Ambruknya bangunan tiga lantai Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9), menyisakan duka mendalam sekaligus sorotan tajam dari berbagai pihak.
Sebanyak 140 santri yang tengah salat Asar berjamaah tertimpa reruntuhan ketika bangunan tengah dicor, dengan 102 santri berhasil dievakuasi, 3 di antaranya meninggal dunia, sementara 38 masih terjebak.
Selain upaya penyelamatan yang masih berlangsung, muncul sederet fakta mengenai tidak adanya izin mendirikan bangunan (IMB), lemahnya perencanaan teknis, hingga dugaan kelalaian kontraktor maupun pihak ponpes.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rangkuman faktanya:
1. Bangunan Ponpes Diduga Tak Miliki IMB
Bupati Sidoarjo Subandi menyoroti pembangunan Ponpes Al Khoziny yang diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), di mana hal itu terbukti saat dirinya meninjau lokasi dan menemukan bangunan tiga lantai tersebut berdiri tanpa dokumen resmi.
"Ini saya tanyakan izin-izinnya mana, tetapi ternyata nggak ada, ngecor lantai tiga, karena konstruksi tidak standar, jadi akhirnya roboh," kata Subandi, Selasa (30/9/2025).
2. Bangunan Awalnya Hanya Direncanakan Satu Lantai
Pakar Teknik Sipil Struktur ITS, Mudji Irmawan, menyebut bangunan ponpes sejak awal direncanakan hanya satu lantai, namun karena penambahan jumlah santri kemudian dipaksakan hingga tiga lantai tanpa perencanaan teknis yang matang.
"Kalau kita lihat sejarah pembangunan ruang kelas pondok pesantren ini awalnya merupakan bangunan yang direncanakan cuman satu lantai," kata Mudji, Selasa (30/9/2025).
3. Beban Bangunan Bertambah hingga Tidak Mampu Ditopang
Menurut Mudji, penambahan lantai tanpa perhitungan membuat beban bangunan meningkat drastis, dari yang seharusnya hanya menanggung 100% menjadi berlipat hingga 300%, sehingga konstruksi tidak mampu lagi menahan tekanan.
"Nah, ini jadi masalah bebannya yang tadinya 100% jadi 200%, jadi 300%. Itu menyebabkan salah satu faktor utama yang membuat bangunan lantai satu, lantai dua tidak cukup mampu menerima beban yang ada di kerja," jelasnya.
4. Proses Belajar Tetap Berjalan di Tengah Pengecoran
Mudji juga menyoroti kegiatan belajar mengajar di ponpes tetap berlangsung meskipun pengecoran lantai tiga tengah dilakukan, kondisi ini membuat risiko semakin besar ketika bangunan dalam keadaan tidak stabil.
"Struktur bangunan atau konstruksi bangunan yang sedang dikerjakan tiga lantai tersebut menjadi tidak stabil atau labil. Celakanya di lantai satu masih dipakai untuk kegiatan belajar, ngaji," tegasnya.
5. Kontraktor dan Pengurus Ponpes Dinilai Lalai
Dua pihak disebut bertanggung jawab atas musibah ini, yaitu kontraktor yang dianggap tidak memiliki pengalaman maupun kemampuan teknis, serta pengurus ponpes yang memaksa pembangunan tanpa perhitungan risiko.
"Ya, tentunya (kelalaian) kontraktor, kalau menurut Undang Undang Jasa Konstruksi juga harus punya pengalaman, punya ahli, punya alat yang cukup, sehingga bisa memikirkan, 'oh, ini enggak kuat, oh ini kuat' dan sebagainya," ucap Mudji.
6. Menteri Agama Sebut Bangunan Tak Sesuai Teknis
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan belasungkawa sekaligus menegaskan bahwa peristiwa ini tidak boleh terulang, sebab pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman bagi santri malah roboh karena kelalaian teknis.
"Mudah-mudahan ini yang terakhir. Tidak boleh ada lagi pondok pesantren roboh karena kelalaian atau ketidaksesuaian teknis. Kami di Kementerian Agama akan memperkuat pengawasan ke depan," tandasnya.
Simak Video "Video: Kata Pengasuh Ponpes Al Khoziny Soal Penyebab Bangunan Ambruk"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/hil)