Waspadai Bahaya Tren Edit Foto AI yang Bisa Picu Disinformasi

Waspadai Bahaya Tren Edit Foto AI yang Bisa Picu Disinformasi

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 19 Sep 2025 12:50 WIB
Foto Polaroid Gemini AI.
Foto Polaroid Gemini AI. Foto: Gemini AI
Surabaya -

Tren mengedit foto dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) kian marak. Tak sedikit warganet yang membuat foto dirinya seolah-olah berangkulan hingga berpose mesra dengan berbagai orang, termasuk artis atau publik figur idola. Walau sekilas terlihat seru, hal ini ternyata menyimpan bahaya yang juga perlu diwaspadai.

Pakar Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Radius Setiyawan menilai maraknya tren ini bisa jadi karena ekspresi kekaguman dalam konteks hubungan antara penggemar dan public figure.

"Itu ekspresi kekaguman kepada fans dalam konteks ini ya relasi fandom antara penggemar dan public figure. Dalam konteks sosiologis, itu bagian dari bagaimana dia ingin mendapatkan validasi tentang kedekatan, keintiman, keakraban dengan sosok yang dia dikagumi," ujar Radius, Selasa (16/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, menurutnya, di balik ekspresi tersebut, masyarakat juga perlu memahami bahwa ada batasan-batasan etika, serta bahaya yang mengintai jika teknologi seperti AI digunakan secara sembarangan.

ADVERTISEMENT

Radius menekankan, setidaknya ada tiga aspek etika yang perlu diperhatikan saat masyarakat memanfaatkan teknologi berbasis AI. Pertama aspek keadilan. Penggunaan AI tidak boleh mengganggu kenyamanan orang lain, apalagi jika yang digunakan adalah foto atau identitas orang lain tanpa izin.

"Jangan sampai penggunaan teknologi itu mengganggu kenyamanan. Jadi itu soal etika ketika publik figure terus diedit dengan dirinya berangkulan, bahkan ada beberapa yang berciuman. Saya kira ini aspek yang jelas melanggar etika penggunaan teknologi," tegasnya.

Kedua, transparansi dan akuntabilitas. Menurutnya, hasil editan foto dengan AI tidak boleh disamarkan seolah-olah nyata. Harus ada penjelasan yang jelas bahwa itu hanyalah hasil edit.

"Penggunaan teknologi itu harus dipastikan bahwa ada yang disebut sebagai transparansi, bahwa harus ada penjelasan hal layak bahwa foto yang ada, foto yang digunakan ini bagian dari editing, bahwa ini bukan foto alami (asli)," tuturnya.

Ketiga adalah mengenai keamanan data. Menurut Radius, wajah dan identitas visual juga termasuk dalam data pribadi yang wajib dilindungi. Tanpa persetujuan atau consent, penggunaan foto orang lain bisa menjadi pelanggaran yang serius.

"Ketika data pribadi, data itu selain akun dan lain-lain, saya kira foto, terus penggunaan identitas, kelihatan wajah, dan lain-lain itu ketika ditampilkan di publik memang harus ada persetujuan, harus izin," tegasnya.

Lebih jauh, Radius menegaskan tren ini tak cuma soal etika, namun juga bisa menimbulkan dampak lain yang nyata pada masyarakat jika tidak dikontrol dengan bijak. Ia menyebut ada dua bahaya besar dari penggunaan AI yang tidak bertanggung jawab.

Yakni manipulasi identitas dan disinformasi. Pengeditan foto yang tidak disertai penjelasan dapat memicu salah paham di masyarakat. Foto editan bisa dianggap asli dan menyebabkan konflik sosial.

"Kalau sudah manipulasi identitas, ada disinformasi dan ujungnya pada kerentanan sosial. Orang tiba-tiba diedit berfoto dengan siapa tanpa informasi yang memadai, akhirnya yang terjadi adalah disinformasi. Sehingga orang akan menuduh seseorang bahwa itu dianggap sebagai foto asli," terangnya.

Bahaya lain adalah potensi penipuan. Dirinya mencontohkan bagaimana foto hasil AI bisa digunakan untuk menipu orang lain. Apalagi ditambah data-data pribadi yang diunggah dalam AI.

"Manipulasi foto, manipulasi gambar itu kan bisa berujung pada penipuan. Orang seringkali menganggap bahwa itu suatu hal yang asli. Ketika asli itu orang percaya, dan ketika orang percaya maka dapat terjadi proses transaksi," paparnya.

Oleh karena itu, Radius berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi, termasuk AI. Pemahaman mengenai etika digital serta literasi teknologi harus terus ditingkatkan, utamanya di era digital yang terus berkembang.

"Persoalan penggunaan AI yang tidak bijak ini perlu diperhatikan. Bahwa ada dampak yang memang berbahaya bagi keberlangsungan masyarakat," pungkasnya.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads