Sosok Kiai Khozin dikenal sebagai ulama kharismatik yang mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Kiprahnya tak hanya membina para santri dalam ilmu agama, tetapi juga meninggalkan jejak kuat dalam perkembangan pendidikan Islam di Jawa Timur. Nama besarnya terus melekat hingga kini, seiring pesantrennya tumbuh menjadi salah satu pusat kajian keislaman di kawasan Sidoarjo.
Biografi Singkat Kiai Khozin
Mengutip dari Laduni, KH Moch Khozin lahir pada tahun 1875 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto. Nama lengkapnya KH Moch Khozin bin Kyai Khoiruddin bin Ghazali bin R Mustofa. Sejak kecil, ia dibimbing kedua orang tuanya untuk membaca dan menulis Al-Qur'an, serta dibekali nilai-nilai tanggung jawab dan akhlak mulia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada usia muda, KH Khozin menuntut ilmu ke berbagai daerah, termasuk Malang, Pasuruan, dan Madura. Pada tahun 1895, ia menetap di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Buduran sebagai santri KH Ya'qub.
Dikenal tawadu dan tekun, KH Khozin pernah membuat KH Ya'qub terkesan saat membaca kitab hingga larut malam. Inilah yang akhirnya membuat KH Ya'qub menjodohkannya dengan putrinya, Siti Fatimah. Dari pernikahan ini lahir putra mereka, Moch Abbas.
KH Khozin kemudian menempuh pendidikan di Makkah selama sepuluh tahun, didampingi Siti Fatimah. Namun, di tengah perjalanan menuntut ilmu, istrinya wafat. Siti Fatimah dimakamkan di Makkah.
Setelah kembali ke tanah air, KH Khozin menikah dengan Siti Maimunah, putri KH Khamdani, dan dikaruniai enam anak, yaitu Afifah, Sholhah, Siti Zubaidah, Basuni, Mushinah, dan Ruqoyyah.
Pada tahun 1927, KH Khozin diangkat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah untuk periode ketiga. Masa kepengurusannya menjadi puncak kejayaan pondok, karena banyak santri dari berbagai wilayah datang menimba ilmu.
KH Khozin menekankan pendidikan Al-Qur'an, akhlak mulia, dan ketaatan kepada orang tua, ulama, dan guru. Kesabaran, ketelatenan, dan keikhlasannya menular pada para santri, sehingga ketika kembali ke kampung halaman, ajaran dan teladannya turut tersebar.
Selain membina ilmu agama, KH Khozin juga aktif menyiapkan kader dan pejuang untuk kemerdekaan Indonesia. Ia dikenal sebagai pemimpin masyarakat yang menjalankan kewajibannya dengan sepenuh hati, selalu mengedepankan kepentingan umum dan pendidikan.
Pendirian Pesantren Al Khoziny Buduran
Dilansir NU Online, pada tahun yang sama, KH Khozin mendirikan pondok di Desa Buduran untuk memajukan peribadatan, dakwah Islam, dan pendidikan. Awalnya, pondok ini dimaksudkan sebagai tempat tinggal putranya, KH Moch Abbas, yang baru kembali dari Makkah.
Kehadiran KH Moch Abbas disambut hangat masyarakat sekitar, sehingga KH Khozin mengembangkan tempat tersebut menjadi Pondok Pesantren Buduran. Lokasinya sekitar 300 meter di sebelah barat Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah.
Awalnya, KH Khozin berencana menjadi pengasuh pondok ini, tetapi karena kebutuhan Al-Hamdaniyah masih besar, putranya, KH Moch Abbas, diangkat menjadi pengasuh pertama. Nama pondok Al Khoziny diambil dari nama pendirinya sebagai penghormatan atas jasa dan dedikasinya.
Di bawah bimbingannya, Pesantren Buduran melahirkan banyak ulama berpengaruh, seperti KH M Hasyim Asy'ari (Tebuireng, Jombang), KH Abd Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Umar (Jember), KH Nawawi (Pendiri Pesantren Ma'had Arriyadl, Kediri), KH Usman Al Ishaqi (Alfitrah Kedinding, Surabaya), dan lainnya.
Wafat
KH Khozin meninggal pada tahun Β±1955 M dan dimakamkan di pemakaman keluarga Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah. Kehidupan dan perjuangannya selama membina santri dan mengembangkan pendidikan Islam meninggalkan jejak yang mendalam bagi para murid dan masyarakat sekitarnya.
Warisan ilmu dan keteladanannya terus hidup melalui Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran. Hingga kini, pesantren ini tetap menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh di Sidoarjo dan sekitarnya, meneruskan visi dan dedikasi KH Moch Khozin dalam mendidik generasi penerus.
Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(hil/irb)