Pakar Teknik Sipil Struktur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Mudji Irmawan menyebut ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny karena diduga tak dikerjakan secara kaidah teknis. Ia lantas menyebut dua pihak yang bertanggung jawab atas musibah itu.
"Ya, tentunya (kelalaian) kontraktor, kalau menurut Undang Undang Jasa Konstruksi juga harus punya pengalaman, punya ahli, punya alat yang cukup, sehingga bisa memikirkan, 'oh, ini enggak kuat, oh ini kuat' dan sebagainya," kata Mudji kepada detikJatim, Selasa (30/9/2025).
"Ini kan kontraktor tidak tidak punya bekal seperti itu atau dikerjakan sendiri (pihak ponpes) kita juga tidak tahu," imbunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain kontraktor, Mudji juga menyebut yang paling bertanggung jawab adalah pihak pengurus ponpes. Sebab pihak ponpes terus menambahkan lantai baru tanpa memperhitungan risiko yang terjadi.
"Pengelola pondok pesantren juga tidak punya kemampuan teknis. Dianggap itu bangun tiga lantai seperti rumah rumah tinggal biasa, dilanjut saja itu. Sehingga menganggap pembangunan konstruksi gedung bangunan untuk pondok pesantren ini dianggap masih tidak terlalu berat, dianggap masih cukup dikerjakan dengan orang biasa," papar Widji.
"Tentunya kalau bangunan tiga lantai kan sudah berisiko tinggi ya, tentunya harus apa dipikir oleh kontraktor yang punya SDM yang cukup, alat yang cukup, suplai material yang bagus dan sebagainya. Ini saya tidak tahu tapi indikasinya kan mengarah ke sana," pungkasnya.
Sebelumnya, sebuah bangunan penuh dengan ratusan santri di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny di Desa Buduran, Sidoarjo ambruk. Akibatnya banyak yang tertimbun reruntuhan.
Ketua RT setempat, Munir mengatakan ambruknya bangunan terjadi pada sekitar pukul 15.00 WIB saat salat asar. Ia menyebut ambruknya bangunan tersebut disertai suara gemuruh dan getaran seperti gempa bumi.
"Habis salat asar itu ada suara gemuruh ada getaran seperti gempa ternyata musala," kata Munir, Senin (29/9/2025).
(hil/abq)