Cerita Tun, PNS Berijazah SMP yang Pilih Pensiun dan Sukses di Jepang

Cerita Tun, PNS Berijazah SMP yang Pilih Pensiun dan Sukses di Jepang

Esti Widiyana - detikJatim
Jumat, 24 Okt 2025 22:30 WIB
Tun Ahmad Gazali SH MEng PhD setelah memutuskan tinggal di Jepang dan bekerja di sana.
Tun Ahmad Gazali SH MEng PhD setelah memutuskan tinggal di Jepang dan bekerja di sana. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Tidak sedikit orang tua yang mengidam-idamkan anaknya bekerja sebagai Pegawai Sipil Negeri (PNS). Pekerjaan itu dianggap berpenghasilan pasti dan bakal mendapat jaminan pensiun hingga lanjut usia. Orang tua Tun Ahmad Gazali SH MEng PhD termasuk di antara orang tua yang demikian.

Namun siapa sangka, Tun yang telah berkarier selama 30 tahun sebagai PNS di Pemprov Jatim justru memilih pensiun dini di usia kepala 5 setelah meraih gelar PhD dan memutuskan untuk berkarier dan menetap di Jepang. Ketekunan Tun dalam menempuh pendidikan menjadi kunci dari kisah hidupnya.

Tun mengawali kariernya sebagai PNS di Pemrov Jawa Timur tidak menggunakan ijazah SMA, melainkan menggunakan ijazah SMP. Tapi keputusannya yang didasarkan pada insting yang kuat itulah yang membuatnya diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya, alumniSDN Pasar Turi 2 Surabaya yang lulus SMP Negeri 2 Surabaya pada 1984 dan lulus dari SMA Negeri 3 Surabaya pada 1987 itu bercita-cita sebagai sopir bus malam. Menurutnya pekerjaan itu keren, bahkan Tun sudah sempat kursus dan mengantongi SIM A untuk mewujudkan cita-citanya itu.

"Dulu cita-cita saya itu sopir bus malam. Saya kalau lihat sopir bus malam, Bus Lorena, keren gitu. Saya dulu kursus dan akhirnya punya SIM A, karena saya ingin jadi sopir bus malam," kata Tun kepada detikJatim, Kamis (23/10/2025).

ADVERTISEMENT

Cita-cita itu menguat setelah mimpinya untuk bisa mengecap pendidikan di bangku perkuliahan harus dia kubur dalam-dalam. Alasannya karena keterbatasan ekonomi di mana ayahnya yang hanya PNS Guru SD masih harus menanggung biaya sekolah adiknya sementara kakaknya pun tidak kuliah.

Hingga satu momen, yakni pada Agustus tahun 1988 Pemprov Jatim membuka pendaftaran PNS. Ibunya bergegas memberi tahu Tun dan mendorongnya untuk segera mendaftarkan diri.

"Ibu saya manggil, nyuruh daftar. Saya bilang, 'males Bu, pegawai negeri opo'," ujar Tun.

Tun benar-benar tidak berminat untuk bekerja menjadi PNS. Terutama setelah melihat ayahnya yang juga merupakan PNS guru SD, dan sehari-hari hidupnya tetap susah. Tetapi karena yang memintanya adalah sang ibu, dia berpikir tak ada salahnya mencoba mendaftar.

"Ibu saya bilang, 'coba dulu'. Terus saya (bicara dalam hati) 'iya ya, kenapa nggak dicoba aja'. Tapi saya enggak 'nurut' ibu saya yang pakai ijazah SMA, nggak niru mbak saya yang pakai ijazah SMA. Saya pakai ijazah SMP, kenapa? Karena saya lihat Mbak saya sudah daftar 2 kali enggak tembus. Saya nyoba pakai ijazah SMP karena tidak banyak saingannya," ujarnya.

Dia ingat betul pendaftaran PNS saat itu mengakibatkan sejumlah orang pelamar meninggal di Gelora Pancasila. Tun beruntung tidak perlu mengantre karena dia mengirim lamaran lewat pos dan dipanggil untuk tes di Gelora 10 November sehingga tidak perlu mengantre panjang.

Tun sendiri tidak berekspektasi untuk diterima karena saat itu dia hanya ingin menyenangkan hati ibunya. Namun, ketika dia mengajar sebagai pembina pramuka di SMAN 3 dia melihat ada penjual koran yang melintas dan meminjam koran untuk membaca hasil pengumuman tes PNS.

"Kok nama saya ada. Saya langsung pulang, ngomong ke Ibu, 'Bu, aku diterima!'" ujarnya sambil mengenang momen itu.

Tak Berhenti Belajar

Tun menerima SK sebagai PNS per 1 Maret 1989 dan mengawali karier dengan pangkat 1/B juru muda tingkat 1 dengan gaji yang saat itu sebesar Rp39.600 di Bappeda Provinsi Jatim sebagai tukang bersih-bersih ruangan Wakil Kepala Bappeda Jatim.

Melihat kinerja Tun yang bagus, Wakil Kepala Bappeda Jatim mempromosikan dirinya menjadi ajudan Kepala Bappeda Jatim. Selama 15 tahun dia menjadi ajudan Kepala Bappeda Jatim hingga 2004.

