Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dikenal sebagai salah satu pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Letaknya yang strategis menjadikan pelabuhan ini sebagai pintu gerbang utama perdagangan menuju kawasan Indonesia Timur.
Sebagai pelabuhan modern, Tanjung Perak dilengkapi berbagai fasilitas, mulai dari terminal peti kemas, dermaga penumpang, hingga layanan kapal pesiar internasional. Peran vitalnya membuat Tanjung Perak tak hanya menjadi pusat ekonomi, tetapi simpul penting dalam jalur pelayaran nasional maupun internasional.
Keberadaan Pelabuhan Tanjung Perak tidak terlepas dari sejarah panjang perdagangan di Surabaya yang sudah berlangsung sejak abad ke-19. Dari awalnya berpusat di Sungai Kalimas hingga berkembang menjadi pelabuhan laut modern, Tanjung Perak menjadi saksi perjalanan ekonomi, politik, dan pertahanan di Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Mula Pelabuhan Surabaya di Kalimas
Mengutip buku Pembangunan Pelabuhan Surabaya dan Kehidupan Sosial Ekonomi di Sekitarnya pada Abad XX terbitan Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta 2016, sebelum adanya Pelabuhan Tanjung Perak, aktivitas pelayaran di Surabaya berpusat di Sungai Kalimas, dari muara hingga Jembatan Merah.
Pada masa itu, Surabaya sudah dikenal sebagai pelabuhan penting kedua di Jawa, setelah Batavia (Jakarta). Letaknya yang strategis dengan dukungan hinterland yang kaya menjadikan pelabuhan ini pusat perdagangan komoditas seperti beras, kopi, gula, tembakau, indigo, dan kopra.
Selain fungsi ekonomi, pelabuhan di Surabaya juga memiliki nilai strategis di bidang pertahanan, terutama karena menjadi markas penting angkatan laut Hindia Belanda. Pada abad ke-19, Pemerintah Kolonial Belanda mulai memikirkan pengembangan pelabuhan Surabaya.
Salah satu alasan utamanya adalah kekhawatiran terhadap Singapura yang semakin kuat sebagai pelabuhan dagang internasional. Selain aspek ekonomi, pengembangan pelabuhan juga berkaitan erat dengan kepentingan militer.
Pada 1875, seorang insinyur bernama Ir W de Jongth menyusun rencana pembangunan pelabuhan baru di Tanjung Perak. Rencana ini sempat ditolak karena biayanya dianggap terlalu tinggi, sehingga pembangunan pelabuhan modern tertunda.
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Perak Abad ke-20
Melansir situs Pustaka Jawa Timuran, memasuki abad ke-20, kebutuhan pelabuhan laut yang lebih besar semakin mendesak. Pada awal 1900-an, Ir W B Van Goor menyusun rencana realistis untuk pembangunan pelabuhan samudera.
Pemerintah Belanda kemudian mendatangkan dua pakar dari negeri asalnya, Prof Dr Kraus dan G J de Jong, untuk memberi masukan teknis. Setelah tahun 1910, pembangunan fisik Pelabuhan Tanjung Perak mulai dilaksanakan.
Kapal-kapal samudera pun bisa merapat langsung di dermaga tanpa harus bongkar muat menggunakan perahu kecil. Sejak saat itu, pelabuhan lama di Jembatan Merah perlahan ditinggalkan, sementara Kalimas berfungsi untuk kapal layar tradisional.
Pada masa Perang Dunia II, Pelabuhan Tanjung Perak sempat mengalami kerusakan parah akibat serangan udara Jepang. Dermaga, gudang, hingga fasilitas minyak milik Belanda hancur.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah belum mampu melakukan rekonstruksi besar-besaran karena keterbatasan sumber daya. Baru pada era 1980-an, Tanjung Perak mulai dikembangkan sebagai pelabuhan kontainer modern untuk mendukung pertumbuhan industri maritim nasional.
Modernisasi dan Fasilitas Pelabuhan
Perkembangan besar terjadi pada 1983 dengan dibangunnya Terminal Mirah untuk kapal antar pulau, terminal penumpang di kawasan Jamrud Utara, serta terminal ferry untuk jalur Surabaya-Madura.
Puncak modernisasi datang pada 1992, dengan selesainya pembangunan Terminal Petikemas Surabaya (TPS) yang berstandar internasional. Fasilitas yang tersedia mencakup Terminal Jamrud, Berlian, Nilam, Mirah, Kalimas, Ro-Ro, dan terminal khusus kapal pesiar.
Hingga kini, Pelabuhan Tanjung Perak terus memainkan peran penting sebagai Gateway Port Indonesia. Pelabuhan ini bukan hanya mendukung distribusi barang dan penumpang dari Jawa Timur ke seluruh Indonesia Timur, tetapi juga menjadi simpul perdagangan global.
Dengan posisinya yang strategis, Tanjung Perak telah menjadi simbol Surabaya sebagai kota maritim, sekaligus pusat perekonomian yang menghubungkan Indonesia dengan dunia internasional.
Sejarah panjang Pelabuhan Tanjung Perak menunjukkan bagaimana Surabaya berkembang sebagai pusat perdagangan dan pelayaran yang berpengaruh. Dari pelabuhan sederhana di Kalimas hingga menjadi pelabuhan modern bertaraf internasional, Tanjung Perak memainkan peran penting dalam perekonomian nasional.
Ke depan, pelabuhan ini diproyeksikan semakin strategis sebagai pintu gerbang maritim Indonesia, tidak hanya untuk memperkuat konektivitas antar pulau, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan global.
Dengan modernisasi berkelanjutan, Pelabuhan Tanjung Perak akan terus menjadi nadi pertumbuhan ekonomi kawasan timur Indonesia dan simbol kejayaan maritim Surabaya.
(ihc/irb)