Media sosial belakangan dipenuhi dengan berbagai kabar buruk yang muncul. Tanpa disadari, banyak orang akhirnya terus-terusan mencari dan menyerap konten negatif. Fenomena ini dikenal sebagai doomscrolling.
Dosen Psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana menyebut perilaku ini sebagai bentuk reaksi terhadap ketidakpastian. Menurutnya, manusia pada dasarnya ingin untuk memahami situasi, mengendalikan ketidakpastian, hingga memastikan diri mampu menghadapi berbagai ancaman.
"Doomscrolling ini semacam dorongan untuk menyelamatkan diri. Dengan mencari informasi, manusia merasa bisa mengendalikan hal-hal negatif atau mengancam," ujar Atika, Sabtu (20/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun sekilas terlihat sebagai bentuk kewaspadaan, nyatanya doomscrolling justru turut membawa efek negatif. Terpapar informasi negatif secara terus-menerus dapat mengganggu kondisi mental, membuat seseorang rentan stres, bahkan menimbulkan rasa panik berkepanjangan.
"Scrolling itu kan bukan aktivitas yang betul-betul memberikan solusi. Kecuali kalau kita tahu kapan harus berhenti. Misalnya menghadapi ujian, kita tahu kapan ujian berakhir sehingga lebih mudah dikendalikan. Tapi dalam situasi tidak menentu, seperti pandemi atau kerusuhan, kami tidak paham sebenarnya kapan ini berakhir," sambungnya.
Bahkan, kebiasaan ini juga bisa berdampak ke fisik. Ketika stres atau cemas berlebihan, tubuh ikut menegang seolah sedang menghadapi ancaman nyata. Apabila berlangsung dalam waktu lama, kondisi ini bisa memicu kelelahan mental dan fisik secara bersamaan.
"Saat cemas atau stres, tubuh ikut menegang seolah bersiap menghadapi ancaman. Lama-lama bukan hanya pikiran yang lelah, tapi juga tubuh kita," tambah Atika.
Supaya tak terjebak siklus doomscrolling, Atika pun menyarankan masyarakat agar mulai memperkuat literasi media. Selain itu, membatasi waktu bermain media sosial dan mengalihkan perhatian ke hal-hal positif juga bisa jadi solusi. Misalnya dengan olahraga, menekuni hobi, atau kegiatan spiritual yang menenangkan hati.
"Ada hal-hal yang bisa kita kendalikan, tapi ada juga yang harus kita kembalikan kepada Tuhan. Kalau kita bisa menyeimbangkan berbagai aspek itu, kita bisa berfungsi secara penuh sebagai manusia sekaligus mengelola emosi dengan lebih baik," sarannya.
Apabila langkah-langkah tersebut belum cukup membantu, Atika pun menyarankan untuk tak ragu mencari bantuan. Baik itu dari orang terdekat, maupun dari profesional.
"Dibandingkan doomscrolling, lebih baik kita alihkan ke aktivitas produktif. Dan, kalau sudah merasa tidak tertolong dengan cara-cara sederhana, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional," pungkas Atika.
(irb/hil)