Tiga hari berlalu sejak bangunan Ponpes Al Khoziny Buduran, Kabupaten Sidoarjo ambruk, Arifin, wali santri asal Surabaya, hanya bisa berharap sambil menunggu kabar anaknya yang tertimbun reruntuhan. Gemetar karena cemas, ia sampai belum makan atau minum selama tiga hari.
"Ya mengharapkan sekali keajaiban Allah SWT. Karena sudah tiga hari nggak makan, nggak minum. Saya sendiri seharian gemetar, gemetar karena tidak makan," kata Arifin ditemui detikJatim di lokasi, Rabu (1/10/2025).
Ia mengatakan, anaknya, Faumul (15), santri kelas 3 SMP, hingga hari ini belum ditemukan. Kondisi yang tidak pasti ini membuat Arifin cemas. Ia bahkan mengaku sampai gemetar karena tidak bisa menelan makanan maupun minuman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum ada kabar, di rumah sakit juga tidak ada semua. Sejak hari pertama itu, kami cek seluruh rumah sakit di Sidoarjo, nggak ada, mungkin di sini," ungkapnya berharap.
Kekhawatiran wali santri membuat mereka tak peduli lapar atau haus. Raut lelah dan gelisah terpancar di wajah mereka. Walau begitu, Arifin mengaku tetap memasrahkan semua. Saat ini, ia ditemani saudaranya bergantian berjaga di sekitar lokasi kejadian.
"Sudah tiga hari di sini. Langsung meluncur semua itu saudara semua. Gantian yang jaga, karena takut ada info-info gitu. Harapannya cepat ketemu, sehat walafiat, tapi yang penting ketemu dulu, tapi kalau memang sudah takdir, ya takdir anak saya, ya kami rida, takdir Allah," harapnya dengan suara bergetar.
Arifin dan sejumlah wali santri pun menyoroti penanganan evakuasi yang dinilai lambat. Menurut mereka, banyak petugas di lapangan, tetapi tidak terlibat langsung dalam pencarian korban.
"Penanganannya kurang cepat. Banyak petugas hanya pakai seragam tapi tidak bekerja. Yang bekerja hanya segelintir orang, yang lain lebih banyak rapat atau foto-foto. Padahal masyarakat di sini banyak yang ahli bangunan, bisa dilibatkan untuk percepat evakuasi," katanya.
Karena merasa tidak mendapat kejelasan dari pihak berwenang, para wali santri bersama masyarakat sekitar sempat mengadakan rapat internal. Mereka memutuskan untuk turun tangan membantu mengangkat puing-puing agar proses pencarian korban bisa segera dituntaskan.
"Kami di sini sudah tiga hari belum ada kepastian. Makanya mulai turun tangan sendiri. Tadi rundingan sama semua wali santri yang terdampak di sini, sepakat kami bantu Basarnas dengan cara diteteli (dibongkar manual) titik yang aman, jadi prosesnya bisa lebih cepat," tambahnya.
Di sisi lain, keluarga korban lain, Syamsul Anam, warga Bangkalan, menceritakan saat mendapat kabar keponakannya menjadi korban ambruknya bangunan ponpes itu. Ia mengatakan sang ponakan masih berada di dalam musala ketika peristiwa terjadi.
"Ponakan saya lagi salat asar berjemaah ketika kejadian. Ada yang lihat dia di tengah saf, jadi sulit selamat. Kalau yang di depan masih bisa keluar, tapi yang tengah dan belakang tidak bisa," ujar Syamsul saat ditemui di detikJatim lokasi.
Syamsul mengaku tiba di lokasi tak lama setelah peristiwa terjadi. Ia menuturkan, kondisi saat itu masih semrawut, sementara para santri dan warga berusaha mencari korban di bawah reruntuhan.
Hingga berita ini diturunkan, tim gabungan Basarnas, TNI, Polri, dan relawan masih melakukan pencarian dengan bantuan alat berat. Namun, keluarga korban berharap ada langkah lebih cepat agar santri yang masih tertimbun segera ditemukan, baik dalam kondisi selamat maupun tidak.
(irb/hil)