Sejarah Sumpah Pemuda ternyata tak hanya berjejak di Batavia (Jakarta). Di balik ikrar yang menyatukan bangsa itu, Surabaya juga menyimpan kisah penting, tempat para tokoh muda belajar politik, organisasi, dan menanamkan benih nasionalisme dari gang sempit di kawasan Peneleh.
Pakar sejarah Kuncarsono Prasetyo mengatakan, jejak itu dapat ditemukan pada beberapa tokoh yang pernah belajar tentang organisasi dan politik di Surabaya. Di antaranya Kartosoewirjo, Soegondo, Raden Marsaid, dan Katjasungkana.
Keempatnya tinggal di kedua tempat Tjokroaminoto di Gang Plampitan 8 dan Peneleh gang 7.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kartosoewirjo dan Soegondo merupakan anggota dari Sarekat Islam sebelum bergabung Jong Java Surabaya. Sehingga, terbentuknya Jong Java cabang Surabaya ini tidak lepas dari pengaruh organisasi Sarekat Islam yang ada di sana. Semula, Jong Java dikenal dengan nama Tri Koro Dharmo pada tahun 1915. Salah satu anggotanya adalah Soekarno. Dari Surabaya, Jong Java tumbuh besar, ada beberapa kongres yang dilaksanakan. Namun, pada 1919 itu pecah," kata Kuncar kepada detikJatim, Selasa (28/10/2025).
Kuncar menjelaskan, perpecahan yang terjadi di tubuh Jong Java berasal dari pengaruh Sarekat Islam. Karena bagaimanapun, Jong Java adalah sayap organisasi pemuda di Sarekat Islam.
Semula, Jong Java ini dibangun atas prinsip sosialisme dengan menggunakan Bahasa Jawa ngoko ketika melakukan pertemuan. Hal serupa juga dilakukan di Sarekat Islam. Namun, ketika masuknya paham ideologi komunis ke tubuh Sarekat Islam, menjadi awal mula perpecahan.
Hingga pada periode 1920-1921 terpecahlah menjadi dua fraksi, yakni merah (komunis) dan putih (Islam). Akibatnya, Jong Java ditinggalkan oleh fraksi Islam. Kemudian, lahirlah organisasi baru yang didirikan pemuda Sarekat Islam dengan nama "Jong Islamieten Bond".
"Nah, dari situ, Kartosoewirjo keluar dari Jong Java dan bergabung di Jong Islamieten Bond. Ada juga Raden Marsaid dan Katjasungkana," lanjut Kuncar.
Ia juga menyebut, sumpah pemuda ini berasal dari kumpulan anak-anak muda yang mencari identitas di tengah situasi wilayah Hindia Belanda yang semakin global.
Dari situ, para pemuda Indonesia berupaya mencari dan memunculkan identitas kedaerahannya. Sebab, sebelum adanya sumpah pemuda, bangsa Indonesia ini tidak pernah dikenal. Bahkan, tidak pernah ada dalam studi antropologi di Nusantara.
"Yang ada itu bangsa Jawa, bangsa Ambon, Batak, dan lain sebagainya. Nah bangsa Indonesia ini menjadi terobosan luar biasa menurut saya. Karena ketika muncul menjadi bangsa Indonesia, akhirnya orang-orang ini menjadi bagian dari semangat yang sama. Sebelumnya, semangatnya tidak sama," pungkas Kuncar.
(irb/hil)











































