS. Hud: 61)
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Ayat ini menegaskan bahwa memakmurkan bumi bukan sekadar hak, melainkan kewajiban. Dalam tafsir Jāmi'ul Bayān, Imam ath-Thabari menjelaskan bahwa kata "wa ista'marakum fīhā" bukan hanya berarti Allah menempatkan manusia di bumi, tetapi juga menugaskan mereka untuk membangun dan menjaganya.
Manusia diberi amanah, bukan kepemilikan. Maka, setiap tindakan merusak alam sesungguhnya adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah ilahi. Pandangan ini menempatkan ekologi dalam dimensi teologis. Menjaga lingkungan bukan semata urusan kebijakan publik, melainkan juga ekspresi keimanan.
Seorang muslim sejati tidak hanya beribadah di masjid, tetapi juga menunjukkan ketakwaannya melalui sikap peduli terhadap bumi, rumah besar yang dititipkan Allah untuk seluruh makhluk. jemaah Jumat yang dimuliakan Allah, Al-Qur'an mengecam keras perilaku destruktif terhadap alam. Dalam Surat Al-A'raf ayat 56, Allah berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Larangan ini bersifat universal, melintasi waktu dan tempat. Imam Abu Muzhaffar As-Sam'ani, dalam Tafsir As-Sam'ani, mengutip pendapat tabi'in Adh-Dhahhak, menyebutkan bahwa kerusakan di bumi mencakup tindakan-tindakan yang merusak keseimbangan alam, seperti memblokir aliran air, menebang pepohonan berbuah, hingga merusak alat tukar masyarakat.
Bagi para ulama klasik, fasad (kerusakan) bukan hanya kekacauan moral, tetapi juga penyimpangan ekologis yang mengganggu harmoni ciptaan Tuhan. Simak penjelasan Adh-Dhahhak dalam Tafsir As-Sam'ani jilid II, halaman 189 berikut
وَقَالَ الضَّحَّاك: من الْفساد فِي الأَرْض تغوير الْمِيَاه، وَقطع الْأَشْجَار المثمرة، وَكسر الدَّرَاهِم وَالدَّنَانِير
Artinya: Ad-Dhahhak berkata: "Dari kerusakan yang terjadi di bumi adalah mengubah arah aliran air, menebang pohon-pohon yang berbuah, dan merusak koin-koin emas dan perak.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Lebih lanjut dalam Surat Al-Baqarah ayat 205, Allah juga menerangkan tidak menyukai perbuatan merusak bumi. Allah berfirman:
وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
Artinya: Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan.
Ungkapan "yuhlik al-harth wa an-nasl" (merusak tanaman dan keturunan) terdengar sangat relevan di era ini. Pembakaran hutan, pencemaran laut, limbah industri, dan eksploitasi tambang tanpa batas adalah bentuk nyata dari kerusakan yang dikutuk Al-Qur'an.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Menurut Syekh Syamsuddin Al-Qurthubi dalam Al-Jami' li Ahkami Al-Qur'an Jilid III, halaman 17, ayat ini menyingkap peringatan ilahi bagi orang yang berbuat kerusakan di bumi, mereka yang menebang pepohonan sembarangan, menggunduli hutan, membakar tanaman demi kepentingan sesaat, atau membunuh hewan tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
Perbuatan semacam ini mencederai keseimbangan alam, sekaligus menyia-nyiakan amanah yang Allah titipkan kepada manusia sebagai khalifah di bumi. Maka, tak heran bila Mujahid (seorang ulama besar dari kalangan tabi'in) menyebut pelaku perusakan semacam ini, kelak akan mendapatkan celaan dan laknat hingga hari kiamat, sebagai bentuk keadilan Tuhan atas pengkhianatan terhadap ciptaan Allah.
jemaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Karena itu, memelihara lingkungan harus dipahami sebagai bagian dari ibadah sosial, amal saleh yang menghubungkan manusia dengan Tuhan dan sesamanya. Menanam pohon, mengurangi sampah, menghemat air, atau mengelola energi secara bijak, semuanya adalah bentuk nyata dari zikir ekologis, mengingat Allah melalui tindakan yang menjaga ciptaan-Nya.
Pada akhirnya, larangan merusak bumi dalam Al-Qur'an merupakan panggilan untuk membangun kembali hubungan yang harmonis antara manusia dan alam. Alam bukan lawan yang harus ditaklukkan, melainkan sahabat yang perlu dirawat.
Sebab, dalam setiap embusan angin dan tetes hujan, terdapat ayat-ayat Tuhan yang berbicara tentang kasih sayang dan keseimbangan. Dan tugas manusia hanyalah menjaga agar ayat-ayat itu tetap dapat terbaca di muka bumi.
Oleh karena itu, mari kita jadikan bumi ini sebagai tempat ibadah yang suci, bukan ladang kerakusan. Jangan sampai anak cucu kita mewarisi udara kotor, tanah tandus, dan air yang tercemar. Sebaliknya, wariskan kepada mereka bumi yang hijau, lestari, dan penuh berkah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Khotbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: (وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر). إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ
Melalui khotbah bertema lingkungan, diharapkan umat Islam semakin sadar akan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi untuk menjaga kelestarian alam. Semoga contoh-contoh khotbah yang dibahas dapat menjadi inspirasi bagi para khatib dalam menyampaikan pesan dakwah yang menyentuh hati dan membawa perubahan positif bagi masyarakat.
(ihc/irb)












