Sejak awal diterima PNS, Tun menjalani pekerjaan itu sembari melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra sejak 1997 hingga berhasil diwisuda pada 2001. Dia juga sempat mewakili Indonesia untuk mengikuti Pan Pacific Youth Exchange Program selama 1 tahun pada 2003-2004.

Lalu pada 2004-2006 Tun ditugaskan untuk belajar menempuh pendidikan S2. Tapi dia tidak ingin berkuliah di kampus dalam negeri. Tun mencari profesor yang bersedia membiayai penuh kuliah S2-nya di Saga University, Jepang.

Karier Tun terus menanjak. Hingga pada Desember 2012 Tun dilantik sebagai pejabat eselon IVa sebagai Kasubdit Sistem Informasi di Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Jawa Timur.

Kecintaannya pada dunia pendidikan tidak pernah surut. Pada awal 2015 Tun kembali mencari profesor yang mau membiayai dirinya untuk berkuliah S3 atau menempuh gelar doktoral.

Hingga September 2015 ia rela melepaskan jabatan eselon IVa karena lebih memilih menempuh PhD ke Yamaguchi University Japan dengan beasiswa Honour Monbukagakusho secara penuh serta dari pembiayaan dari Yamaguchi University Engineering Alumni Scholarship.

"Kalau sama teman kantor, dibilang kayak enggak ada pekerjaan saja tiap hari ngirim email, menghadap komputer, kirim email enggak jelas. Mereka enggak tahu, ratusan email tiap hari saya kirim ke profesor seluruh dunia. Akhirnya ada tiga profesor yang yang memberikan respon, Profesor Kasim dari Turki, Profesor Eduard dari Jerman, dan Profesor Aziz dari Jepang ini," urainya.

Dua tahun dia tempuh pendidikan S3 di Yamaguchi University Engineering dalam program scholarship hingga lulus dengan seluruh nilai mata kuliahnya A+ pada 2018. Selama menempuh jenjang pendidikan tertinggi di Jepang itulah dia mulai berpikir untuk 'pindah ke Jepang'.

Tun tetap pulang ke Indonesia dan kembali aktif sebagai PNS Pemprov Jatim dengan alasan dia tidak ingin dianggap tidak tahu berterima kasih. Sekitar April 2018 Tun diangkat menjadi PNS dengan golongan IV/A, golongan tertinggi sebagai pegawai negeri.

"Saya sangat bersyukur meski mengawali dengan ijazah SMP tapi saat itu bisa mencapai golongan IV/A," ujarnya.

Pensiun Dini demi Tinggal di Jepang

Tapi pemikiran untuk pindah ke Jepang masih menghantui Tun. Dia pun berkomunikasi dengan temannya yang menjabat Kepala BKD mengenai pensiun dini. Secara aturan, Tun memenuhi syarat untuk pensiun dini. Dia pun segera menyampaikan niat itu kepada ibunya juga istri dan anak-anaknya.

"Lebih dari 30 tahun saya bekerja kemudian saya memenuhi syarat usia 50 tahun, yang penting sudah ada izin pimpinan langsung. Saya ajukan (pensiun dini) September 2019, tanggal 1 Desember 2019 SK pensiun saya turun diteken oleh Bu Khofifah (Gubernur Jatim)," katanya.

Sejak 11 Januari 2020, Tun bersama istri dan ketiga anaknya menetap di Jepang. Di Jepang, Tun berkarier di perusahaan bidang teknologi pengeringan. Total sudah 5 tahun 10 bulan dia tinggal dan berkarier di sana.

"Visa saya engineer leader. Saya engineering leader di sebuah company Jepang, perusahaan bidang teknologi pengeringan air tawar tanah dan teknologi pengerasan tanah lunak," ujarnya.

Kelima anaknya tidak semuanya menempuh pendidikan di Jepang. Anak pertamanya kuliah di Fakultas Perikanan Hewan Universitas Wijaya Kusuma. Saat ini semester 7. Sementara anak keduanya berkuliah di Jurusan Sastra Inggris di Universitas Negeri Surabaya Jalan Lidah Wetan.

Hanya 3 anaknya yang menempuh pendidikan di Jepang. Anak ketiga kuliah di Tokyo International University di Saitama, anak nomor empat masih SMP, dan yang terkecil SD.

"Jepang menanggung semua biaya, kayak biaya hidup. Digaji anak-anak di sini, usia 18 tahun digaji," ucapnya.

Hingga kini Tun masih belum berpikir untuk kembali ke Indonesia dan memulai karier baru. Dia mengaku sudah merasa nyaman tinggal dan berkarier di Jepang.

"Seterusnya (tinggal di Jepang). Saya nggak kepikiran pulang ke Indonesia, karena di sini saya lebih dihargai. Dihargai bukan berarti uang saja, tapi dihargai pemikiran saya, ide saya. Dari segi ekonomi ya jauh. Untuk kedua anak saya, kalau libur kuliah selalu datang ke Jepang," pungkasnya.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads