Di ujung timur Pulau Madura, berdiri sebuah landasan udara yang menjadi saksi perjalanan panjang konektivitas daerah kepulauan. Bandara Trunojoyo di Sumenep bangkit sebagai gerbang udara modern yang membuka akses ekonomi, pariwisata, dan mobilitas masyarakat Madura.
Melalui revitalisasi besar-besaran yang puncaknya diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, bandara ini tak lagi sekadar landasan kecil era 1970-an, melainkan infrastruktur kunci yang menandai babak baru pembangunan wilayah.
Baca juga: 6 Bandara di Jatim Selain Juanda Surabaya |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan Bandara Trunojoyo memang panjang. Setelah mencatat pendaratan pertama pada pertengahan 1970-an dan sempat melayani keberangkatan jamaah haji setempat pada 1979, aktivitas komersialnya sempat terhenti cukup lama akibat berbagai keterbatasan.
Transformasi besar dimulai dengan perpanjangan landasan pacu dan pembangunan terminal baru, yang kini memungkinkan bandara melayani pesawat komuter ATR-72. Lebih dari sekadar proyek fisik, kebangkitan Trunojoyo adalah simbol dari janji untuk memperpendek jarak dan membuka peluang baru bagi masyarakat Madura.
Sejarah Bandara Trunojoyo
Dilansir laman resminya, Bandara Trunojoyo, yang berada di Kecamatan Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, tepatnya di Pulau Madura, memiliki sejarah panjang sejak era 1970-an.
Bandara ini dibangun pada masa pemerintahan Bupati Soemaroem, dan mencatat momen bersejarah pada 1976 ketika pesawat Merpati Nusantara Airlines pertama kali mendarat di Madura.
Tiga tahun kemudian, pada tahun 1979, bandara mulai digunakan untuk penerbangan haji, mengangkut 17 jemaah dari Sumenep menuju Surabaya, sebelum melanjutkan perjalanan ke Jeddah.
Meski demikian, kurangnya personel dan fasilitas membuat Bandara Trunojoyo tidak beroperasi secara optimal hingga tahun 2010. Pada tahun itu, bandara mulai dimanfaatkan sekolah penerbangan Merpati Nusantara Airlines.
Bersamaan dengan itu dilakukan pengembangan infrastruktur, termasuk perpanjangan landasan pacu dari 850 meter menjadi 1.600 meter dan pelebaran dari 23 meter menjadi 30 meter, serta perluasan area parkir pesawat menjadi 160 x 75 meter.
Sejak tahun 2015, Bandara Trunojoyo melayani penerbangan perintis, awalnya melalui PT Susi Pudjiastuti Air ke Surabaya dan Jember, kemudian dioperasikan PT Airfast Indonesia pada 2016 dengan rute ke Juanda.
Puncaknya, pada tahun 2022, Bandara Trunojoyo diresmikan kembali dengan terminal baru seluas 3.600 meter persegi yang mampu menampung 129.000 penumpang per tahun. Peresmian ini menjadi momentum penting bagi percepatan pembangunan ekonomi di kawasan timur Jawa.
Pemerintah menaruh harapan besar bahwa bandara representatif seperti Trunojoyo dapat menjadi penggerak investasi, pariwisata, dan distribusi logistik yang selama ini bergantung pada transportasi laut.
Kini, Bandara Trunojoyo melayani penerbangan domestik ke Bawean dan Pagerungan di Kepulauan Sapeken melalui maskapai Susi Air, menjadikannya pintu gerbang penting bagi transportasi udara di Madura. Terbaru, Bandara Trunojoyo kembali melayani penerbangan rute Sumenep-Surabaya menggunakan maskapai Wings Air.
Fasilitas dan Kapasitas
Revitalisasi membawa peningkatan signifikan pada kapasitas dan kenyamanan. Landasan pacu kini lebih panjang dan apron lebih luas, memungkinkan Bandara Trunojoyo melayani pesawat komuter berukuran menengah.
Standar keselamatan dan pelayanan pun meningkat, menjadikannya lebih siap untuk mengakomodasi rute-rute antar pulau (short-haul). Terminal penumpang baru juga memiliki kapasitas lebih besar dibanding masa sebelumnya, memungkinkan peningkatan jumlah penumpang tahunan secara signifikan.
Fasilitas pendukung seperti area parkir, layanan ground handling, hingga sistem keselamatan penerbangan turut diperbarui. Peningkatan sarana ini menjadi fondasi agar maskapai dapat membuka penerbangan reguler dan mendukung integrasi mobilitas darat, laut, udara, terutama bagi penumpang dari pulau-pulau sekitar.
Operasional dan Tantangan
Pasca-revitalisasi, langkah selanjutnya memastikan keberlanjutan layanan penerbangan komersial. Sejumlah operator telah menghidupkan kembali rute reguler seperti Surabaya-Sumenep yang dijadwalkan beberapa kali dalam seminggu.
Kehadiran layanan ini menjadi indikator penting bahwa Trunojoyo benar-benar berfungsi sebagai simpul transportasi Madura. Meski demikian, tantangan masih ada. Permintaan penumpang perlu terus tumbuh, sementara model bisnis maskapai tetap sensitif terhadap biaya operasional.
Sinergi antara pemerintah daerah, operator bandara, maskapai, dan pelaku pariwisata menjadi kunci keberlanjutan. Pengalaman dari bandara serupa menunjukkan bahwa promosi rute, insentif maskapai, serta integrasi transportasi lokal sering menjadi faktor penentu keberhasilan jangka panjang.
Bandara Trunojoyo berdiri sebagai simbol kemajuan dan komitmen untuk memperpendek jarak antara Madura dan daratan utama. Di balik terminal megah dan landasan baru, tersimpan harapan besar agar bandara ini menjadi pintu gerbang peluang ekonomi, mobilitas, dan masa depan Madura yang lebih terbuka.
Artikel ini ditulis oleh Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(irb/hil)











































