Detik-detik dr Larona Ditelepon Direktur RSUD Tangani Amputasi Nur Ahmad

Detik-detik dr Larona Ditelepon Direktur RSUD Tangani Amputasi Nur Ahmad

Mira Rachmalia - detikJatim
Sabtu, 04 Okt 2025 13:15 WIB
Spesialis Ortopedi dan Traumatologi dr Larona Hydravianto yang melakukan amputasi santri Ponpes Sidoarjo.
Spesialis Ortopedi dan Traumatologi dr Larona Hydravianto yang melakukan amputasi santri Ponpes Sidoarjo. (Foto: Mira Rachmalia/detikJatim)
Sidoarjo -

Puing-puing reruntuhan Ponpes Al Khoziny Buduran, Sidoarjo menyisakan kisah heroik nan dramatis. Nur Ahmad (14) terjebak di bawah reruntuhan dengan kondisi tangan terhimpit beton.

Dalam situasi genting itu, dr Larona Hydravianto, dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RSUD Sidoarjo, mendapat telepon dari Direktur RSUD dr Atok Irawan. Ia diminta untuk menangani amputasi darurat terhadap Ahmad.

Sebelumnya, dr Larona sudah sempat melihat para korban yang dibawa ke IGD RSUD Sidoarjo. Setelah memastikan para korban dalam kondisi baik dan hanya mengalami luka ringan, ia pun meninggalkan rumah sakit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di tengah jalan, sekitar 19.10 WIB, saya ditelepon Direktur RSUD Sidoarjo. Beliau mengatakan ada pasien yang memerlukan amputasi di tempat atau lokasi, karena pasien ini ditemukan dalam keadaan hidup, namun lengannya terhimpit runtuhan beton," terang Larona kepada detikJatim, Sabtu (4/10/2025).

Ia pun langsung menuju lokasi. Setibanya di sana, Larona menjadi tenaga medis pertama yang masuk ke titik korban. Ia merangkak melalui celah sempit berukuran sekitar 30 sentimeter untuk menjangkau Ahmad, yang telentang dengan lengan kiri terhimpit beton besar.

ADVERTISEMENT

"Saya masuk ditemani perawat rescue RSUD dan Basarnas. Kemudian saya melakukan penilaian awal, saya cek pasien, saya sapa, saya panggil, responsnya tidak terlalu baik dan kelihatan sesak, tapi mata terbuka, kakinya bergerak lemah, lengan kirinya terhimpit hingga siku," ungkap Larona.

Setelah itu, ia segera mempertimbangkan langkah darurat yang harus diambil. Tangan korban yang terjepit sudah remuk dan tidak mungkin dipertahankan. Sementara beton yang menimpa lengan korban sulit diangkat dengan cepat, sehingga diputuskan amputasi darurat untuk menyelamatkan nyawa Ahmad.

Keputusan amputasi darurat juga diambil karena tim khawatir kondisi pasien bisa memburuk dan nyawanya terancam. Menurut Larona, prinsip medis yang digunakans saat itu adalah live saving amputation, di mana prioritas utama adalah menyelamatkan nyawa.

"Jadi, salah satu prinsip kegawatdaruratan itu life saving is first, limb saving is second. Artinya, penyelamatan nyawa lebih penting daripada menyelamatkan anggota tubuh. Itu yang mendasari, kenapa (amputasi) harus kami lakukan karena kalau ditunggu lebih lama kondisi pasien bisa semakin buruk," katanya.

Namun, kata Larona, saat itu peralatan untuk melakukan amputasi tidak memadai. Jadi, ia keluar memanggil bantuan personel dari RSUD Sidoarjo, mengingat jarak rumah sakit ke TKP hanya sekitar 15 menit.

"Saya menghubungi dokter anestesi, saya juga menghubungi kamar bedah untuk menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk proses amputasi. Tidak lama kemudian, satu ambulans datang dengan tim lengkap," ungkap Larona.

Setelah tim datang, Larona kembali masuk ke titik Ahmad, bersama spesialis anestesi dr Farouq Abdurrahman, dan PPDS Ortopedi dr Aaron Franklyn. Karena akses masuk ke lokasi yang sempit, Aaron masuk paling dalam untuk lebih dekat dengan korban.

"dr Farouq memberikan support obat bius dan memantau keadaan pasien. Jadi, kami kerjakan bersama-sama sampai bisa dilakukan (amputasi), dan itu lumayan susah juga memotongnya. Kira-kira 20 menit baru bisa kami lepaskan, lalu dibawa keluar," ungkapnya.

Larona menjelaskan, setelah selesai amputasi, Ahmad langsung ditarik keluar dibantu Basarnas. Di luar, Larona dan tim menstabilkan kondisi korban sebelum melarikannya ke RSUD Sidoarjo. Malam itu juga dilakukan operasi lanjutan untuk menyelesaikan prosedur amputasi yang sebelumnya dilakukan di lapangan.

"Waktu itu operasi kedua sekitar 90 menit. Kami membersihkan lukanya, membuang jaringan yang mati, merapikan bagian kulit dan sebagainya," ucap Larona.

Saat ini, Ahmad sudah menjalani proses pemulihan di kamar perawatan RSUD Sidoarjo. Menurut dr Larona, kondisinya terus membaik dan stabil, secara mental juga dalam kondisi baik.

"Kalau kami lihat kontaknya, keluhannya, nyerinya semakin berkurang, terus tidak ada demam, nafsu makan baik, hasil laboratorium bagus, tidak ada tanda-tanda infeksi," terangnya.

Seperti diketahui, bangunan musala Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin (29/9/2025) sore. Ratusan santri yang sedang menjalankan salat asar tertimbun runtuhan bangunan empat lantai tersebut.

Hingga hari keempat pascakejadian, total korban meninggal 14 orang, 103 selamat, dan puluhan lainnya masih belum ditemukan. Sabtu (4/10/2025), proses evakuasi menggunakan alat berat masih terus dilakukan untuk mencari keberadaan korban lain.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Petugas Ungkap Sulitnya Identifikasi Jenazah Korban Ponpes Al Khoziny"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads