Pesantren-pesantren Tertua di Jawa Timur

Pesantren-pesantren Tertua di Jawa Timur

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Selasa, 21 Okt 2025 16:00 WIB
ponpes tegalsari ponorogo
Ponpes Tegalsari Ponorogo, salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Foto: Charoline Pebrianti
Surabaya -

Jawa Timur dikenal sebagai pusat lahir dan tumbuhnya banyak pesantren tertua di Indonesia. Dari sinilah denyut pendidikan Islam tradisional berakar dan menyebar ke berbagai penjuru Nusantara.

Pesantren-pesantren ini bukan sekadar lembaga pendidikan keagamaan, melainkan pusat perjuangan, kebudayaan, dan pembentukan karakter bangsa. Di dalam bilik-bilik santri yang sederhana, lahir para ulama, tokoh nasionalis, dan pejuang kemerdekaan yang membangun dasar moral Indonesia modern.

Tradisi pesantren telah ada jauh sebelum masa kolonial, bahkan menjadi sistem pendidikan Islam tertua di Nusantara. Pola pendidikan ini bersumber dari tradisi keilmuan Islam abad pertengahan yang dibawa para ulama dari Timur Tengah, kemudian dikembangkan dengan kearifan lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pesantren Tertua di Jawa Timur

Di Jawa Timur, pesantren tumbuh pesat karena kuatnya jaringan dakwah para wali dan kiai sejak masa Wali Songo. Model pengajaran berbasis halaqah (lingkaran belajar) dan sorogan (tatap muka langsung antara santri dan kiai) menjadi ciri khasnya.

ADVERTISEMENT

Perkembangan ini makin mengakar pada abad ke-18 hingga ke-19, ketika muncul generasi kiai yang tidak hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi memiliki visi sosial dan politik kebangsaan.

Pesantren pun menjadi benteng moral, sekaligus pusat pemberdayaan masyarakat, terutama saat bangsa ini menghadapi penjajahan. Lalu, apa saja pesantren-pesantren tertua di Jawa Timur? Mari menelusuri bersama.

1. Pondok Pesantren Cangaan (Bangil, Pasuruan)

  • Tahun Berdiri: Diperkirakan 1710 Masehi.
  • Pendiri: Syekh Jalaluddin, yang dikenal sebagai Mbah Lowo Ijo.

Didirikan pada awal abad ke-18, Pesantren Cangaan merupakan pusat dakwah Islam tradisional yang sangat kental dengan kajian kitab kuning (salaf). Keberadaannya menjadi tonggak penting penyebaran agama Islam di wilayah Pasuruan.

Reputasinya sebagai gudang ilmu membuatnya menjadi tujuan para santri dari berbagai daerah, termasuk ulama-ulama besar seperti Syaikhona Kholil Bangkalan yang konon pernah menimba ilmu di sini, menjadikan Cangaan sebagai 'gurunya para kiai'.

Pondok Pesantren Cangaan diakui sebagai salah satu pesantren tertua di Indonesia. Pesantren ini dikenal sebagai pusat pendidikan salaf yang kental, berfokus pada kajian kitab kuning dengan sistem pengajian tradisional.

Pondok ini memiliki peran besar dalam sejarah awal pergerakan ulama di Jawa Timur. Pondok Pesantren Cangaan juga telah melahirkan banyak ulama besar, termasuk Syaikhona Kholil Bangkalan.

2. Pondok Pesantren Mojosari (Loceret, Nganjuk)

  • Tahun Berdiri: Diperkirakan antara 1710 Masehi-1720 Masehi.
  • Pendiri: As-Syeikh KH Az-Zahid Ali Imron.

Pendirian pesantren ini bermula dari proses tirakat (riyadhah dan olah batin) yang dilakukan KH Ali Imron di sebuah lokasi yang dikenal angker. Setelah berhasil 'membersihkan' tempat tersebut, didirikanlah pusat pengajian.

Mojosari terkenal sebagai pesantren salaf dengan keunikan dan karisma tersendiri. Kontribusinya besar dalam melahirkan generasi ulama, termasuk beberapa tokoh penting yang terlibat dalam pendirian Nahdlatul Ulama (NU), seperti KH Wahab Hasbullah.

Didirikan setelah pendirinya melakukan tirakat (olah batin) di sebuah lokasi yang dikenal angker. Pesantren ini dikenal memiliki keunikan dan karisma tersendiri. Mojosari adalah salah satu tempat menimba ilmu bagi tokoh-tokoh besar pendiri Nahdlatul Ulama, seperti KH Wahab Hasbullah.

3. Pondok Pesantren Tegalsari (Jetis, Ponorogo)

Tahun Berdiri: Diperkirakan 1742 Masehi.

Pendiri: Kiai Ageng Muhammad Besari.

Pondok Pesantren Tegalsari di Kabupaten Ponorogo mencapai masa keemasan pada abad ke-18, dan dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan Islam paling berpengaruh di Jawa. Pada masa itu, ribuan santri datang dari berbagai daerah hingga seluruh Desa Tegalsari berubah menjadi kawasan pondok.

Keunikan pesantren ini terletak pada perannya mencetak ulama, dan mendidik kalangan bangsawan dan tokoh pergerakan. Di antara murid-murid terkenalnya terdapat Raja Mataram Paku Buwana II, pujangga besar Ronggowarsito, dan kelak melahirkan keturunan yang menjadi tokoh nasional H O S Cokroaminoto.

Sebagai pesantren yang menggabungkan tradisi keilmuan Islam dengan budaya Jawa, Pondok Pesantren Tegalsari memegang peran penting dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia.

Warisan intelektual dan sistem pendidikannya kemudian menjadi inspirasi bagi lahirnya Pondok Modern Darussalam Gontor, menjadikan Pondok Pesantren Tegalsari sebagai salah satu tonggak utama dalam perjalanan pesantren di Nusantara.

4. Pondok Pesantren Sidogiri (Kraton, Pasuruan)

  • Tahun Berdiri: Diperkirakan 1745 M (versi lain 1718 M).
  • Pendiri: Sayyid Sulaiman (keturunan Sunan Gunung Jati dan Sayyid dari Hadramaut).

Pondok Pesantren Sidogiri di Kabupaten Pasuruan berdiri melalui proses yang penuh perjuangan, dimulai dari pembabatan hutan belantara selama 40 hari sebelum akhirnya menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh.

Sebagai salah satu pesantren tertua, Sidogiri dikenal kukuh mempertahankan tradisi salaf murni dengan fokus pada pengajaran kitab kuning dan menolak integrasi kurikulum formal pemerintah. Pendekatan ini menjadikan Sidogiri simbol keteguhan pesantren tradisional dalam menjaga kemurnian ilmu dan nilai keislaman klasik.

Selain kuat dalam bidang pendidikan agama, Sidogiri juga dikenal sebagai pesantren yang mandiri secara ekonomi. Melalui koperasi dan berbagai unit usaha santri, pesantren ini berhasil membangun sistem kemandirian finansial.

Sidogiri menjadi contoh bagi banyak lembaga pendidikan Islam lainnya. Kombinasi antara keteguhan tradisi, kemandirian, dan pengaruhnya yang luas menjadikan pesantren ini salah satu benteng utama penjaga keilmuan Islam di Nusantara.

5. Pondok Pesantren Qomaruddin (Bungah, Gresik)

  • Tahun Berdiri: Diperkirakan 1747 Masehi.
  • Pendiri: KH Qomaruddin (Mbah Qomaruddin).

Pondok Pesantren Qomaruddin yang terletak di Dusun Sampurnan, Kabupaten Gresik, merupakan salah satu lembaga keagamaan tertua di kawasan Pantura Jawa. Awalnya dikenal dengan nama Pesantren Sampurnan, pesantren ini menjadi pusat penyebaran Islam dan pendidikan keagamaan sejak masa awal berdirinya.

Seiring perkembangan zaman, Pesantren Qomaruddin menunjukkan kemampuan beradaptasi dengan mendirikan lembaga pendidikan formal, yakni Madrasah Ibtidaiyah Assa'adah pada tahun 1932. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam upaya memadukan sistem pendidikan salaf dengan model klasikal modern.

Dengan perpaduan tersebut, Pesantren Qomaruddin berhasil mempertahankan akar tradisi keilmuan Islam klasik, sekaligus membuka ruang bagi kemajuan pendidikan. Hingga kini, pesantren ini dikenal sebagai simbol harmonisasi antara nilai-nilai pesantren tradisional dan pembaruan pendidikan di Gresik.

6. Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah (Siwalan Panji, Sidoarjo)

  • Tahun Berdiri: 1787 Masehi.
  • Pendiri: KH Hamdani.

Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah, yang terletak di Desa Siwalan Panji, Kabupaten Sidoarjo, merupakan salah satu pesantren tertua di Jawa Timur, dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Berdiri sejak akhir abad ke-18, pesantren ini menjadi tempat menimba ilmu bagi banyak ulama besar, termasuk KH M Hasyim Asy'ari.

Selain sebagai pusat pendidikan agama, Al-Hamdaniyah juga menjadi saksi penting perjalanan bangsa, bangunannya kerap digunakan sebagai tempat pertemuan para tokoh revolusioner dan nasionalis pada masa perjuangan kemerdekaan.

Dikenal pula dengan sebutan Pondok Siwalan Panji, pesantren ini menjadi salah satu titik awal lahirnya jaringan ulama perintis NU. Hingga kini, Al-Hamdaniyah tetap mempertahankan karakter pesantren salaf dengan tradisi keilmuan yang kuat serta semangat kebangsaan yang melekat sejak masa perjuangan.

7. Pondok Pesantren Tebuireng (Jombang)

  • Tahun Berdiri: 1899 Masehi.
  • Pendiri: KH M Hasyim Asy'ari (salah satu pendiri NU).

Pondok Pesantren Tebuireng didirikan KH Hasyim Asy'ari di kawasan yang dahulu dikenal rawan maksiat. Dengan tekad dakwah dan semangat pembaruan, ia mengubah wilayah itu menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh.

Berdiri sebagai pelopor reformasi di lingkungan pesantren tradisional, Tebuireng memperkenalkan sistem klasikal (madrasah) dan memasukkan pelajaran umum ke dalam kurikulum pesantren, langkah yang pada masanya sempat menuai penolakan, namun kemudian menjadi model bagi banyak pesantren di Indonesia.

Lebih dari sekadar lembaga pendidikan, Tebuireng mencatat peran penting dalam sejarah bangsa. Dari pesantren inilah lahir Resolusi Jihad pada 1945, seruan monumental yang digagas KH Hasyim Asy'ari dan menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat Surabaya dalam Pertempuran 10 November.

Hingga kini, Pondok Pesantren Tebuireng dikenal sebagai pesantren yang memadukan tradisi keilmuan salaf dengan semangat kebangsaan dan pembaruan pendidikan Islam.

8. Pondok Pesantren Lirboyo (Kediri)

  • Tahun Berdiri: 1910 Masehi.
  • Pendiri: KH Abdul Karim.

Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri berdiri pada tahun 1910 atas prakarsa KH Abdul Karim, yang mendapat dorongan dari mertuanya, Kiai Sholeh Banjarmelati, untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah yang saat itu masih dianggap rawan kejahatan.

Dari tempat yang dulunya dikenal angker, Pondok Pesantren Lirboyo tumbuh menjadi salah satu pesantren salaf terbesar di Indonesia, dengan pengaruh kuat terhadap perkembangan Islam tradisional di Jawa Timur.

Sejak awal, pesantren ini meneguhkan diri sebagai pusat pendidikan salafiyah yang berfokus pada pendalaman kitab kuning dan pembentukan karakter santri yang disiplin, sederhana, dan berpegang teguh pada nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama'ah.

Afiliasinya dengan NU semakin memperkuat perannya dalam menjaga tradisi keilmuan Islam klasik. Tak hanya di bidang keagamaan, santri Lirboyo aktif dalam perjuangan kemerdekaan, termasuk dalam Pertempuran 10 November di Surabaya, menjadikan pesantren simbol perpaduan ilmu, perjuangan, dan pengabdian.

Pesantren-pesantren tua di Jawa Timur bukan hanya benteng ilmu agama, tetapi juga fondasi peradaban bangsa. Para kiai tidak hanya mengajarkan tafsir dan fiqh, tetapi juga menanamkan nilai cinta tanah air dan semangat jihad ilmu.

Kini, pesantren-pesantren tersebut terus beradaptasi dengan zaman, membuka ruang dialog antara ilmu klasik dan modern. Nilai ikhlas, istiqamah, tawadhu, dan mandiri yang diwariskan para kiai tetap menjadi sumber inspirasi bagi generasi santri masa kini.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads