Tradisi Unik Ponpes di Jawa Timur untuk Merayakan Hari Santri

Tradisi Unik Ponpes di Jawa Timur untuk Merayakan Hari Santri

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Selasa, 21 Okt 2025 15:15 WIB
Tradisi Unik Ponpes di Jawa Timur untuk Merayakan Hari Santri
Santri membaca kitab kuning. Foto: ANTARA FOTO/Rizal Hanafi
Surabaya -

Setiap bulan Oktober, pesantren-pesantren di Jawa Timur seakan hidup kembali dengan semangat yang sama, yaitu mengenang perjuangan para kiai dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan.

Peringatan Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober tidak hanya menjadi seremoni tahunan, tetapi momentum untuk meneguhkan jati diri pesantren sebagai pusat pendidikan, kebudayaan, dan pergerakan bangsa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi Ponpes di Jatim dalam Merayakan Hari Santri

Dalam rangka memperingati Hari Santri, setiap pondok pesantren dari berbagai daerah memiliki tradisi-tradisi tertentu untuk merayakan momen perjuangan kiai dan santri dalam mengembangkan agama di muka bumi. Apa saja kira-kira tradisi yang ada di Jawa Timur?

1. Teatrikal Resolusi Jihad

Peringatan Hari Santri Nasional selalu diwarnai dengan Teatrikal Resolusi Jihad, sebuah pementasan drama massal yang merekonstruksi momen bersejarah dikeluarkannya fatwa Resolusi Jihad oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945.

ADVERTISEMENT

Acara ini rutin dipusatkan di tempat-tempat yang memiliki nilai historis, seperti Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, atau alun-alun kota-kota besar yang menjadi basis perjuangan.

Biasanya digelar pada 22 Oktober, pementasan ini melibatkan ratusan santri yang berperan sebagai kiai dan pejuang, bertujuan mengenang dan meneladani peran sentral ulama dalam mempertahankan kemerdekaan, sekaligus menegaskan jihad santri adalah demi tegaknya NKRI.

2. Kenduri (Talaman) Massal

Salah satu tradisi paling mendasar dan unik di pesantren adalah Kenduri atau Talaman Massal, yaitu ritual makan bersama secara komunal dari satu nampan atau wadah besar. Tradisi yang dapat ditemukan di hampir seluruh pondok pesantren salaf dan modern di Jatim ini sering dilangsungkan setelah apel Hari Santri.

Para santri duduk melingkar, dan setiap kelompok biasanya 4-6 orang berbagi nasi dan lauk pauk sederhana dari satu talam yang sama, sering kali tanpa sendok. Tradisi ini mengajarkan nilai kesederhanaan (zuhud) dan kebersamaan (ukhuwah), melambangkan kesetaraan santri tanpa memandang status sosial.

3. Jalan Sehat Sarungan

Untuk mempromosikan identitas khas santri ke masyarakat umum, digelarlah Jalan Sehat Sarungan. Acara ini merupakan kegiatan olahraga massal yang mewajibkan seluruh peserta, baik santri, siswa sekolah, maupun masyarakat sipil, untuk mengenakan sarung dan peci saat menempuh rute yang telah ditentukan.

Malang Raya dan Ponorogo rutin mengadakan acara ini menjelang Hari Santri. Tujuannya menghilangkan kesan kaku atau kuno pada sarung, sekaligus menunjukkan bahwa sarung adalah busana yang fleksibel dan dapat digunakan untuk beraktivitas, juga memperingati kesederhanaan pakaian pejuang santri di masa lalu.

4. Liga Santri Antar Ponpes

Liga Santri Antar-Ponpes adalah wadah kompetisi olahraga, terutama sepak bola atau futsal, yang diikuti tim-tim perwakilan dari pondok pesantren dalam satu wilayah. Kegiatan ini sering ditemukan di Jember dan Pasuruan, dengan rangkaian pertandingan yang dimulai jauh sebelum puncak HSN.

Momen yang paling unik adalah pertandingan ekshibisi atau final yang dilakukan dengan aturan "Futsal Sarungan", di mana pemain diwajibkan bermain sambil mengenakan sarung.

Tradisi ini bertujuan membangun kesehatan jasmani dan mempererat silaturahmi antar-pesantren, menunjukkan santri juga aktif dalam bidang olahraga dan rekreasi tanpa meninggalkan identitas kebudayaannya.

5. Ziarah Muassis

Setiap peringatan Hari Santri, dilakukan ziarah muassis, yakni kunjungan massal ke makam para pendiri (muassis) pesantren dan tokoh-tokoh besar NU yang berjasa besar dalam perjuangan kemerdekaan. Tempat sentral dilakukannya ziarah ini adalah makam KH Hasyim Asy'ari di Tebuireng Jombang.

Acara yang diisi dengan tahlil dan doa bersama ini merupakan wujud bakti santri (birrul masyaikh) dan penghormatan tulus kepada para guru dan pahlawan. Kegiatan ini berfungsi sebagai pengingat spiritual bahwa HSN adalah hasil dari perjuangan ulama dan santri yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan.

6. Instruksi Bersarung ASN

Tradisi paling unik yang melibatkan birokrasi dan publik adalah Instruksi Bersarung ASN, terutama yang diterapkan secara masif dan konsisten di Kabupaten Ponorogo.

Bupati dan ASN di Ponorogo secara rutin mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan seluruh ASN, pelajar, hingga pedagang untuk mengenakan pakaian ala santri (sarung, baju koko, dan peci) selama 1-2 pekan menjelang HSN.

Kebijakan ini bertujuan menjadikan Hari Santri sebagai milik universal seluruh masyarakat, tidak hanya pesantren. Selain itu, tradisi ini sukses menggerakkan roda ekonomi lokal karena terjadi lonjakan permintaan terhadap sarung dan perlengkapan muslim di wilayah tersebut.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads