Tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Jawa Timur seperti Trenggalek, Tulungagung, dan Malang perlu diwaspadai. Pakar Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr Amien Widodo, membeberkan faktor pemicu terjadinya bencana tersebut.
"Di musim penghujan ini, faktor longsor itu bisa terjadi karena pohon dibabati dijadikan lahan, maka tanah lereng tidak terlindungi sama sekali. Bahkan apabila ditanami tanaman industri tetap saja tidak bisa menahan longsor. Rentakan tanah yang terjadi saat kemarau itu kalau pas kemasukan hujan akan membuat tanah jenuh air dan menurunkan kohesi di lereng, sehingga terjadi longsor," kata Amien kepada detikJatim, Senin (3/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amien menjelaskan, tanda-tanda awal longsor bisa diketahui dari retakan di lereng. Retakan ini biasanya diikuti dengan pepohonan yang mulai miring, bahkan muncul keretakan di tembok rumah warga sekitar.
"Saat retakan lereng melebar, air hujan yang turun bisa masuk meresap lewat retakan dan akan terus bertambah banyak seiring bertambahnya panjang retakan. Air ini bisa menembus di bagian bawah lereng sehingga muncul mata air di bagian bawah lereng dan lama kelamaan lereng bagian bawah basah dan mengembung," tambahnya.
Ia juga mengingatkan apabila menemukan tanda-tanda tersebut, hendaknya segera melapor ke pihak berwenang agar tindakan dan pencegahan bisa dengan cepat dilakukan. Setidaknya ada 3 cara yang bisa untuk mengantisipasi terjadinya tanah longsor.
"Pertama, pemerintah harus melakukan pemetaan kawasan rawan longsor di provinsi dan atau kabupaten serta disosialisasikan ke masyarakat. Kedua, masyarakat yang bermukim di kawasan rawan longsor untuk lebih hati-hati dan proaktif memeriksa tanda-tanda longsor. Ketiga, apabila ditemukan tanda longsor dilaporkan ke pihak yang berwenang," pungkasnya.
(auh/hil)











































