Santri kini tak hanya pandai mengaji, tapi juga mampu berbicara lewat karya visual. Itu terlihat dalam SMASIF Film Festival (SMAFEST) 3.0 yang digelar siswa SMA Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo di Cinema XXI Royal Plaza Surabaya pada 18-19 Oktober 2025. Festival ini memutar delapan film pendek terbaik karya siswa yang mendapat sambutan hangat dari ratusan penonton.
Ajang tahunan yang diinisiasi komunitas film sekolah SMAPRO ini menjadi wadah kreativitas santri dalam perfilman. Tak hanya sekadar acara sekolah, karya-karya yang diputar di SMAFEST terbukti berkualitas. Bahkan sejumlah film di antaranya menang di festival film nasional dan internasional, termasuk di ajang ConnectHer Film Festival Amerika Serikat.
Acara ini juga dibuka untuk siswa di lingkungan Pondok Pesantren Bumi Shalawat. Banyak orang tua yang hadir mendampingi anak-anak mereka dan dibuat terharu melihat kreativitas santri yang mampu berkarya di medium audio visual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala SMA Progresif Bumi Shalawat, Mochamad Misbachul Munir Ardy, S.Pd., M.Mat., Gr., mengaku bangga dengan kreativitas yang diciptakan para siswa.
"SMAFEST ini sudah kita laksanakan di tahun ketiga. Tahun-tahun sebelumnya, siswa juga sudah banyak memproduksi film dan diputar serta diapresiasi penonton. Artinya, mereka tidak berhenti berkreasi, dan sekolah akan terus mewadahi ide-ide kreatif itu," ujarnya.
Film yang diputar antara lain Cakrawala Kebhinekaan, New Tabs, Kahanan, A Safe Haven, Grit Glitter, dan tiga film lainnya dari genre dokumenter, animasi, hingga fiksi.
Guru pembimbing SMAPRO, Devi Ekasari mengatakan, kegiatan ini bukan hanya belajar teknis film tapi juga membangun karakter.
"Mereka juga bisa membuktikan bahwa santri bisa aktif berkarya, berpikir kritis, dan berprestasi di bidang modern seperti perfilman," kata guru Bahasa Inggris tersebut.
Usai pemutaran film, acara dilanjutkan sesi bedah karya bersama sutradara dan penulis skenario yang telah lama berkarya di industri film Indonesia, yakni Danial Rifki. Ia terkesan dengan kualitas karya santri Bumi Shalawat.
"Delapan film yang saya tonton punya tema yang begitu luas dari keseharian pesantren hingga kepekaan sosial santri melihat sekitarnya. Ada kepekaan tentang lingkungan, tentang orang-orang dengan disabilitas, dan kepekaan kepada perempuan yang termarjinalkan. Ini pemikiran yang luar biasa yang dihasilkan dari teman-teman di usia SMA. Harus kita apresiasi betul karena dari segi teknisnya pun juga bagus sekali, ada animasi, dokumenter, dan fiksi," beber Danial.
"Semoga bisa terus tumbuh karena saya rasa ini awal yang baik sekali untuk sampai kepada industri sinema yang sesungguhnya. Butuh beberapa tahap lagi untuk menyempurnakan teknis," lanjutnya.
Dukungan juga datang dari pihak pesantren. Salah satu pengurus Pondok Pesantren Bumi Shalawat, Hj. Nihayah Ali, S.Psi, menegaskan pihaknya siap memfasilitasi minat santri di berbagai bidang, termasuk perfilman.
"Alhamdulillah kita sebagai santri membuktikan bahwa santri itu tidak hanya bisa mengajar. Narasi sekarang kan bilang santri kuno atau bagaimana. Kita di sini membuktikan bahwa santri itu lebih dari itu. Mereka peduli lingkungan, peka terhadap apa yang terjadi di sekitar. Kita juga mengamalkan apa yang diajarkan agama, kepada sosial dan lingkungan," terang Nihayah.
"Dan bakat-bakat yang terpendam atau minat-minat itu seyogyanya menjadikan mereka berkembang akan kita fasilitasi," sambungnya.
SMAFEST 3.0 juga menjadi bagian dari peringatan Hari Santri Nasional 2025. Dengan tema kreativitas tanpa batas, festival ini membuktikan bahwa santri masa kini mampu bersaing di dunia modern, termasuk industri film yang sarat teknologi dan kreativitas.
(auh/hil)











































