Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat A-CERVICA (Airlangga - Cervical Cancer Early Recognition with VIA and Improving Reproductive Awareness). Program ini menghadirkan seminar dan workshop secara gratis khusus bagi dokter umum dan bidan seluruh puskesmas se-Surabaya.
Kegiatan yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu berlangsung pada 23 Agustus 2025 yang lalu memfokuskan pada penguatan dan pendalaman materi terkait kanker serviks, pencegahan serta metode deteksi dini lesi pra kanker serviks.
Tidak hanya itu peserta juga diberikan pelatihan langsung melakukan skrining dengan inspeksi visual asetat (IVA) dan tatalaksana terapi ablasi pada hasil IVA positif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Acara ini menjadi sangat penting karena bidan dan dokter umum di puskesmas merupakan garda terdepan kesehatan masyarakat. Melalui kegiatan ini, kami ingin menajamkan keterampilan mereka dalam mendeteksi dini dan menangani lesi prakanker serviks. Sehingga, semakin banyak perempuan Surabaya yang terlindungi," ujar Ketua Pelaksana A-CERVICA dr. Khoirunnisa Novitasari, Sp.OG., M.Ked.Klin dalam keterangan tertulis, Selasa (23/9/2025).
Kanker serviks masih menjadi salah satu penyebab kematian utama pada perempuan Indonesia dengan angka kejadian di tahun 2022 menurut data Globocan sekitar 36.964 kasus baru dan 20.708 kematian. Hal ini menjadi ironi, karena seyogyanya kanker serviks sangat bisa dicegah dan dideteksi sejak awal.
Sayangnya, cakupan skrining lesi prakanker serviks pada kenyataannya masih berada di angka 8,3% dari seluruh populasi wanita usia reproduktif di Indonesia. Angka pemakaian alat untuk terapi ablasi di faskes primer masih rendah. Upaya mengeliminasi kanker serviks terus digencarkan.
Sebelum memberikan edukasi dan sosialiasi kepada masyarakat, bidan dan dokter umum harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang kanker serviks. Sebanyak 60 orang peserta mendapat materi dan buku modul pembelajaran secara komprehensif mulai dari anatomi dan fungsi organ reproduksi, patofisiologi kanker serviks, pencegahannya, metode deteksi dininya, hingga algoritma standar penanganan lesi prakanker sesuai panduan WHO serta alur rujukan.
Tidak hanya berupa ceramah, peserta juga dilatih mendiagnosis menggunakan aplikasi interaktif IVA berbasis digital. Aplikasi ini memuat simulasi pemeriksaan serviks dengan berbagai variasi kasus. Dengan teknologi ini, peserta dapat berlatih mendiagnosis hasil IVA secara visual sebelum terjun langsung melakukan pemeriksaan pasien.
"Dengan aplikasi ini, peserta bisa berlatih menegakkan hasil IVA positif dan negatif dari berbagai macam kemungkinan kasus. Jadi, ketika praktik di lapangan mereka sudah terbiasa mengenali gambaran klinisnya secara mandiri dan meningkatkan akurasi pemeriksaan," tambah dr. Khoirunnisa.
Hands-On tes IVA dan Terapi Ablasi
Setelah pendalaman materi, peserta mengikuti sesi hands-on. Mereka melakukan simulasi secara langsung pemeriksaan IVA menggunakan manekin serviks, speculum, hingga aplikator asam asetat persis seperti saat melakukan pada pasien.
Melakukan identifikasi lesi pada serviks dengan berbagai macam manekin kelainan pada serviks. Peserta juga diajarkan teknik terapi ablasi untuk lesi prakanker menggunakan dua metode yang direkomendasikan WHO, yaitu cryotherapy (membekukan jaringan abnormal dengan gas dingin) dan cold coagulation (menghancurkan jaringan dengan panas terkendali).
"Praktik langsung ini sangat penting. Dengan pendampingan fasilitator, dokter dan bidan tidak hanya tahu teorinya, tapi bisa melakukan secara mandiri prosedur skrining dan terapi awal yang benar serta sesuai standar," tambah dr. Indra Yuliati, Sp.OG (K) Onk.
Menuju Indonesia Bebas Kanker Serviks
Program A-CERVICA sejalan dengan target Kementerian Kesehatan RI untuk menurunkan angka kejadian kanker serviks hingga 50% pada tahun 2030 melalui peningkatan skrining minimal 70% pada wanita usia subur.
"Kami ingin mendorong kembali program screen and treat di layanan kesehatan primer, agar perempuan Indonesia terlindungi sejak dini dari kanker serviks," tegas Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR, Dr. dr. Brahmana Askandar Tjokroprawiro, Sp.OG (K) Onk.
Dukungan penuh dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya membuat acara ini semakin bermakna. Kolaborasi antara institusi akademik dan pemerintah daerah diharapkan menjadi langkah nyata dalam menekan angka kanker serviks di Surabaya.
"Ini bukan hanya soal ilmu, tapi juga misi kemanusiaan. Semakin banyak tenaga kesehatan yang terampil, semakin banyak perempuan yang bisa diselamatkan," tegas Kepala Tim Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Jiwa Dinkes Kota Surabaya Nur Laila, S.Kep., Ns., M.Kes.
(anl/ega)