Dari ribuan dapur penyedia makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG), hanya segelintir yang sudah mengantongi sertifikat laik higiene dan sanitasi (SLHS). Data Kementerian Kesehatan per 22 September 2025 mencatat, dari total 8.583 dapur MBG di seluruh Indonesia, baru 34 yang memiliki SLHS.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyoroti fakta ini sebagai salah satu persoalan serius dalam pelaksanaan program MBG. Ia menegaskan, SLHS menjadi syarat penting untuk memastikan keamanan pangan olahan maupun pangan siap saji.
Sertifikat ini dikeluarkan Kementerian Kesehatan sebagai bentuk mitigasi dan pencegahan kasus keracunan yang belakangan marak terjadi di sejumlah daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG. Ya ini kan contoh bagaimana satu program itu nggak bisa berdiri sendiri, terlibat juga K/L yang lain. Berdasarkan data Kemenkes lagi, dari 8.583 SPPG per 22 September, ada 34 SPPG yang sudah memiliki SLHS. 8.549 SPPG existing belum memiliki SLHS," kata Qodari dalam keterangannya dilansir dari detikNews, Selasa (24/9/2025).
Selain minimnya SLHS, Qodari juga menyoroti lemahnya implementasi standar operasional prosedur (SOP) keamanan pangan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dari total 1.379 SPPG, hanya 413 yang memiliki SOP tersebut, bahkan hanya 312 yang benar-benar menjalankannya.
"Nah, catatan Kemenkes pada September 2025 bahwa pada 1.379 SPPG ada 413 yang memiliki SOP keamanan pangan dan 312 SPPG yang menjalankan SOP. Dari sini kan sudah kelihatan, kalau mau mengatasi masalah ini, kemudian SOP-nya harus ada, SOP keamanan pangan harus ada dan dijalankan," ujarnya.
Menurut Qodari, Badan Gizi Nasional (BGN) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya sudah menerbitkan regulasi prasyarat yang harus dipenuhi oleh penyedia MBG. Namun, masalah utama terletak pada lemahnya sistem pengawasan dan kepatuhan.
"Hasil koordinasi dan pengecekan yang datang oleh Kedeputian 3 KSP bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM. PR-nya adalah aktivasi dan pengawasan kepatuhan," jelasnya.
Qodari juga membeberkan catatan BPOM terkait faktor risiko tingginya kasus keracunan MBG. Ia menyebut, sebagian besar insiden terjadi pada SPPG yang baru beroperasi kurang dari satu bulan.
"Data BPOM menunjukkan 9 dari 10 SPPG yang melaporkan insiden keracunan pangan pada periode Agustus-September 2025 adalah SPPG yang baru beroperasi kurang dari 1 bulan. Jadi memang ini ada sisi-sisi rentannya, katanya kalau pesawat itu pada sisi 25 detik. Ada judul novelnya itu? Critical Eleven. Jadi di sini di BGN ini ada critical one month," pungkasnya.
Berita ini sudah tayang di detikNews, baca berita selengkapnya di sini!
(auh/hil)